BAGIAN SEMBILAN :
Mohon Restu Mertua.
Penerbangan dari Seoul ke Tokyo tidak memakan waktu lama. Gaeul dan Jimin naik kereta ekspress selama satu jam, dilanjutnya lima belas menit naik taksi. Mereka berhasil sampai di rumah Gaeul di jam makan malam.
Sepanjang perjalanan, Jimin merasa biasa saja.
Percaya dirinya tinggi. Belum lagi keluarga Gaeul bukanlah keluarga yang tabu soal makhluk Immortal. Jimin tidak perlu menjelaskan lebih jauh soal "Anak bapak Cuma boleh nikah sama saya. Ngga bisa sama yang lain. Bapak nggak bisa misahin kami. Kalo bapak nggak ngerestuin, kami bunuh diri bareng aja."
Seharusnya si kalimat terakhir diganti menjadi Kalau bapak nggak ngerestuin, kami bunuh bapak bareng aja. Tapi mengingat Gaeul sangat sayang dengan ayahnya, Jimin tidak yakin Gaeul mau hidup bersama Jimin yang merupakan pembunuh ayahnya.
Aduh, Jimin sudah berpikir terlalu jauh.
Anehnya, sikap biasa saja yang Jimin rasakan malah jadi semakin tipis seiring dengan menipisnya jarak yang mereka tempuh.
Lama-lama Jimin jadi gugup, bahkan dalam perjalanan menggunakan taksi dari stasiun ke rumah ayah Gaeul, Jimin berkeringat dingin dan tidak berhenti memainkan jarinya dengan gelisah.
Ini pertama kalinya dalam hidup Jimin!
Rasa tertekan itu kian membesar. Jimin tidak menyangka kalau menjumpai mertua itu sebegini mendebarkan.
Sampai di rumah ayah Gaeul, Jimin mengeluarkan tas miliknya dan Gaeul. Mereka akan di sini sampai hari Minggu siang. Jimin harus membawa baju ganti yang cukup. Juga satu baju santai cadangan.
"Papaa~" Gaeul berlari menuju ayahnya yang sudah merentangkan tangan di ujung sana. Pertemuan pertama ayah dan anak setelah delapan bulan lebih dibalut kerinduan tentu saja harus dramatis, kan?
Gaeul sangat menyayangi ayahnya.
"Halo, sayang. Gimana perjalanannya? Hm?" Ayah Gaeul mengecup ubun-ubun putrinya dua kali sebelum merangkul Gaeul dan mengacak rambutnya.
"Lumayan lah, Pa. Setidaknya kali ini Gaeul pulang ada yang temenin," kata Gaeul sambil melirik Jimin.
Jimin tersenyum, berusaha sebaik mungkin untuk menarik bibirnya yang kaku. Setengah berharap kalau senyumnya kali ini tidak terlihat aneh sama sekali.
"Malam, Om." Jimin mengulurkan tangannya. "Nama saya Park Jimin."
Ayah Gaeul terlebih dulu menatap penampilan Jimin dari ujung kaki ke ujung kepala. Selanjutnya dia membalas jabatan tangan Jimin, mencengkram tangan itu agak erat hingga Jimin merasa debaran jantungnya semakin keras.
Astaga.
Cobaan berat.
"Ayo masuk dulu," kata Ayah Gaeul setelah melepas jabatan tangannya. "kalian pasti lapar kan? Papa udah masak makanan kesukaan kamu, dek."
"Yey~ Kangen masakannya papa, hehehe. Ayo Jim, kita masuk."
Mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Gaeul di rangkulan papanya sementara Jimin membawa dua ransel besar.
Setelah semua ini Jimin akan menuntut pelukan hangat penuh kasih sayang pada Gaeul. Jimin rasa dia sudah kekurangan asupan..
Sebelum makan, ayah Gaeul lebih dulu menunjukkan kamar tamu untuk Jimin, sementara tas Gaeul sendiri diambil alih. Jimin diminta menyegarkan diri dulu selagi ayah dan anak itu berbicara berdua di kamar Gaeul.
Jimin menurut saja, mandi dengan tenang sambil memasang kuping untuk mendengar pembicaraan mereka.
"Dek, nggak salah? Rambutnya di cat gitu, pakai pierching pula. Kamu pacaran sama model?"
"Ih, papa. Jangan nilai buku dari sampulnya dong," kata Gaeul sebelum memajukan bibirnya. "ganteng kan, Pa? Bukan model, kok. Katingnya aku."
"Anak orang kaya? Biasanya kalau anak orang kaya, hidupnya berantakan, dek—"
Gaeul memutar matanya, "Dari pada papa berprasangka buruk kayak gini, mending papa tes aja langsung, okey? Gaeul kan bawa Jimin ke sini biar bisa papa ospek."
Benar memang. Perkataan Gaeul tidak ada yang salah. Jika nanti saatnya tiba, ayah Gaeul memang harus menyeleksi pria yang akan mendampingi hidup putrina.
Tapi tetap saja tidak disangka akan secepat ini.
Park Jimin itu bocah dari mana sih? Berani-beraninya membuat puteri semata wayangnya jatuh hati.
Jimin terbatuk begitu mendengar suara pikiran ayah Gaeul. B-bocah katanya?
Bocah?
Park Jimin yang berusia empat ratus tahun lebih dikata bocah?
Heol.
Sabar saja Jimin, sabar. Demi restu calon mertua harus banyak-banyak bersabar.[]
Cuap-Cuap Ochi :
Kalau ada pertanyaan :
"Chiii, kenapa bab sembilannya pendek banget?"
Maka jawabannya, Hehe, bab sembilan ini bonus, anggap aja spoiler. Kalau mau panjangan, adopsi ebook-nya, okey?
"Terus Chii, udah? Updatenya sampe sini doang?"
Sayangnya, iya. Di Bab selanjutnya kita bahas cara ordernya, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Coelum .PJM
FanfictionTERRAE SPIN OFF - FANBOOK Coelum (Latin) adalah Langit (n) Ruang luas yang terbentang di atas bumi, tempat beradanya bulan, bintang, matahari, dan planet yang lain. Alam semesta menyimpan banyak misteri, baik untuk dibagikan, maupun untuk disimpan s...