Beberapa hari yang lalu, setelah dia pulang dari rumah Anika, Gystia mengirim lamaran ke Restoran Sambal Layah. Dan ya, tadi malam dia mendapat balasan agar mengikuti serangkaian tes di kantornya. Akhirnya, pagi-pagi sekali Gystia sudah bangun, mandi dan segera sarapan. Kalau biasanya dia tidak sarapan, hari ini dia harus sarapan agar otaknya bekerja dengan baik. Perut kenyang pikiran pun tenang. Tapi tidak juga, bagi Gystia kalau tidak punya duit pikirannya sangat tidak tenang. Berasa jadi orang paling miskin se-Indonesia.
Gystia menilik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dalam pesannya, dia harus sudah sampai sebelum jam Sembilan. Itu artinya Gystia harus cepat berangkat sekarang juga.
Sebelum pergi, perempuan itu menyempatkan diri untuk berkaca, melihat penampilannya apakah sudah pantas atau belum. Hari ini dia memakai kemeja putih polos yang bagian bawahnya dimasukkan ke dalam rok rampel selututnya. Bagian lengannya dia lipat sampai siku. Setelah di rasa sudah selesai, Gystia segera berangkat. Ojek online-nya sudah menunggu di depan kontrakannya.
Butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai di Restoran Sambal Layah.
Gystia memasuki restoran dengan pelan, ia sedikit bingung.
"Mbak," panggil Gystia pada waitress yang lewat di depannya.
Waitress itu berhenti, "Iya ada yang bisa saya bantu?"
"Kalau mau tes wawancara di ruangan mana ya?"
"Mbak-nya namanya siapa?"
"Nama saya?" Tanya Gystia memastikan.
Waitress itu mengangguk sebagai jawaban.
"Gystia."
"Oh, ya, Mbak masuk saja ke ruangan Manager."
Dengan penuh rasa tidak enak, Gystia berkata, "Tolong anterin dong, Mbak. Saya bingung nih."
Gystia mendengar dengusan si pelayan. Mungkin si pelayan kesal di repoti dirinya, sedangkan harus beres-beres menata meja dan kursi karena sebentar lagi restoran ini akan buka. Tapi akhirnya si pelayan mengantar Gystia ke ruangan Manager.
Sambil berjalan, Gystia melihat-lihat sekeliling restoran. Serba kayu. Dari mulai meja, kursi, sampai piring dan mangkuknya terbuat dari kayu. Gystia mengambil kesimpulan; Jawa banget.
Lalu tatapannya menangkap dinding restoran yang terdapat tulisan "Dhahar, Ojo Ora Dhahar". Gystia mengngguk-anggukkan kepalanya setelah membaca slogan tersebut. Semakin yakin kalau restoran ini restoran Jawa.
Pelayan tadi memanggil-manggil Gystia tapi Gystia tidak mendengar karena sedang sibuk memerhatikan sekitar. Akhirnya si pelayan menepuk bahunya pelan. Gystia lagsung tersadar.
"Eh, iya, Mbak?"
"Ini ruangannya. Masuk aja. Tapi lebih baik ketuk pintu dulu." Jelas pelayan itu yang dibalas anggukan oleh Gystia.
"Makasih, Mbak."
"Sama-sama. Saya tinggal dulu, ya. Semoga lancar wawancaranya." Pelayan itu tersenyum. Tapi senyumnya aneh, membuat Gystia deg-degan.
Sebelum mengetuk pintu, Gystia menarik napas dalam-dalam lalu dikeluarkan lewat mulut. Begitu terus sampai beberapa kali.
Memberanikan diri, Gystia mengetuk pintu.
***
"Masuk."
Jawabnya dingin setelah mendengar pintu ruangannya diketuk. Ia sudah menanti-nanti waktu ini.
Muncullah seorang perempuan yang sudah dinanti kedatangannya. Ia memerhatikan penampilan perempuan itu dari atas sampai bawah. Perempuan itu terlihat kaget bukan main. Wajahnya terlihat panik dan tegang untuk beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovamart, Love and You
General FictionGeya merasa hidupnya sangat mengenaskan. Diputuskan oleh pacarnya dan dipecat dari pekerjaan dalam hari yang sama. Geya melamar pekerjaan kesana-kemari, tapi tidak kunjung mendapat jawaban. Hingga akhirnya Geya mendapat panggilan pekerjaan. Geya s...