[04]

23 1 2
                                    

Diluar cacatnya anggapan, musim dingin hampir berakhir. Dan aku masih di sini, tenggelam dalam resultan musimmu yang juga mulai luntur.

Debu kehitaman di ujung gaunku menghilang, saat ia adalah satu-satunya kesaksian atas kehangatanmu yang pernah mendekap. Pendar pada permukaan suraiku tak utuh lagi, luruhlah kepingan emasnya rembulan yang sempat diraup tanpa lelap.

Semalam aku terjaga, lantaran telingaku merindu pada paduan nada yang biasa terlantun dari supresi jemarimu di atas hitam putih pada piano di ujung ruangan.

Dalam stoples kaca bening di dapur, kudapan buatanmu yang semanis gulali, berikut remahannya yang biasa tertinggal di ujung bibir kini tak bersisa.

Dulu, saat aku membuka jendela di penghujung senja, semerbak campuran anggur, bunga dengan nama yang tak aku tahu, dan sekelumit kayu ek menggelitik indra penciuman. Dan aku akan tertawa, tersenyum lebar dan tak henti bersenandung. Jika aku mencium sintesis aroma itu sekarang, aku hanya akan terduduk tak bertenaga, mencoba membuta bahwa semua tinggalan yang di beri musim milikmu-satu yang hanya datang sekali dalam kelanjutan napasku-kini semakin jauh terbang menembus ingatan dan realita.

Tidak ada yang namanya penawar, kecuali melupakan perian paling kirana yang pernah ada.

Idée FixeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang