Kedua

1.6K 176 3
                                    

Anin buru-buru mengambil sepatu sekolah nya di bawah kasur kamar lalu  memakai sepatu secepat kilat dan berlari menuju pintu kalau-kalau papa nya masih menunggu Anin.

"Bu, papa belum pergi kan?" Tanya Anin dengan deru nafas memburu.

"Sudah dari tadi. Nih uang saku kamu."

Anin menerima uang pemberian dari sang ibu nya lalu mengecek berapa yang Anin terima.
"Kenapa cuma 100rb bu? Bukan nya papa kasih uang buat Anin 500rb?"

"Jangan cerewet. Kamu masih kecil belum pantas pegang uang banyak-banyak. Sudah sana pergi."

Anin mengambil uang tidak lupa mengucapkan salam sebelum berangkat sekolah.

Sesampai nya di sekolah Anin seperti mendengar seseorang memanggil nama nya.
"Woi Anin tungguin gue."

"Jangan teriak-teriak Diska kamu itu cewek harus kalem."

"Bodo. Mulut-mulut gue, hehe bercanda Anin cantik. Barengan ya mau ke kelas kan?"

Anin mengangguk.
"Iya kan kita sekelas."

"Nin, gue lihat PR Sejarah dong?"

"Serius kamu belum buat?"

"Kalau pun sudah, gue gak bakalan minjam punya lo Anin lemot."

"Diska, gak boleh ngomongin Anin lemot nanti Diska yang aww.." tiba-tiba saja seseorang tanpa sengaja menabrak bahu Anin dari arah berlawanan membuat tubuh Anin jatuh ke lantai.

Diska yang kala itu ikut terkejut secara reflek membantu Anin berdiri.
"Lo gak apa-apa kan, Nin?"

"Anin gak apa-apa kok Diska, cuma lutut Anin aja luka dikit."

"Sorry-sorry gue gak sengaja."

Diska pun marah karena sahabat nya sampai terluka.
"Gak sengaja enak bener, obatin sahabat gue."

"Sudah Diska, Anin bisa sendiri mending kita ke kelas kamu kan belum kerjakan PR Sejarah."

"Untung sahabat gue baik, awas aja kalau ketemu lagi."

Anin langsung menarik Diska di koridor sekolah, tidak ingin menimbulkan keributan. Hal seperti ini Anin bisa mengobatin nya sendiri.

Sesampai nya di kelas, Anin mengeluarkan PR Sejarah lalu di serahkan ke hadapan Diska.
"Cepatan kerjakan mumpung belum bel."

"Cerewet amat, lo sudah sarapan kan?"

"Sudah."

"Dikasih uang berapa sama nyokap lo?"

"100rb."

"Gila dikit amat."

"Cukup kok sebulan."

"Astaga Anin, 100rb mana cukup. Lo itu pulang pergi naik angkotan. Belum lagi lo jajan. Terus lo mau nyukupin nya gimana?" Anin pun diam sambil mendengar ocehan sahabat nya.

"Anin gak jajan."

"Lo mau mati kelaparan?"

"Bukan gitu Diska, Anin sudah sarapan jadi bisa nahan laper. Jam istirahat Anin tidur atau ke perpustakaan."

"Serah lo dah. Ribet." Diska masih tetap menyalin PR nya Anin tanpa harus menoleh.

"Nin, tadi pagi gue lihat kakak lo gak bawa mobil. Pergi sama siapa Nin?"

"Oh itu, kak Wiwit di jemput sama Kak Putra."

"Pasti lo ditinggal lagi kan?"

"Sudah biasa Diska."

Peluk Aku Sekali Saja, IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang