Pertama

4.3K 197 7
                                    

"Bangun anak sialan. Cepatan masak."

Anin yang baru setengah sadar terkejut dengan kedatangan ibu nya. Bukan kehendak Anin yang bangun siang, salahkan aplikasi orange yang membuat Anin bergadang.

"Jangan mentang-mentang ada papa kamu dirumah, kamu jadi lupa semua tugas kamu."

"Maaf bu Anin kesiangan."

"Kesiangan-kesiangan. Gak ada alasan, cepatan masak."

"Iya bu anin ke dapur."

Anin pun keluar dari kamar, melirik sebentar jam dinding masih pukul 05.45. Ini masih subuh belum dikatagorikan siang.

Anin membuka pintu kulkas, mengambil sosis, daun bawang lalu telur. Hari ini ia akan memasak telor dadar campur sosis dan daun bawang lalu setelah nya Anin akan memasak nasi goreng. Anin yang belum sempat raup muka akhirnya mencuci muka dengan air di kran dapur nya. Lalu mengambil karet gelang di ikatlah rambut biar tidak masuk ke dalam masakan nya.

"Iya ampun non biar bibik aja yang masak. Non Anin siap-siap sekolah biar bisa barengan sama bapao ke sekolah."

"Gak perlu bik, nanti kalau ibu tau anin gak masak bisa-bisa ibu marah ke anin."

"Bibik bantuin masakin nasi goreng aja ya non biar cepat."

"Iya bik terimakasih."

"Jangan terimakasih sama bibik, ini kan tugas bibik di rumah."

Anin membalas dengan senyuman, setidaknya pekerjaam di dapur sedikit terselesaikan.

"Ibu, dasi Wiwit dimana sih?"

Anin dan bibik langsung menoleh ke arah sumber suara. Iya dialah Wiwit, kakak kandung nya Anin. Mereka hanya beda 1 tahun. Anin kelas X dan Wiwit kelas XI. Mereka berdua sama-sama bersekolah di tempat yang sama. Tapi mereka berdua juga tidak pernah sedikit pun bertegur sama di sekolah maupun dirumah.

"Apa sih Wit, kamu sudah gede bisa cari sendiri."

"Ih ibu, Wiwit itu mau cepat. Hari ini upacara."

"Kan kamu bisa barengan sama papa kamu."

"Wiwit hari ini di jemput, tebak deh siapa yang jempit Wiwit?"

"Siapa?"

"Putra buk, ketua OSIS yang Wiwit incar."

"Bagus dong, anak orang kaya gak?"

"Jelas lah buk, selain kaya dia juga ganteng. Wiwit harus duluan dapatin dia soalnya banyak yang nembak Putra buk. Wiwit jadi sedih."

Sang ibu pun membelai rambut anak sulung nya "Tenang aja ibu yakin kamu pasti bisa dapatin Putra."

"Beneran buk?"

"Iya, sekarang kamu siap-siap sana."

Ibu nya pun menuju ke arah dapur melihat apakah sudah siap hidangan sarapan pagi nya.
"Anak gak tau malu, belum siap juga sarapan?"

Anin menghentikan pergerakan lalu menoleh ke arah sang ibu.
"Bentar lagi bu, Anin lagi siapkan piring."

"Bagus. Harus selesai sebelum papa kamu bangun. Ngerti!"

"Iya bu, Anin mengerti."

"Buruan nanti suami saya bangun."

Anin menahan air mata yang siap tumpah, bukan saat nya ia harus nangis. Berkali-kali ia disakiti dengan ibu kandungan nya sendiri, seolah Anin bukan anak kandung nya. Hanya Wiwit lah yang ibu nya sayangi.

20 menit berlalu, sarapan pun sudah Anin hidangkan di meja makan. Dengan memakai celemek nya Anin membersihkan dua telapak tangan di celemek yang ia pakai lalu di lepaskan dan di taruh di tempat biasa. Anin setengah berlari menuju kamar, ia harus siap-siap ke sekolah.

Mandi dan basuh muka, hanya itu rutinitas di pagi hari tanpa embel-embel cuci rambut. Seragam sekolah pun sudah ia siapkan dari semalam, buku-buku pelajaran sudah di masukkan ke dalam tas nya lalu tidak lupa di beri liptint sedikit.

Memakai kaos kaki dan di ambil tas ransel, Anin pun menuju meja makan. Hal pertama yang ia lihat papa nya sedang tertawa bersama dengan ibu dan Wiwit.

"Selamat pagi papa."

"Eh anak bungsu papa pasti telat bangun kan?"

Telat? Pasti ibu nya membicarakan yang tidak-tidak di depan papa nya.

"Itu lo mas anak kamu selalu saja telat bangun."

"Bener itu, Anin? Papa gak mau tau lagi dapat laporan dari ibu kamu. Contoh kakak kamu, selalu rajin bangun pagi, siapin sarapan."

Anin yang belum sempat duduk masih bingung harus menjawab apa dari pertanyaan papa nya. Kenapa ibu nya selalu membenci Anin. Tidak ada secuil perasaan sayang yang diberikan dari ibu nya. Selalu Wiwit yang di sanjung-sanjung.

"Ayo Anin buruan sarapan nanti papa telat ke kantor."

"I-iya pa. Anin sarapan dulu."

Tintin
Suara klakson mobil terdengar sampai ke dalam rumah.
"Bu, orang nya sudah datang. Aku samperin dulu ya bu." Ujar Wiwit sambil membenarkan letak rambut nya.

Anin sudah mengetahui siapa yang datang, karena tadi Anin tidak sengaja mendengar percakapan mereka. Anin melanjutkan sarapan nya dengan tenang sesekali melirik ke arah papa nya.

"Bu, kenalkan ini nama nya Putra."

"Kok cuma ibu aja, papa gak di kenalkan?"

Putra menyalamin kedua orang tua nya Wiwit, tanpa sengaja arah pandangan Putra mengarah ke Anin yang menghiraukan kehadiran Putra di ruang makan.

"Ikut kami makan yok. Kebetulan ibu masak nasi goreng. Anin, ambilkam piring."

Mendengar nama Anin disebut, terpaksa Anin menghentikan sarapan nya demi mengambil piring.

"Tidak perlu repot-repot saya sudah sarapan dirumah."

"Bu, Wiwit duluan ya berangkat nya."

"Buruan sana nanti kalian telat."

Anin yang merasa di acuhkan pun melanjutkan kembali sarapan yang tinggal sedikit lagi habis lalu meminum susu nya.

"Nin, papa duluan ya kamu sendirian aja berangkat sekolah."

Anin menoleh, lagi dan lagi Anin selalu sendiri "Tapi pa Anin sudah selesai kok sarapan, tunggu bentar aja pa."

"Gak bisa nak, sudah hampir setengah 7 jalanan macet."

Papa nya sudah mementeng tas dan beberapa lembar kertas yang Anin yakin dokumen penting.

"Kalau mau Anin berangkat sama kita aja om." Ujar Putra.

"Eh gak perlu kak, Anin bisa sendiri."

"Lihat kan, percuma di tawarin gak bakal mau. Buruan yok kita berangkat, daaa semua." Wiwit segera melenggang pergi dari meja makan meninggalkan kedua orang tua nya serta Anin.

♧♧♧♧♧

Hola semua aku remake ulang ya semoga berkenan membaca nya.
Next 👉🏻👉🏻👉🏻

Peluk Aku Sekali Saja, IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang