|4|

329 65 3
                                    

Kanao menemaninya sepanjang pesta. Nezuko masih belum kembali, Kanao bilang Nezuko sedang membantu Shinobu dan meminta Kanao menyampaikan permintaan maafnya kepada [Name]. [Name] sendiri tak memusingkannya, dia memaklumi jika Nezuko pasti akan langsung ditarik sana-sini, jadi tak sempat menghubunginya.

Mereka berdua memandang pesta yang berlangsung dalam diam. Keduanya tergolong pendiam, jadi jangan harap ada percakapan lebar. Tapi entah kenapa ketika Kanao hanya menemaninya, dia merasakan nyaman. [Name] butuh seseorang saat ini, Nezuko masih sibuk dan Kanao adalah penggantinya. Mungkin sedikit terdengar jahat, tetapi itulah faktanya. Toh! Kanao sendiri tak mempermasalahkan.

[Name] menundukkan wajahnya. Dia malu sekali, karena tertangkap basah oleh Kanao dengan keadaan aneh seperti tadi. Beruntung gadis pendiam itu tak banyak bertanya dan tak mau ikut urusan, jadi [Name] bisa tenang karena Kanao tak mungkin bertingkah antusias dan menyudutkannya dengan pertanyaan.

"Ugh...." [Name] memegang perutnya. Kenapa perutnya terasa sakit? Apa ia salah makan?

[Name] menoleh ketika merasakan sebuah tangan di pundaknya. Kanao menatapnya cemas, sepertinya dia mengkhawatirkannya. [Name] berusaha tersenyum dan mengatakan 'aku baik-baik saja'. Dia tidak mau membuat Kanao cemas.

"Aku ... ke toilet sebentar," ujar [Name] cepat dan beranjak berdiri. Dia melemparkan senyum ke arah Kanao sejenak untuk meyakinkannya, kemudian berjalan cepat menuju tujuannya.

Sebenarnya dia berbohong mengenai kunjungannya ke toilet, langkah kakinya buktinya mengarah menuju pintu keluar rumah Shinobu. Tidak ada pilihan lain tadi, dia tidak mau membuat Kanao cemas atau curiga jika dia bilang dia ingin ke luar, jadi dia bilang saja ke toilet.

[Name] membuka pintu dan ia bisa merasakan hawa dingin yang membekukan tulang-tulangnya. Sebelumnya dia sudah mengambil mantel dan syalnya yang dititipkan ke kamar Kanae tadi. Ia menggosok-gosok kedua tangannya, lagi-lagi dia lupa membawa sarung tangannya.

Di luar sangat sepi, tentu saja semua orang lebih memilih di dalam rumah dengan penghangat ruangan keluarga Kochou yang menemani. Orang bodoh mana yang lebih memilih keluar di hari dingin seperti ini? Oh tentu saja ada, [Name] buktinya. Kebodohannya bahkan sudah mendarah daging, lebih parah dari Inosuke.

Pandangannya menyapu sekitar. Semua tertutup salju, akibat dari hujan salju lebat sore tadi, beberapa orang pasti masih malas membersihkan rumahnya dari tumpukan benda-benda bewarna putih tersebut. [Name] menghembuskan napasnya, membuat uap napas yang terbang menghilang.

Jujur saja, perutnya masih sakit sampai saat ini. Sebenarnya [Name] sudah tahu rasa sakitnya berasal dari mana, diapun baru menyadarinya ketika keluar dari rumah keluarga Kochou. Kalian tahu apa kebiasaan perempuan bukan? Ya, semua perempuan pasti akan kedatangan tamu setiap bulannya. Beruntung [Name] sudah jaga-jaga, sehingga ia tidak perlu repot memikirkannya.

Tapi... Perutnya masih sakit, ugh.

[Name] menendang salju di sekitar sepatu pantofel hitamnya. Dia ingin pulang, perutnya sudah sangat sakit dan dia tak bisa lagi tahan sampai pesta selesai. Mungkin jika ia berbicara pada Kanae, wanita itu akan mengerti dan memberinya obat. Tapi sekali lagi, [Name] terlalu malu dan tak ingin Kanae repot di pesta untuk adiknya.

Ugh... Sakit. Aku ingin tidur.

[Name] berjongkok dan memegang perutnya. Dia sudah tak tahan lagi, dia ingin tiduran di ranjang kesayangannya dan menikmati secangkir kopi panas. Uhh imajinasi tersebut mengambil alih pemikirannya, membuat [Name] memukul pipinya sendiri karena masih asyik mengkhayal.

Tiba-tiba sesuatu menimpa bahunya. Netranya melirik waspada, namun alih-alih apa yang ada di pikiran negatifnya, sebuah mantel bewarna merah yang didapatinya.

[Name] bungkam. Dia tahu siapa pemilik mantel itu. Tanpa disuruh, jantungnya berdegup kembali dengan kecepatan yang tak terhingga, lain dengan kedua matanya yang mengkhianati dirinya sendiri untuk mencari-cari eksistensi orang yang selama ini ingin ia temui sejak tadi.

[Name] menemukannya. Dia berdiri tak jauh darinya dan memandangnya lembut. Wajahnya masih sama, manis dan [Name] menyukainya, rambut peachnya masih tetap sama dalam ingatannya, yang paling ia rindukan adalah senyumnya dan kedua manik lavendernya. Kedua bagian itu seakan membuat jantung [Name] leleh dalam sekejap mata.

"Sabito?"

"Hai, mau kuantar kau pulang?"

Snowball Fight | sabito x reader✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang