2

250 1 1
                                    

DDRRRTTT... DDRRRTT...

Bunyi ponsel yang terus menerus bergetar, seketika membangunkannya dari mimpi indah. Matanya yang masih berat, berusaha mencari sumber suara hanya sekedar untuk menghentikan getaran yang mengganggu. Dilihatnya sejenak layar ponsel, nama yang tidak asing mencoba menghubunginya.

"Wooy kebo, bangun!! Gue udah di depan pintu kosan lu nih!" Teriak suara perempuan dari seberang ponsel.

Malik tersontak kaget. Dia pun buru-buru bangkit dan bergegas keluar.

Dengan spontan, dibukanya pintu dan dia melihat sesosok perempuan yang tidak asing langsung memeluknya sambil menangis.

"Lo kenapa fa?" tanya Malik heran. Dia perlahan melepaskan pelukan.

Dipandanginya sosok yang rapuh di hadapannya. Perempuan berhijab hitam dengan kaos putih panjang yang slim fit, celana jeans ketat dan tak lupa tas kecil di punggungnya, menunduk lesu sambil terisak.

Malik yang bingung, masih memandangi sahabatnya. Dipandangnya payudara besar yang menonjol di hadapannya, garis bra berwarna hitam yang menerawang di kaosnya yang putih, semakin membuat Malik tidak fokus menghadapi apa yang terjadi sebenarnya.

Seolah tersadar, Ulfa baru memperhatikan dengan jelas siapa yang tadi dia peluk. Sosok pria kurus bertelanjang dada, dengan hanya memakai boxer. Pandangannya pun mengarah ke sebuah tonjolan sangat besar dalam boxer yang menggantung seolah mau jatuh.

"Ih, kenapa lo mesti telanjang begitu sih!!?" dengan cepat Ulfa memukul dada Malik yang kurus namun masih berisi.

"Aduuh!" ujar Malik kaget. "Lagian lo kenapa juga tiba-tiba bertamu pagi-pagi di kosan gue? Maen peluk-peluk aja lagi. Huh!"

"Gue habis putus sama Andi."

Malik terdiam sesaat. "Yaudah masuk dulu yuk." 

Malik mempersilakan Ulfa masuk ke kamar kostannya agar dia bisa menceritakan masalahnya dengan bebas. Kamar kost yang disewa Malik merupakan kost-kostan campur, bebas mau dimasuki siapa saja asal tidak mengganggu ketertiban.

"Jadi gimana, ada masalah apa?" ujar Malik sembari memberikan secangkir teh hangat untuk Ulfa.

"Gue juga bingung Lik, mesti cerita ke siapa. Makanya gue langsung kesini." jawab Ulfa, sambil sesekali meminum tehnya. "Maaf ya gue udah ngerepotin lo pagi-pagi sampe dibikinin teh anget segala."

"Gapapa, kayak sama siapa aja sih lo. Pintu kosan gue selalu terbuka buat lo kok." ujar Malik sambil tertawa dan berusaha membuat sahabatnya tersenyum.

"Makasih ya Lik. Sumpah gue lagi depress banget, semalem tiba-tiba Andi ngajak gue ketemuan dan bilang putus. Padahal gue fine-fine aja sama dia gak ada masalah apa-apa."

"Alasan dia?"

"Dengan entengnya dia bilang, dia udah bosen. Udah gitu aja." Air mata Ulfa kembali tumpah, tidak kuat menahan sedih dan kecewanya dia saat ini.

"Yaudah cowok gak cuma dia kan. Lagian lu napa lebay banget sih. Masih banyak ikan di laut, inget."

"Gak segampang itu Lik. Lu tau kan gue sama dia udah segimana deketnya. Kenapa sih, gak ada yang ngerti sedikitpun gitu!"

Ulfa seketika meluapkan emosinya. Malik dengan refleks langsung memeluk sahabatnya itu, berusaha menenangkannya. Malik yang saat itu sudah pakai kaos merasakan kucuran air mata Ulfa merembes membasahi kaosnya.

"Tenangin diri lo. Ada gue yang selalu siap sedia buat lo, Fa."

"Makasih Lik. Lo emang sahabat terbaik gue."

Mereka saling bertatapan dalam hening, sampai Ulfa mengucapkan sesuatu yang membuat Malik agak sedikit kaget.

"Gue boleh cium bibir lo, Lik?"

"Eh, a.. apa?" Malik sontak tergagap menanggapi permintaan Ulfa.

Bibir yang manis itu mendarat di bibir Malik tanpa aba-aba. Malik pun membalas ciumannya tanpa komando, menahan agar ciuman itu jangan cepat pergi. Ulfa yang awalnya ingin memegang kendali justru kini menikmati permainan bibir Malik, sampai akhirnya Ulfa menarik diri.

"Maaf Lik, gue cuma pengen hati gue tenang."

"Maaf juga, Fa. Gue juga kebawa suasana." 

Keduanya sama-sama merasa bersalah. Tidak seharusnya kedua insan yang bersahabat berbuat seperti ini.

"Gue balik dulu ya Lik. Thanks loh, berkat lo gue yaa lumayan lah baikan." Senyum Ulfa akhir terlihat lepas.

"Sama-sama Fa, kalo ada apa-apa gue selalu ada buat lo." Jawab Malik, lega melihat sahabatnya sudah tersenyum lepas.

"Eh iya, ciuman lo jago juga. Belajar darimana?"

"Hah? masa sih? eee... gak kok."

Melihat ekspresi Malik yang kaku Ulfa tertawa geli. "Gapapa kali, udah pada dewasa juga. Jangan sok polos deh! Eh iya, makasih ya yang tadi. Lo berhasil bikin gue tenang."

"Eh iya Fa, jadi malu kan lo gue njiirr.. Yaudah sono balik, dicariin emak lo tuh!"

Mereka tertawa lepas dan sama-sama lega. Ulfa lega akhirnya dia merasakan ketenangan setelah dia sempat tidak bisa mengontrol emosinya dan Malik pun lega bisa membantu sahabatnya tersenyum kembali.

***


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suatu Hari Di BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang