Enam

142 17 46
                                    

Yeorin.

"Sialan!"

Kutukan itu mengagetkanku. Aku menengadah dan menatap Seonjoo dengan bingung lewat cermin.

"Kenapa?"

"Karena berpenampilan seperti itu." Seonjoo mengibaskan tangannya ke arah bayangan di cermin.

Kami berada di kamar tidur rumah Seonjoo. Aku, semoga untuk terakhir kalinya, sedang mencoba gaun bridesmaid yang akan ku kenakan pada pernikahannya.

"Tak ada orang yang akan melihatku kalau kau berdiri di sampingku."

"Jangan konyol."

"Seharusnya kepalaku diperiksa karena memilih warna peach-gold itu untuk gaunmu." Seonjoo duduk di pinggir tempat tidur. "Ingat sundae peach segar dan menggiurkan yang sering kita buat dulu? Seperti itulah kau terlihat."

"Peach dan krim?" aku tertawa mengejek. "Yang benar saja, Joo. Kau bisa menemukan hal yang lebih baik daripada kata-kata klise seperti itu."

"Klise atau tidak, kau kelihatan luar biasa cantik. Gaun itu sempurna sekali, sialan. Tolong lepaskan."

Aku membuka ritsleting gaun sutra itu dan meluncurkannya melewati pinggang, melangkah keluar dengan hati-hati.

"Kalau dipikir-pikir lagi," erang Seonjoo, "Pakai lagi saja. Melihat tubuhmu yang seperti tubuh model itu mengingatkanku bahwa aku sudah punya dua anak dan kebanyakan sundae peach yang lezat."

Aku menggantung kembali gaun itu pada gantungannya yang berbantalan dan memasukkan gaun itu kembali ke kantong plastiknya.

Aku menggerakkan tubuh, menanggalkan gaun dalam yang didesain untuk dijadikan pelapis gaun bridesmaid yang tipis itu dan, berdiri santai hanya mengenakan celana dalam, meraih celana dan atasan kasual yang ku pakai untuk acara fitting baju di rumah Seonjoo ini.

"Kau terdengar melankolis hari ini. Kegugupan sebelum pernikahan?"

"Kurasa begitu."

Ketika sudah berpakaian, aku duduk di tempat tidur di samping sahabatku dan meraih tangan Seonjoo.

"Ada apa, Joo?"

Seonjoo tersenyum malu.

"Aku tidak bisa membodohi diri, Yeorin. Lima tahun pernikahanku dengan Jinwoo sangat berdampak bagiku, bukan hanya secara emosional, tapi juga fisik." Air mata menggenangi mata Seonjoo. "Aku wanita gemuk dan kendor yang berantakan. Bagaimana kalau Seokjin tidak menyukaiku?"

"Oh, Joo-ya!" aku memeluk sahabatku erat-erat. "Kau bersikap konyol. Seokjin mencintaimu. Dan kau tidak gemuk."

"Aku tahu." Seonjoo, tampak malu-malu, melepaskan pelukanku. "Kami pernah tidur bersama. Kali ini aku ingin memastikan hal itu. Tubuh Jinwoo yang indah cuma buat dipamerkan. Dia payah di tempat tidur."

Seonjoo menyusuri pinggiran seprai dengan kuku jarinya. "Tapi ketika Seokjin dan aku bersama, suasananya gelap dan romantis. Aku memastikan dia tidak melihat terlalu banyak. Tapi aku cemas membayangkan saat kami hidup bersama, ketika semua lampu menyala dan dia melihat betapa kendornya payudaraku, betapa bergelambir dan penuh selulit-"

"Astaga!" aku meraih pundak Seonjoo dengan kedua tangan. "Kau tidak pernah memiliki citra diri yang begitu menyedihkan. Kenapa sekarang?"

Aku menatap tajam sahabatku. "Sebenarnya bukan itu, kan?"

"Kau terlalu mengenalku," gerutu Seonjoo.

"Ayo, ceritakan."

"Mungkin aku ragu."

Kim Yeorin ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang