Yuno pov
Setelah meninggalnya kak Vito, aku lebih sering menghabiskan waktu ku di dalam kamar. Mengunci diri dan menggelapkan kamar, hal yang ku lakukan hanyalah menonton video yang di kirimkan oleh kak Vito terakhir kalinya.
Aku merasa sedih kehilangannya, kakak satu satunya yang begitu baik dan perhatian kepada adik adiknya. Aku sangat menyayanginya, namun rasa sayang yang ku miliki bukanlah hal yang romantis. Aku sayang pada kak Vito sebagai mana sayangnya seorang adik terhadap kakaknya.
Selain itu aku sangat mengaguminya sejak aku masih kecil, dia seorang kakak yang bertanggung jawab. Dia dapat di andalkan, dan dia lah yang slalu sibuk mengurusi ku juga Yuki. Hal yang sangat mengejutkan bagiku ketika pertama kali mengetahui kenyataan tentang kak Vito yang menyukai ku. Aku menjadi berubah sikap terhadap kak Vito dan sangat membencinya. Karena suatu alasan disekolah.
Teman teman di kelasku menghina ku homo, yang menganggap aku menyukai kakak ku sendiri. Aku tidak tahan terhadap omongan mereka yang membully ku, aku berusaha menutup telingaku untuk tidak mendengarnya. Dan juga aku berusaha agar kak Vito tidak tau akan masalah ku ini.
Tapi disaat itulah, aku mendapati kakakku yang sedang mansturbasi dengan pakaianku. Aku pun meluapkan segala amarahku padanya, aku menghinanya, dan aku memukulinya.
Sejujurnya aku tidak pernah merasa serius menginginkan kak Vito pergi dari rumah, aku yakin kalau kak Vito tau bahwa aku hanya menggertaknya saja. Jauh di dalam hati, aku sebenarnya khawatir dengan kondisi keadaannya. Semakin lama aku perhatikan, tubuhnya semakin kurus dan wajahnya slalu pucat.
Aku juga mengurangi kekerasanku padanya, karena aku melihat bekas pukulan yang slalu ku berikan tidak pernah hilang. Aku ingin mengatakan yang sebenarnya tentang masalahku, lalu aku ingin meminta maaf karena banyak melukainya.
Saat itu aku belum bisa memberanikan diriku, dan kak Vito memberitaukan kenyataan bahwa dia bukan kakak kandungku melainkan sepupu. Itu suatu kenyataan yang sangat mengejutkan bagiku. Aku jadi memendam kembali niatan ku untuk mengatakan yang sebenarnya pada kak Vito.
Lalu Yuki datang menemui ku memberitaukan bahwa kak Vito pingsan, ingin rasanya aku menggerakkan kaki ku untuk menolongnya. Tapi lagi lagi aku tidak bisa mengalahkan ego ku.
Di saat Yuki menghampiri kak Vito kembali, aku secara diam diam melihatnya dari jauh. Aku sangat senang ketika melihat papa datang di waktu yang tepat untuk membawa kak Vito ke rumah sakit.
Setelah satu hari kak Vito belum pulang, aku tidak tau menau kabarnya dan aku juga terlalu besar ego untuk bertanya pada Yuki. Aku hanya bisa diam menunggunya pulang dan berdo'a untuk kesehatannya.
Ketika kak Vito pulang, aku senang melihatnya. Namun karena aku terbiasa menghindarinya, aku jadi spontan untuk pergi ke kamar disaat sedang makan.
Dan kak Vito menahanku...
Hal yang tak terduga keluar dari mulut kak Vito, dia akan pergi meninggalkan rumah dan tidak akan menemui ku lagi. Aku sangat terkejut dan tidak menginginkan itu, tapi mulutku berkata berlawanan dari apa yang ku rasa. Di hari itu aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, tubuh belakangnya yang sangat kecil yang semakin lama semakin pergi menjauh.
Waktu pun berlalu hingga tiba kenaikan kelasku, aku juga masih tidak berani menghubungi kak Vito untuk mengatakan yang sebenarnya. Bahwa aku tidak membencinya, aku menyayanginya sebagai seorang adik. Meski pun kak Vito hanyalah sepupuku, aku sudah menganggapnya sebagai seorang kakak kandung bagiku.
Terkadang aku bertanya tanya dalam hati, apa mungkin kak Vito akan kembali lagi ke rumah? Kalau iya, kapan kak Vito akan pulang? Aku sangat merindukannya.
Tapi kalau tidak, mungkinkah kita bisa bertemu lagi di suatu tempat. Dan dimana dia tinggal sekarang? Apakah tempat tinggalnya senyaman dengan rumah ini?
Aku mencoba mencari tau apakah Yuki mendapatkan kabar dari kak Vito, dan rupanya Yuki juga tidak dapat kabar apa pun. Lalu aku secara diam diam menanyakan kabar kak Vito melalui papa dan mama.
Dan jawaban mereka, "Vito sehat, sekarang dia sedang menikmati waktunya."
Jawaban mereka slalu seperti itu.Tapi kalau aku semakin banyak bertanya mereka akan berkata, "Kamu coba hubungi Vito sendiri, biar kamu bisa jelas mendapatkan jawaban dari apa yang kamu tanyakan itu."
Tentu saja aku tidak melakukan itu.
Dan tiba tiba sebuah pesan video masuk dari kak Vito.
Aku merasa sangat senang sekali, dan sempat berpikir mungkin ini kesempatan ku untuk bicara padanya. Mengatakan tentang aku yang di bully dan membuat kak Vito menjadi pelampiasan ku. Setelah itu aku akan meminta maaf padanya. Lalu bicara hal hal lainnya seperti kabarnya, dimana dia tinggal, sekolahnya, dan banyak lagi. Dan yang terakhir aku akan menanyakan padanya, kapan kak Vito akan pulang ke rumah.
Aku tidak membencimu, justru aku sayang padamu, dan aku merindukanmu. Tapi ketika aku melihat video itu, muncul pertanyaan lain di kepalaku.
Apa yang terjadi pada kak Vito? Kenapa dia sampai di rawat di rumah sakit? Apa kak Vito sedang sakit? Lalu sakit apa yang di alaminya? Apakah ini waktu yang tepat bagiku untuk mengatakan itu semua padanya, disaat kondisinya sedang tidak sehat? Apa aku harus menahannya lagi? Tapi sampai kapan aku harus memendam kenyataan ini sendiri?
Dan tiba dimana kak Vito mengatakan padaku tentang penyakitnya.
Saat itu air mataku terjatuh tanpa ku sadari, dadaku terasa sesak ketika kak Vito bilang bahwa mungkin dia sudah tiada atau keadannya yang sedang kritis.
Lalu bagaimana caraku bisa mengatakan pada kak Vito? Bagaimana aku bisa meminta maaf padanya? Apa karena aku selalu memukulinya, jadi penyakit kak Vito semakin parah?
Aku pun segera menghubungi ponsel kak Vito, berharap aku masih sempat untuk mengatakan maaf padanya. Berkali kali aku hubungi tidak juga di angkat olehnya.
Aku kembali mencoba dengan penuh harap dan meneteskan air mata yang tiada henti keluar. Saat itu panggilanku pun di jawab, aku merasa senang dan langsung berkata dengan terisak isak...
"Kak Vito maaf... Ku mohon maafkan aku, jangan pergi tinggalkan aku. Aku sangat menyesal, maafkan aku kak, maaf..."
"Yu...no...." Panggil kak Vito padaku dengan suaranya yang sangat lemah.
"Kak dengarkan aku. Ku mohon! aku dibully di sekolah dan aku menjadikan mu pelarianku. Aku tidak membencimu kak, justru aku membenci diriku sendiri. Aku juga tidak ingin kau pergi dari rumah, itu hanya gertakan ku saja. Kak Vito maafkan aku yang selama ini terus menyakitimu. Sudah sejak lama aku ingin mengatakan ini padamu, tapi egoku terlalu tinggi. Maafkan aku kak, ku mohon maafkan aku. Aku sangat sayang padamu, aku tidak membencimu, jadi ku mohon maafkan aku."
"A..ku senang men..de..ngarnya... Aku su..dah me..maaf..kan mu... Yuno..." Ujar kak Vito yang terbata bata dalam bicara.
"Kau tidak membenciku kan kak? Kalau kau marah padaku, aku tidak masalah kak, karena ini salahku. Akan ku terima."
"Aku sayang pada..mu... Aku men..cin..taimu... Aku ti..dak a...kan marah pa..damu..."
"Aku sungguh minta maaf kak!"
"Tidak apa... Ja..ngan min..ta maaf..."
"Tapi aku berbuat salah padamu kak. Jadi ku mohon maafkan aku."
"Baiklah, aku me...maafkan mu... Yu...no, aku ha..rus isti...rahat... Aku lelah..."
"Iya kak kau harus istirahat, kau harus sembuh dan kembali ke rumah ini. Sekali lagi aku minta maaf."
"Iya Yuno..."
Dan itu merupakan terakhir kalinya aku dapat bicara dengan kak Vito meski aku tidak bisa bertemu dengannya. Setelah itu aku mendapatkan kabar bahwa kak Vito meninggal. Aku menangis tanpa henti, meski aku sudah meminta maaf dan di maafkan. Aku masih merasa bersalah padanya. Setiap hari aku datang ke makamnya, dan slalu mengatakan maaf pada kak Vito.
Sejak saat itu, aku menjadi seorang yang pendiam dan lebih sering mengurungkan diri di kamar karena rasa penyesalan yang tak dapat hilang.
_End_
31 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayounara (Threeshoot)
Short StoryVito yang mencintai adiknya sendiri Yuno, berusaha meminta maaf pada Yuno agar tidak lagi dibencinya. Namun Yuno sangat membenci dan selalu menganggap Vito sampah yang menjijikan.