20. Bertahan

3.7K 342 10
                                    

Cameron's P.O.V

13.00 A.M, Los Angeles

Satu persatu anak tangga ku lalui dengan cepat. Aku harus menemuinya dan berusaha untuk menjelaskan semuanya. Biarlah nanti hukuman apa yang akan ku dapatkan ketika Dakota tahu segalanya. Yang penting kesalah pahaman ini harus dibenarkan. Semalam Dakota mabuk berat dan aaku yakin ia sendiri tak menyadari apa yang ia ucapkan. Siang ini aku akan menemuinya di tempat kerjanya. Semoga ia mau mendengarkan penjelasanku.

Tanganku menarik gagang pintu lemari pendingin. Mataku menyisir minuman yang ada. Sebotol jus jeruk yang terlihat menggiurkan ku raih.

"Mau kemana kau?" Nash yang baru saja keluar dari kamarnya menatap penampilanku penuh selidik.

"Mau ke kafe," jawabku enteng. Meneguk jus jeruk sekedar menyegarkan tenggorokanku.

Dahi lelaki itu berkerut. "Jangan bilang kau ingin bertemu Dakota."

"Memangnya mau apa lagi?"

"Kau ingin membicarakan itu?" Aku mengangguk cepat. Memang aku sudah menceritakan semuanya kepada Nash sedetail mungkin. Helaan nafas itu terdengar dari Nash. "Aku tak yakin jika ia akan mendengarkannya. Mengembalikan kepercayaan orang itu tak semudah yang kau bayangkan. Mengapa tak kau berikan dia sedikit waktu untuk menenangkan diri. Kita bisa kerja sama dengan Elle untuk memantaunya."

Menurutku ucapan Nash ada benarnya juga. Tapi aku tak ingin menunggu terlalu lama lagi. Aku tak ingin terus-terusan seperti ini.

"Dengar, semalam Dakota mabuk berat. Ia bahkan mungkin tak sadar apa yang ku ucapkan. Aku ingin menemuinya sekarang dan kau tak bisa menghalangiku."

Helaan nafas seakan menjadi pertanda jika Nash menyerah membujukku. "Terserahlah. Aku sebagai sahabatmu hanya bisa mendukung apapun pilihanmu."

"Trims, mate. Aku pergi dulu ya!"

Baru beberapa langkah aku meninggalkan dapur, Nash menahanku. "Cam, aku ikut ya? Aku malas di sini."

"Elle kemana memang?"

Nash mencibir pelan. "Dia sibuk syuting, Bodoh."

.

Teriknya matahari seakan membakar seluruh tubuhku. Peluh sudah memenuhi keningku. Andai saja aku tadi membawa jus jeruk dingin itu.

Tanpa memperdulikan penampilanku lagi, aku terus berjalan. Di dalam hati tak henti aku mengucapkan do'a agar Dakota mau mendengarkanku.

Nash membuntutiku di belakang. Sesekali ia tertawa dengan lawan bicaranya di ponselnya.

Gedung tempat bekerja Dakota sudah terlihat. Hanya tinggal beberapa langkah lagi. Seseorang terlihat keluar dari kafe dengan terburu-buru.

Bruk!

Lelaki yang baru saja keluar dari kafe itu menubrukku. Tubuhku terhantam jalanan yang panas akibat terik matahari. Aku berdecak kesal. Bagaimana tidak? Lelaki idiot itu langsung kabur begitu saja. Orang-orang makin tidak peduli saja sesama mahluk hidup.

Aku menyambut uluran tangan Nash. "Kau tak apa?"

"Tentu saja tidak, duh!" Jawabku sewot. Nash hanya menggelengkan kepalanya. Sesungguhnya perasaanku benar-benar tidak enak sekarang. Sesuatu dalam diriku seakan mendorongku bergegas ke kafe. Dan aku melakukannya. Aku berlari kecil dan meninggalkan Nash di belakang.

Kacau. Satu kata yang menyimpulkan keadaan kafe ketika aku melangkah masuk. Orang-orang berteriak panik dan berhambur keluar. Aku melawan arus, masuk ke dalam kafe. Mataku dengan jeli menatap ke arah kerumunan, berharap menemukan Dakota di antara mereka. Jantungku berpacu sangat cepat.

Falling | c.d ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang