Apa Artinya Bebas

1.4K 158 47
                                    

Luffy merengut kesal. Makanan yang sedari tadi Ia tunggu dikunyahnya dengan kasar. Mata coklatnya menatap tajam bacon dan telur mata sapi di hadapannya. Pipinya yang tembam penuh makanan merah semerah jus stroberi yang diberikan oleh Makino untuknya.

Di sebelahnya, Shanks menggerutu sembari meminum birnya. Manik hitamnya tajam, menatap lurus ke deretan botol alkohol di rak di belakang meja bar. Seolah botol-botol itu telah membunuh orang tersayangnya.

Sedangkan di antara mereka tampak Makino yang hanya tersenyum kecil. Irisnya menatap kedua orang di hadapannya. Dengan sebuah helaan nafas sang pemilik bar menaruh sebotol bir baru di sisi Shanks dan mendekati Luffy.

Tangannya terulur hingga jari-jari lentiknya menyentuh rambut halus sang bocah. Ia mengelus pelan rambut hitam itu, hingga Luffy tidak membunuh makanannya (meski nantinya makanan itu sudah mati, dan akan hilang di perut kecil Luffy).

Manik coklat sang bocah menjadi cerah lagi. Kepalanya dimiringkan, mendekatkan dirinya ke arah sang pemilik bar. Sebuah senyum manis terukir di wajah mungilnya, warna merah di pipinya pun kini hanya semburat merah muda.

Dengan kikikan kecil Makino mengelus pipi tembam sang bocah dan sedikit mencubitnya. "Oh Luffy, jangan cemberut seperti itu dong. Mana senyumanmu? Ayo kasih Makino nee-chan mu ini senyuman manis itu."

Senyum kecil itu kemudian mengembang, hingga menampakkan deretan gigi kecil putih. Wajah sang bocah bersinar bak cahaya mentari yang masuk dari jendela dan celah pintu bar. Semua orang yang melihatnya tersentuh hatinya, tak terkecuali sang pria berambut merah yang sedikit menoleh ke belakang ketika mendengar suara merdu sang gadis berambut hijau.

Senyum sang gadis berubah jadi tawa. Manik coklatnya berkilat senang.

"Nah gitu dong. Luffy kan jadi makin manis~"

Semburat merah muda itu kembali menjadi merah terang, bibirnya dikerucutkan, "Makino nee-chan! Aku tidak manis,  aku itu ganteng!"

"Hahaha,  iya iya,  Luffy ganteng kok. Tapi di mataku kamu itu manis."

"Humph. Kalau Makino nee-chan bilang begitu, berarti aku memang manis!" tangan kecilnya terangkat, menunjuk ke arah sang gadis. Wajahnya tampak semakin memerah, namun suaranya tak menandakan dia malu sama sekali.

Makino balas tertawa. Dengan sapu tangan yang Ia ambil dari kantung celemeknya, Ia mengelap pipi tembam sang bocah yang penuh minyak, "Luffy memang imut~ aku yakin kamu akan terus imut Luffy."

"Heeee! Luffy tidak mau imut terus! Luffy mau tumbuh kuat dan besar!" jawab sang bocah dengan tangan yang dibentangkan lebar, untuk menunjukkan seberapa besar Ia akan tumbuh, meski karena lengannya yang kecil tak menunjukkan bentuk yang mengagumkan.

"Jadi seperti kakekmu?"

"Hah? Enggak mau! Aku nggak mau tumbuh seperti kakek!"

Seluruh tubuh sang bocah bergoyang ketika Ia menggelengkan kepalanya dengan kuat. Melihat reaksi sang bocah semua orang tak sanggup menahan tawa. Meskipun mereka semua (kecuali Makino) merasa penasaran akan siapa sosok sang kakek yang disebut.

Di sisi lain, Shanks memperhatikan keduanya, terutama pada sosok sang gadis, dengan senyum kecil dari balik gelas bir nya. Di sampingnya, sang pria tinggi melihat tatapan sang kapten, dia meliriknya dengan senyum penuh tahu di wajahnya.

Kembali ke dua "Ibu-anak", Makino terus menggoda Luffy yang kini menggembungkan pipinya.

"Loh, bukankah kakekmu itu kuat dan besar? Tentunya kamu mau seperti kakekmu bukan Luffy?"

"Nggak mau! Pokoknya nggak mau kayak kakek! Kakek memang kuat, tapi dia jelek! Aku nggak mau jelek kayak kakek!"

"Hahaha, kamu ini~ kalau begitu Luffy mau jadi seperti apa kalau bukan kakekmu?"

"Uhm..."

Manik coklat Luffy memandar ke seluruh ruangan. Menangkap sosok-sosok bajak laut yang masih menikmati pesta mereka. Dilihatnya penampilan mereka. Mereka bertubuh besar, dan tampak kuat meski tak sekuat sang kakek. Namun mereka juga terlihat sedikit berantakan.

Luffy menggeleng pelan, sebelum maniknya menangkap sosok pria besar di samping Shanks. Dengan senyum semringah sang bocah menunjuk jarinya dan berteriak dengan suara yang menggebu.

"Dia! Aku mau jadi seperti Paman itu kalau sudah besar! Besar, tinggi, kuat, dan keren!"

Mendengar teriakan sang bocah semua orang menoleh dan menatap ke mana jarinya menunjuk. Tampaklah sang pria bertubuh tinggi dan besar, dengan rambut hitam yang diikat satu. Berwajah tampan dengan mata hitam tajam. Dialah Ben Beckman, sang Wakil Kapten.

Dengan mata terbelalak, sang pria menunjuk dirinya dengan penuh tanya, dan dibalas anggukan penuh semangat dari sang bocah.

Makino yang melihatnya membuka mulut kaget, sebelum kikikan geli keluar dari bibir kecilnya. Tawanya itupun disambut oleh para pengunjung yang lain, terkecuali sang pria yang dimaksud, sang bocah, dan sang kapten yang menganga kaget.

Keterkejutan berubah menjadi tawa geli, dengan senyuman kecil sang pria berjalan ke arah sang bocah dan menepuk kepalanya, "Baguslah kau memilihku, artinya kamu mau jadi pria yang pandai juga."

"Heh? Pandai juga? Jadi Paman itu pandai ya?" mata Luffy kembali berbinar. Ekspresinya disambut gelombang tawa baru, serta senyum bangga dari sang lawan bicara.

Sedangkan Shanks masih dalam keterkejutannya.

Benn masih tersenyum, namun sebelum sempat membalas, para kru saling bersahutan membalas pertanyaan sang bocah berambut hitam.

"Tentu saja! Benn adalah yang terpintar."

"Dia adalah yang terlihat diantara kita, bahkan tak ada yang bisa menandinginya!"

"Meski bajak laut, Wakil Benn adalah seorang jenius, kau tahu nak! Jangan anggap remeh Wakil Kapten kami!"

"Ya ya! Dia bahkan lebih pintar dari Kapten kami!"

"Terima kasih kepada Benn Beckman! Wakil Kapten terbaik! Berkatnya kami masih hidup sampai sekarang!"

"HAHAHAHA. Kalau tak ada dia, kami pasti sudah jadi makanan ikan!"

Sorak sorai dari para bakak laut memenuhi ruangan yang tak begitu besar itu. Pujian demi pujian dialunkan. Semakin membuat sinar di mata Luffy menjadi terang, hingga tampak seperti dua bintang.

Beni hanya menggelengkan kepala. Sudah terbiasa dengan pemandangan di hadapannya. Tinggal menunggu suara nyaring yang akan menghentikan nyanyian mereka.

"OI! APA MAKSUD KALIAN KALAU TIDAK ADA BENN KALIAN JADI MAKANAN IKAN HAH!!"

Itu dia. Amarah sang Kapten Bajak Laut Rambut Merah, Akagami no Shanks, atau lebih bisa disebut teriakan kecemburuan.

Bukannya mereda, justru gelak tawa itu kian meledak, tat kala melihat wajah tampan sang kapten kini senada dengan rambutnya. Membuat kepala sang kapten muda terlihat semakin mirip dengan tomat.

Mendengar tak ada jawaban yang diharapkan, sang kapten berambut merah menghadap ke arah biang masalah (meski bukan salahnya juga). Benn hanya menghembuskan nafas lelah, seolah sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini.

"Maksud mereka, bahwa kau meski seorang kapten kadan — bukan, sering — tidak memilik ada wibawanya. Kamu terlalu sering mabuk. Bagaimana kalau ada serangan? Bukan hanya itu, bagaimana kalau salah satu keanehan Grand Line muncul? Kau akan terlalu mabuk untuk memimpin mereka. Jadi ya wajar kalau mereka berpikir begitu."

Setiap kata yang terlontar dari bibir tipis itu semakin menambah rona merah di wajah Shanks. Bahkan kini Ia juga memanyunkan bibirnya, serupa dengan yang sebelumnya dilakukan Luffy.

"Tapi... Bukan dipungkiri meski kelemahanmu itu, kau tetap ada kapten yang baik dan sangat menyayangi kami. Jadi tentu saja kau tak akan membiarkan kita mati bodoh. Bukankah begitu, Kapten?" lanjut Beni dengan sebuah lirikan penuh arti diarahkan kepada pria yang dimaksud.

Mendengarnya seketika ekspresi Shanks berubah. Dadanya dibusungkan, senyum bangga terukir di wajahnya, manik hitam berkilat senang dan menatap ke seluruh kru nya yang tersebar di penjuru bar — tak lupa Ia mengarahkan pandangan itu pada Luffy dan Makino yang sedari tadi hanya memerhatikan. Dengan suara yang lantang dan penuh percaya diri, Shanks berkata "Tentu saja Benn. Aku sangat mencintai kalian semua. Tak akan kubiarkan kalian mati bodohnya begitu saja! Kita ini Red Haired Pirates, kalau mati tentu saja harus dengan rasa bangga! Bukankah begitu?"

Kalimat terakhirnya Ia lontarkan kepada semua kru nya. Segala cinta, kasih sayang, bangga, dan segala perasaan positif yang Ia rasakan terlukis jelas di wajahnya.

Dengan suara lantang dan senyum mengembang, serentak mereka membalas, gelas bir terangkat tinggi di udara; "AYE, KAPTEN!!!"

Tawa membahana kembali menggema. Dengan semangat baru para bajak laut memulai kembali pesta mereka. Saling bersenda gurau dengan penuh kebahagiaan. Seolah tak memiliki beban apa pun.

Tak peduli gender.



Tak peduli stigma masyarakat.



Tak peduli pendapat orang.


Tak peduli peraturan.


Tak peduli, kalau kapten mereka hanyalah seorang Beta.



Mereka terlihat bebas...



Dengan mata berbinar, Luffy melompat turun dari kursinya dan berjalan pelan ke arah Shanks yang meminum bir langsung dari botolnya.

Tangan kecilnya bergetar, menggenggam pelan celana panjang sang pria bertopi jerami. Dengan ragu-ragu ditariknya kain kasar itu, menarik perhatiannya.

Ditatapnya bocah berambut hitam halus itu. Menunggu sang bocah mengeluarkan suara. Alis matabya dinaikkan, tak mengerti akan apa yang ingin dilakukan sang bocah berbaju putih itu.

Beberapa saat tak ada suara di antara mereka. Seolah hanya ada mereka, diantara puluhan manusia yang masih menikmati pesta mereka. Manik hitam Shanks terus menatap sosok Luffy yang masih bergetar.

Dengan satu tarikan nafas, Luffy mengangkat kepalanya dan menatap lurus mata Shanks. Dengan suara mantap yang tak mencerminkan perilakunya sebelumnya, Luffy bertanya, "Bagaimana kalian bisa bahagia? Padahal dunia nggak adil. Kenapa kalian terlihat begitu bebas? Apa aku juga bisa seperti itu?"

Pandangan mata Shanks kini melembut. Ditaruhnya botol bir di genggamannya, dan menepuk kepala kecil Luffy.

"Kami bahagia karena kita bebas. Kami tidak peduli akan kata dunia, karena mereka tak bisa mengatur kami. Tentu saja semua orang bisa bebas. Tapi itu hanya kalau kamu mau berjuang untuk mendapatkannya. Kalau kau diam saja dan menerima apa saja yang diberikan pemerintah dunia dan para Marinir, tentu saja kamu nggak akan pernah merasa bebas secara seluruhnya. Kamu hanya akan merasakan kebebasan yang palsu."

Manik coklat Luffy melebar. Terpukau, baru saja mendapat jawaban yang selama ini dicarinya.






Seperti anjing yang mengira dirinya bebas, ketika sebenarnya Ia terkurung dalam kandang yang indah. Tak tahu kalau Ia tak pernah bebas.

Seperti burung yang terjebak dalam sangkar emas, namun selalu mengepak, berharap untuk meraih kebebasan yang harusnya Ia miliki.

Luffy berharap suatu hari Ia bisa menjadi burung yang bisa mengepakkan sayapnya di langit biru itu.

Luffy hanya ingin bebas...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Up and DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang