" Farah! Tetap ditempatmu. Papa belum selesai bicara " suara keras dan tegas itu mengelegar ke seluruh ruangan. Tak ada yang berani beranjak dari duduknya.
Diruangan itu Pak Johan, Bu Ratih, Anti, Farah dan si kecil Rama duduk saling berhadapan, semua menatap Farah yang kembali duduk disofa. Farah menghela napas malas saat menghadapi tatapan marah Papanya tirinya. Kemarahan Papa bermula dari nilai IPK Farah yang tidak mengalami peningkatan. Farah tidak membalas tatapan Papa, ia memilih diam dan menyembunyikan wajah dibalik geraian rambut sebahunya.
" Kamu bisa apa sih?! Contoh kakakmu ini, dia selalu mendapat nilai bagus sewaktu kuliah dan sekarang dia mendapatkan pekerjaan yang baik. Sedangkan kamu? Bisa apa kamu dengan IPK pas-pasan seperti ini?" hardik pak Johan. Farah tetap diam.
" JAWAB!!! Jangan diam saja?!" bentak pak Johan karena tidak mendapat respon dari Farah.
Ratih tersentak kaget, Rama dipangkuannya terisak pelan. Babysiter segera datang dan mengendong Rama, membawanya keluar ruangan.
" Pa, sudahlah. Farah pasti sudah berusaha dengan keras " bela Ratih. " Farah hanya butuh sedikit belajar lagi untuk memperbaiki IPK nya. Semua itu butuh waktu Pa, apalagi jurusan kimia sangat sulit dan indeks pelajarannya sangat tinggi"
Pak Johan menggeleng kesal " Terus saja kamu bela anak itu. Dasarnya bodoh, tetap saja bodoh!" desis pak Johan sambil beranjak meninggalkan ruangan itu.
Anti menatap Farah sembari mencibirnya, lalu beranjak mengikuti pak Johan. Rama yang telah berhenti menangis, masuk dan duduk disamping Farah. Walau tak mengerti, Rama dapat merasakan kesedihan kakaknya, Rama membelai lembut rambut Farah.
" Far " panggil Ratih pelan. Ia tahu bagaimana perasaan Farah sekarang, pasti dia sangat sedih.
"Udah ma, aku capek" elak Farah. Ia beranjak bangun dan meninggalkan Ratih yang masih menyesali keadaan.
Ratih terduduk lesu. Air matanya perlahan mengalir dipipi. Hatinya miris melihat keadaan Farah, ia menyesali sikapnya dulu yang kurang memperhatikan Farah. Farah tumbuh besar tampa kasih sayang kedua orangtuanya. Semenjak bercerai dari suami keduanya, Ayah Farah yang tak pernah ditemuinya karena laki-laki itu meninggalkan Ratih dan Farah yang masih dalam kandungan. Setelah Farah lahir, Ratih terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mengurusi Anti yang sakit-sakitan. Ketika Ratih memutuskan untuk menikah lagi untuk ketiga kalinya, Farah hanya diam tak menunjukkan kata setuju tak pula menolak. Ratih sudah berjanji untuk lebih memperhatikannya, tapi lagi-lagi kesibukan Ratih mengurus Rama membuatnya tak sempat memperhatikan pertumbuhan Farah. Farah kecil yang selalu mengajaknya bermain dan meminta dimanja, namun ia tak pernah mendapatkannya. Kini semuanya terlambat, Farah tak lagi minta dimanja dan diperhatikan, Farah yang telah tumbuh dewasa kini telah berubah menjadi sosok yang dingin, cuek, dan menutup diri dari orang lain. Termasuk dari Ratih, Farah menolak semua bentuk kasih sayang darinya.
♦ ♦ ♦
Farah turun dari bus dengan wajah lesu. Ia menyeret langkahnya memasuki pelataran kampus. Farah berjalan santai dengan wajah menekuk, ia mencoba mengganti suasana hatinya yang kacau balau. Ia menghirup udara pagi yang segar dan bebas, hal yang jarang didapatkannya dirumah. Didalam rumah Farah bagai berada didalam kotak sempit yang menyesakkan dan membuatnya sulit benapas.
" Wayoooo....!!!" Farah tersentak kaget. Ia buru-buru berpaling mencari asal suara.
" Far " panggil Erna, sahabat Farah. Satu-satunya orang yang mengerti Farah. Cewek itu berlari kearah Farah.
" Lo lupa update muka ya? Kusut banget" Goda Erna. Farah hanya menghela nafas malas.
Erna ikut menghela nafas karena geram. " Dalam hidup, pernah ngak sih lo berhenti menghela nafas?" Erna mendengus. Farah memamerkan deretan gigi nya dengan terpaksa, untuk membuat Erna puas.