Perseteruan Selesai

683 50 2
                                    

kalo aja gue tau dari dulu kalo ternyata lo itu adik tiri gue, gue bakal jagain lo semampu gue, Ra!" ucap Aksara menahan isakan tangisnya

"bangun Ra! gue tau lo kuat! bangun.." ucap Aksara membangunkan Dara yang kini masih memejamkan matanya

***

Angkasa dan Nada pun masuk kedalam ruangan menghampiri Aksara

"mau apa lagi lo kesini?!" ucap Aksara dengan air mata yang bercucuran

Angkasa mendekatkan tubuh Dara yang masih terbaring lemah

"ga usah lo sentuh-sentuh dia!" Aksara menunjuk-nunjuk wajah Angkasa, tajam

"gue minta maaf, Ra" ucap Nada yang sudah mengeluarkan air matanya

"maaf dan maaf" lirih Angkasa

"bangun Ra bangun!!!!!!!" Aksara menggoyangkan tubuh Dara kasar agar ia bangun dari komanya

cklek

Dokter yang kini diketahui namanya Bryan pun memasuki ruangan "maaf, waktu membesuk sudah habis"

Mereka bertiga pun menuruti dokter Bryan lalu mereka keluar ruangan menghampiri keluarganya masing-masing.

"sebaiknya proses ini harus terselesaikan dihukum" ujar Rudi

"tidak usah, kita kekeluargaan" ucap Indri

"tidak bisa, manusia ini sudah keterlaluan!"

"sabar pah.." Fani mengusap dada suaminya

"bagaimana bisa sabar, biarkan dia jera!"

"Angkasa rela dipenjara pah asal Dara bahagia"

"Dara koma dan kamu masih bisa bilang dia bahagia??! kamu gila!"

"benar kata Indri, sebaiknya masalah ini kita selesaikan secara kekeluargaan" ujar ayah Nada

Rudi mengelus dadanya pelan "mereka pantas mendapatkan apa yang mereka perbuat!" Rudi meninggalkan mereka semua karena tak tahan melihat wajah anaknya, Angkasa.
Fani pun mengikuti arah suaminya

"lebih baik kalian semua pulang kerumah masing-masing waktu sudah tengah malam" ujar bu Lili

"kalau begitu kita pamit duluan, kalau terjadi apa-apa lagi dengan Dara tolong hubungi kami" pamit ayahnya Nada

"saya permisi bu" pamit ibunya Nada, ia pun menarik tangan anaknya kasar

"sebaiknya kalian berdua juga pulang" ujar bu Lili ke Angkasa dan Aksara

"saya nunggu Dara sadar bu"

"saya juga"

Indri dan bu Lili menoleh bersamaan. Mata Indri benar-benar sudah sangat sembab, penampilannya pun berantakan.

"sebaiknya ibu istirahat dikursi ini" ujar bu Lili mempersilahkan Indri duduk dikursi tunggu

"kenapa ibu tidak pulang?" tanya Indri

"saya akan nunggu Dara, bu" kata bu Lili tersenyum

"suami dan anak ibu lebih membutuhkan anda"

"saya sudah memberitahukan tentang ini bu, jadi suami saya tidak perlu khawatir lagi"

"tidak, sebaiknya ibu pulang saja. Saya akan baik-baik aja kalo ibu pulang tanpa bebanan saya"

"ibu ga boleh ngomong seperti itu"

"ibu pulang ya?" Indri mengusap lengan bu Lili lembut

"baiklah kalo ini membuat ibu tersenyum, saya pamit dan besok saya akan datang kesini lagi"

bu Lili pun meninggalkan mereka bertiga yang bergeming kebingungan. Mereka bertiga duduk dikursi tunggu yang berpencar, Air mata ketiganya tidak habis-habis membanjiri pipinya.

Aksara menghampiri Indri yang sedang menangis "maaf tante"

Indri tersenyum "kamu ga salah"

"tapi papah saya, tan. Dia udah jahat sama kalian"

"terima kasih sudah peduli sama saya dan Dara"

"Dara sering cerita sama saya kalo dia pengen sekali ketemu papahnya, bahkan saya ingin membantu dia buat cari papah kandungnya yang jelas-jelas memang papah saya sendiri" ucap Aksara dengan bibir bergetar

Indri masih membungkam mulutnya, mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Aksara.

"Dara juga pernah cerita tentang tante, tentang tante yang ga pengen Dara hadir dihidup tante"
kalimat Aksara barusan membuat Indri semakin menangis menjadi-jadi.

"maaf tante, tapi diary Dara yang lebih tau isi hatinya"

"diary?" gumam Aksara, ia jadi teringat diary milik Dara. Dimana diary itu?"

Aksara bangun menghampiri Angkasa yang sedang bersandar ditembok, ia mencengkram krah seragam Angkasa "pasti lo tau kan diary Dara dimana???"

Angkasa mengangguk pelan "besok gue ambil digudang"

Aksara melepaskan cengkramannya kasar, ia menatap Angkasa tajam
"kalo waktu bisa diputar kembali  gue ga akan mempertemukan lo sama Dara! sayangnya, gue ga bisa membantah waktu"

"lo tonjok, lo tampar sepuas dan sesuka hati lo kalo emang bisa meredakan emosi lo!" ucap Angkasa merelakan pipinya agar dihabisi Aksara secepatnya

"seharusnya lo sadar, tapi sayangnya orang kaya lo ga akan pernah berubah sampai kapanpun!" Aksara menunjuk-nunjuk wajah Angkasa tajam

"gue bakal berubah dan gue minta maaf sama lo untuk selama ini" Angkasa berdiri mengikuti adiknya

Aksara menoleh kebelakang
"maaf lo ga gue butuhkan, yang gue butuh perubahan sifat lo yang udah jadi pembunuh!"

Indri hanya bisa menangis melihat perseteruan mereka yang tidak tahu kapan akan berakhirnya.

Kalimat terakhir Aksara benar-benar menusuk hati Angkasa, menyelekit dan menusuk terlalu dalam. Tapi ada benarnya juga apa yang telah dikatakan adiknya itu.

"gue bukan pembunuh! gue hanya menyakiti Dara, bukan pembunuh!"

"kalo bukan lo siapa lagi pembunuhnya?!" Aksara mendekatkan wajahnya ke Angkasa

"Nada. Nada yang menjatuhkan Dara dari atas rooftop lantai dua. Nada cinta sama gue dan dia ga rela Dara deket sama gue"

"berarti lo bodoh!! lo bodoh karena udah cinta sama perempuan pembunuh kaya dia!!!"

"gue ga pernah cinta sama Nada, asal lo tau itu!"

"sorry, kalo lo bukan pembunuh, mulai besok gue butuh perubahan sifat lo yang egois ini!" Aksara memukul dada bidang Angkasa kencang, ia pun menampilkan senyum yang melengkung dibibir manisnya.

"thanks" Angkasa memeluk tubuh Aksara kencang, Aksara pun mengelus punggung abangnya kasar.

***

Huuuhhh.... akhirnya!!!! Perseteruan kembar ini sudah selesai hanya tinggal menunggu Dara sadar dari koma guys!!!

Jangan lupa untuk terus voment aku biar semangat nulisnya💙

Post di instastory
instagram kamu bagian part mana yang kamu suka nanti akan aku repost di instastory instagram aku dan jangan lupa tag @salshasyf atau @ambareesh2020_

Angkasa dan AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang