Prolog

17 0 0
                                    

- 16.30

    Hujan yang melanda Bandung saat ini, yang memaksa Amel untuk mencari tempat berteduh. Hingga ia menemukan halte yang sedikit usang dan ada sedikit lubang di atas nya. Daripada tidak ada tempat lain untuk berteduh, meskipun ia sedikit terkena percikan air. Tidak lama, ada seorang cowo yang juga ikut meneduh sambil membawa koper dan habis pulang kerja. Karena sudah tidak ada lagi taxi maupun angkutan umum, ia memilih jalan kaki untuk pulang.

    Mereka terpaku diam dalam dinginnya hujan sore itu, membuat Amel menggigil dan menyikap kedua tangannya untuk meredakan rasa dingin. Lebih sialnya lagi, ia juga tidak membawa mantel ataupun jaket untuk dipakai. Lalu ia memberanikan diri mendekati cowo itu dan memulai percakapan ditengah dinginnya sore.

    "Hai."

    Namun Amel masih gugup untuk berbicara, suara gemertak gigi nya yang membuatnya sulit untuk mengeluarkan sebuah kata.

    "Hai juga,"

    Kali ini Amel merasa lega karena cowo itu tidak cuek. Biasanya kalau cowo ganteng itu cuek kan, tapi berbeda dengan yang ia temui. Tubuh tingginya yang melebihi tinggi badan Amel dan kulitnya lumayan putih, rambutnya lurus panjang dan lebat, memakai jas hitam yang basah, namun ia tampak biasa saja. Tidak merasakan dingin atau apapun.

    "Ma.. ma.. maaf, ada payung?"

    Perkataan Amel masih terbata-bata karena saking gugupnya ia melihat cowo yang seperti ia impikan.

    "Maaf, gak ada. Tapi kalau mantel aku bawa. Mau aku antar pulang?" tawar cowo itu sambil mengeluarkan mantel dari dalam kopernya.

    "Kamu ga keberatan? Padahal mantelnya cuma satu doang."

    "Biar kamu aja yang pakai, aku ga usah. Aku ga ingin kamu sakit. Aku tahan hujan kok," kata cowo itu memberikan mantelnya kepada seseorang yang baru dikenalnya itu. Lalu cewe itu memakainya.

    "Makasih, oh iya nama kamu siapa?"

    "Bagas Fernandi, kamu?"

    "Amel Refania."

    "Nama yang bagus. Sesuai sama namanya, kamu cantik hehe."

    "Makasih."

    Kali ini Amel sedikit baper karena cowo itu yang mengatakan ia cantik. Apakah rasa suka akan dimulai pada hari ini juga? Jujur Amel juga suka cowo itu meskipun baru kenal. Pipinya merah padam, dan ia senyum senyum sendiri. Ia harus menahannya karena ia gamau di anggap aneh.

    "Aku antar kamu pulang," cowo itu mengambil koper yang ditaruh di samping bangku besi halte.

    "Beneran?"

    "Serius nih. Rumah kamu mana?"

    "Perumahan Graha Permatasari."

    "Ya ampun, aku juga rumahnya disitu. Wah, satu arah nih hehe."

    Bagaimana yang awal kenal bisa menemukan masing-masing kesamaan? Apakah ini tanda cinta akan membuat benih diantara mereka? Semoga.

    "Mengapa dia bisa sama sih? Se arah lagi," gumam Amel.

    "Hai, kok ngalamun?"

    Suara cowo itu membuyarkan lamunannya akan berhalu bisa mendapat cowo itu. "Ah, nggak kok. Yuk sebelum hujannya tambah deras."

    Cowo itu hanya tersenyum, memegang tangan cewe itu dan mengajaknya pulang di tengah senja kota Bandung. Serta hujan yang masih turun menambah suasana nyaman berjalan berdua. Dengan salah satu sebagai pelindung yang takkan membiarkan seseorang jatuh sakit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain CoatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang