Sembilan

169 18 26
                                    

Yeorin.

Aku langsung berhenti memberontak, "Kenapa kau pikir aku akan memberitahumu?"

Jimin mendekatkan wajah ke arahku hingga berjarak beberapa sentimeter saja.

"Karena baik kau mau mengakuinya atau tidak, Yeorin, ada sesuatu di sini,"

"Sesuatu?"

"Sesuatu di antara kita."

Aku tertawa mengejek.

"Taruhanmu. Kalau itu memang ada."

"Lebih daripada itu."

"Hanya itu yang ada di antara kita."

"Tidak," tukas Jimin lembut. "Sejak aku memelukmu untuk berdansa, kita saling menguarkan aliran listrik. Kau mungkin tidak mau mengakuinya. Kau mungkin tidak menyukainya. Tapi kau jelas tidak bisa menyangkalnya."

Daguku yang terangkat keras kepala mengatakan sebaliknya.

"Kenapa kau tidak mau berhenti menggangguku?"

"Karena, sialan, aku menginginkanmu. Di ranjang."

Ucapan Jimin yang blak-blakan membuatku terdiam, tapi tidak lama, "Kau tidak pernah kehilangan kata-kata, ya?"

"Tidak pernah. Begitu juga kau, kecuali kalau topik tentang pernikahanmu diungkit-ungkit. Saat itu kau akan diam seribu bahasa. Kenapa?"

"Bukan urusanmu."

"Ya, itu urusanku."

"Apa hakmu?"

Mendadak Jimin meraih tanganku dan menyentaknya ke depan, menekankan tanganku ke ritsleting celana jinsnya.

"Itu yang memberiku hak. Sebagai kekasihmu berikutnya, aku berhak tahu apa yang kau pikirkan."

Aku menarik tanganku dan menggesekkan telapak seolah tanganku baru saja terbakar, Jimin memanfaatkan keterkejutanku.

"Kenapa kau bersandiwara seperti wanita manis waktu Jihoon masuk?"

"Sandiwara apa?" tanyaku.

"Yeorin, Vivien Leigh pun kalah jauh dibanding dirimu."

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Kalau begitu biar kuperjelas. Mengedip-ngedipkan bulu mata. Senyum palsu. Perbendaharaan kata konyol. 'Aku memujanya.'" Jimin membuat gerakan tak sabar. "Dari mana semua omong kosong itu muncul? Apakah Jihoon memang mengharapkan tindakan berlebihan macam itu darimu? Pantas saja hubunganmu dengannya hancur berantakan."

Kata-kata Jimin menusuk. Tapi daripada membahas topik yang bisa jadi takkan ku menangkan, aku menyerang dari sudut lain.

"Hubungan! Sungguh lucu mendengarmu mengucapkannya. Memangnya apa yang kau tahu tentang hubungan? Dari apa yang kudengar, hubungan yang kau punyai dengan lawan jenis nyaris tidak bertahan lebih dari semalam, kalau sampai sejauh itu."

"Kita sedang berbicara tentang kau, Yeorin bukan tentangku."

"Kau yang sedang berbicara tentangku."

"Pernikahanmulah yang dibatalkan."

"Ya, setidaknya aku pernah melangkah sejauh itu!" teriakku.

"Aku melangkah lebih jauh!" Jimin balas berteriak, "Aku menikah!"

Dalam sekejap, Jimin membeku. Lalu dia buru-buru membalikkan badan, memunggungiku. Aku memperhatikan jemari Jimin menyisir rambutnya dengan tak sabar sambil mengumpat pelan.

Jantungku seolah berhenti berdetak. "Kau sudah menikah?"

"Bercerai."

"Kapan?"

Kim Yeorin ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang