Park Jimin, si ketua kelas yang dicintai seluruh sekolah. Anaknya baik, ramah, dan yang paling penting adalah tampan bukan main. Menghabiskan tahun kedua di SMA-nya dengan normal dan tanpa kekasih.
"Oi, Jim! Kenapa di UKS gak ada yang jaga?"
Jimin yang sedang sibuk menghapus papan tulis segera menengok ke arah suara. Ternyata itu Jung Hoseok, salah satu tukang pukul sekolah yang suka menegakkan keadilan dengan 5 temannya.
"Yang jaga tiba-tiba kena asma. Kenapa? Ada yang sakit?"
Hoseok menyerobot masuk ke kelas dan langsung menarik Jimin keluar. Ia tak pedulikan tatapan heran orang yang berpapasan. Mungkin mereka mengira ada masalah apa anak teladan sekolah dengan penegak keadilan sekolah.
"Hei-hei! Jangan tarik lengan seragamku nanti molor!"
Jimin mendumel kesal. Ia tak habis pikir kalau julukan 'Kuda' untuk Hoseok itu memang benar adanya. Dia bar-bar sekali, astaga.
"Kau harus cepat ke UKS. Yoongi luka parah!"
Jimin hampir membuat matanya keluar dari tempat. Tak pernah ia dengar Yoongi terluka selama berkelahi. Ia kira pemuda ---yang menurut Jimin amat manis--- itu takkan bisa dilukai.
"Tuh. Orangnya dari tadi nangis-nangis kesakitan. Maklum aja ya, Jim. Yoongi gak pernah luka."
Hoseok mendorong punggung Jimin memasuki UKS yang hanya ada mereka berdua. Hoseok menutup pintu UKS dan berjaga di depan. Jimin sedikit heran dengan sistem tukang pukul sekolah yang aneh. Ia tahu Yoongi bosnya, tapi mereka bahkan masih anak sekolahan!
"Min Yoongi?"
"A-aku di sini."
Isakan Yoongi yang lemah membuat Jimin agak sedih. Lebih sedih lagi kala melihat wajah Yoongi yang lecet dan air mata yang terus turun dari pipi gembilnya itu. Yoongi benar-benar menggemaskan, seperti kucing Persia di rumah Jimin.
"Berhenti memikirkan hal aneh, Jim. Kau bisa dipukuli mereka jika ketahuan gemas dengan Yoongi!" Batin pemuda itu berteriak.
"Yang mana yang luka?"
"Ini-"
Yoongi menunjuk sikunya yang berdarah.
"Ini-"
Yoongi mengangkat celana sekolahnya sebatas lutut dan menunjukkan bengkak di pergelangan kakinya. Sepertinya terkilir.
"Dan, ini."
Yoongi membelakangi Jimin, menunjukkan punggung putih itu yang sekarang dihiasi lecet di sana-sini. Bajunya pun sudah sobek tak karuan.
"Astaga! Kau itu habis main pukul-pukulan dimana, Min Yoongi?! Lukamu banyak sekali."
Jimin mengomel kesal. Ia mengambil peralatan medis di meja UKS dan menyuruh Yoongi memunggunginya.
"Kau bisa berteriak jika sakit. Ini obat merah. Kau tahu kan seberapa perihnya jika kena luka," ujar Jimin selagi kedua tangannya sibuk membersihkan punggung itu dengan air steril.
"Eum," cicit Yoongi, lirih. Pemuda manis itu menunduk dan mengernyit dalam saat obat merah mengenai lukanya. Ia bohong pada Jimin akan berteriak jika sakit. Ia malu kalau ada orang yang mendengar teriakannya.
"Sudah. Sekarang kakimu. Berbalik, Yoon."
Jimin memanggil Yoongi dengan nama panggilannya di rumah. Yoongi jadi bingung kenapa Jimin terasa sangat akrab dengannya padahal mereka hanya sering bertatap muka tanpa saling mengobrol.
"Kau ini terkilir. Kurasa kau mesti istirahat selama beberapa hari hingga bengkaknya hilang. Aku akan membuatnya terasa lebih baik."
Jimin menggenggam pergelangan itu hati-hati, melirik sebentar ke arah Yoongi yang memandangnya polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
gυℓα-gυℓα sтяσвεяι.✔
Fiksi Penggemar[ мι αмσя : נιмsυ ғαηғιcтιση ωяιтιηg cнαℓℓεηgε ] jímín mαmpu mєnαklukαn kucíng gαlαk kєѕαчαngαn ѕєmuα σrαng hαnчα dєngαn gulα-gulα ѕtrσвєrí. Started and Finished on January 24, 2020. © adornourpurple. #miamorjimsu2020