Tepi Jalan Malioboro

1.5K 119 37
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Seperti biasa diakhir pekan aku melakukan hal rutin berjalan sendiri menikmati indahnya kota Yogyakarta. Salah satu tempat yang paling sering kudatangi yaitu Jalan Malioboro, salah satu icon kota Yogyakarta. Kata orang tidak sah ke Jogja kalau belum pernah melihat Malioboro atau Titik Nol Km yang merupakan tempat dimulainya segala kisah tentang Jogja. Di persimpangan ini kita bisa melihat jogja secara utuh. Jogja yang semrawut namun syahdu, Jogja yang modern namun tetap mempertahankan lokalitas. Jogja yang mencipta kelu juga rindu.

Goresan cahaya yang terpancar dari bangunan megah bergaya Eropa lama yang terletak dipersimpangan Jl.Ahmad Dahlan Yogyakarta kala senja. Bangunan tersebut masih klasik meskipun telah mengalami revitalisasi, tetapi sama sekali tak menghilangkan sejarah yang tersimpan dari bangunan yang menjadi icon kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Di sekitarnya juga tampak bangunan kuno lainnya yang membuat kita seperti berada di Eropa beberapa tahun silam. Berada tepat di jantung kota Jogja, kawasan ini selalu ramai dilewati orang setiap harinya. Mulai subuh, pagi, siang, malam, hingga dini hari. Titik Nol Kilometer adalah denyut nadi Jogja.

Kedatanganku kali ini lebih cepat dari biasanya. Tepat jam 13.00 WIB aku sudah tiba di Malioboro, masih banyak waktu yang tersisa hingga waktu senja tiba. Aku memutuskan berjalan-jalan menikmati hiruk pikuk kota ini. Dari Malioboro ke arah selatan hingga menemukan perempatan tepat di depan gedung Kantor Pos Besar, kita akan menjumpai Monumen Serangan 1 Maret yang saat ini kerap digunakan sebagai tempat pergelaran seni dan budaya.

Konon sejarahnya monumen ini dibangun untuk memperingati serangan tentara Indonesia terhadap Belanda pada tanggal 1 Maret 1949. Ketika itu Negara Indoneia telah dianggap lumpuh dan tidak ada oleh belanda. Untuk membuktikan bahwa Negara Indonesia masih ada maka dilakukan serangan besar-besaran. Serangan ini dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipimpin oleh Letnan kolonel Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III. Di belakang Monumen serangan Umum 1 Maret terdapat Museum Benteng Vredenburg yang berdiri dengan gagah.

Selain dikelilingi bangunan indis yang megah, dikawasan Titik Nol Kilometer juga terdapat area hijau dengan pepohonan yang rindang serta bangku-bangku taman yang unik. Aneka instalasi seni yang dipasang di kawasan Titik Nol Kilometer ini menjadikan suasana semakin semarak. Saat senja menjelang, kawasan ini akan dipenuhi oleh muda-mudi dan warga yang menikmati suasana Jogja.

Pemusik dan penyanyi jalanan siap menghibur tatkala malam tiba. Sembari bersantai, pengunjung bisa menikmati aneka penganan yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Tak jarang juga muda-mudi yang berkunjung kesini tidak mengabadikan gambarnya sebab hampir semua sudut Titik Nol Kilometer Yogyakarta eksotik untuk dipotret.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.25 WIB waktu shalat ashar akan segera berlalu. Kulangkahkan kaki menuju Pasar Bringharjo sebab selama di Jogja mushollah satu-satunya yang kuketahui hanyalah mushollah yang ada di pasar Bringharjo itupun masih belum bisa mengingat mushollanya tepat dilantai berapa jadi kalau mau sholat harus memakan waktu.

Setiap kali jalan ke Malioboro memang selalu mampu menyihirku dengan pesona keindahannya hingga membuatku lupa waktu seperti yang terjadi saat ini. Kutatap jam di ponselku jam menunjukkan pukul 16.35 butuh lebih dari sepuluh menit untuk menemukan mushollahya. Segera kuambil air wudhu dan bersiap untuk sholat tiba-tiba seorang lelaki dengan setelan baju kemeja berwarna biru dongker dan celana jins warna hitam datang menghampiriku.

"Mba mau sholat ashar juga?" tanyanya sembari mengusap sisa air wudhu yang menjatuhi matanya. Kalau kata gadis abg pemandangan seperti ini adalah salah satu keajaiban dunia, moment seorang lelaki terlihat sangat tampan dari biasanya dimata wanita adalah ketika selesai wudhu. Melihat air yang menetes dari ujung rambutnya membasahi wajahnya membuat siapapun wanita yang melihat akan terpesona.

Seberkas Luka di Yogyakarta (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang