Tepat bel berakhirnya pelajaran berbunyi. Semua murid SMA Cahya Bhakti berhamburan keluar dari kelas dengan disuguhi awan hitam yang entah kapan akan menumpahkan air hujannya ke bumi.
Sabrina, Adelia juga Gaza melakukan hal serupa seperti para murid yang lain. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kantin untuk menunggu parkiran sepi dari para murid yang ingin pulang, sesekali diselingi tawa dari ketiganya.
"Boljug tuh! Besok kita beli yok, gue pengen banget!" Seru Gaza dengan semangat.
Sabrina dan Adelia menanggapinya dengan anggukan dengan senyum manis, seakan mengiyakan ajakan Gaza ingin membeli sebuah sweater.
Hanyut dalam obrolan ringan menuju kantin. Tak terasa mereka bertiga sudah menapaki kakinya di pintu kantin. Ketiganya memilih meja dekat salah satu stand penjual makan dan minuman, masing-masing mereka memesan makanan ringan dan minuman dingin untuk menunggu parkiran sepi dari padatnya para siswa-siswi yang ingin pulang.
"Kalian tau? Tadi gue liat kak Bagas tauuu!" Suara Adelia memecah keheningan mereka yang asik dengan gawai dan Snack-nya.
keduanya menoleh kearah Adelia. Lalu Sabrina menyahut, " kak Bagas yang jelas XII itu? Yang pacarnya kak Melda?"
Ekspresi Adelia yang semula berbunga-bunga karena dapat bertemu sang pujaan hatinya, Bagas Darmawan, yang notabenenya adalah pacar sah dari Melda sagita. Menjadi cemberut karena mendengar pernyataan pahit bahwa Bagas tak lagi menyandang status jomblo.
Adelia berdecak sebal, "Gak usah diperjelas! Biarin gue membayangkan gimana kalo gue pacaran sama kak bagas," kata Adelia yang tengah membayangkan sosok Bagas jika nanti dapat bersanding dengannya.
"Halah! Berlagak jadi pacar si Bagas. Inget, pacarnya Bagas itu selebgram, bukan kaya lo yang kek Upik abu!" Ucap Gaza sembari menyentil pelan kening Adelia. Yang disentil pun hanya cemberut karena ucapan Gaza.
Sabrina hanya tersenyum tipis melihat kedua sahabatnya. Yang satu tengah jatuh cinta dengan kakak kelasnya, yang satu lagi masih menutup pintu hatinya untuk diketuk oleh seseorang.
Sabrina meng-klik tombol power pada gawai nya untuk melihat jam. Sesudah sekitar lima menit mereka berada dikantin.
"Eh, balik yok! Udah lima menitan nih kita disini, langitnya juga udah gelap banget." Ucap Sabrina kepada keduanya yang tengah saling beradu mulut.
Keduanya lalu menatap langit yang ternyata sudah begitu gelap, dan entah kapan akan menumpahkan isinya ke bumi. Ketiganya bangkit menuju parkiran mengambil motornya yang akan mengantarkan mereka menuju rumah masing-masing.
"Sab, gue sama Adel pulang dulu ya! Lo hati-hati ya!" Seru Gaza didepan gerbang SMA Cahya Bhakti. Sabrina yang memakai jaket abu-abu kesayangan itu hanya mengangguk dan tersenyum sebelum akhirnya Gaza dan Adelia memacu motornya kearah yang berlawanan dengan arah Sabrina. Sabrina lalu men-stater motonya untuk ia kendarai menuju rumahnya.
Diperjalanan menuju rumahnya, rintik air hujan menetes di punggung tangan milik Sabrina dengan tetesan yang besar. Sepertinya akan hujan deras, pikir Sabrina.
Walau Sabrina tau akan ada hujan deras yang akan mengguyur kota tempat tinggalnya, Sabrina masih memacu motornya menuju rumah. Seiring ia memacu motornya, semakin deras pula tetesan air hujan yang ia rasanya dan membuat dirinya kebahasaan.
Tak jauh darinya, halte bus terlihat dari netra coklat gelapnya. Sabrina memutuskan untuk meneduh dahulu sambil menunggu hujan yang begitu deras ini reda. Dengan menggosok-gosokan kedua tangannya agar dirinya dapat bertahan dari dinginnya air hujan.
Sabrina duduk diam sambil menatap awan yang entah kapan akan menghentikan air hujannya turun.
Bruumm... Bruumm..
Suara motor ninja 250R mendekat kearah halte bus dimana Sabrina tengah meneduh. Seorang dengan setelan anak SMA dengan Hoodie yang menutupi kemeja putih yang berlambang SMA-nya.
Dia cowok. Berjalan mendekat kearah bangku dimana Sabrina juga duduk sana, dengan Hoodie yang hampir seluruhnya basah dengan tetesan air hujan. Ia membuka helm yang menutupi wajahnya.
Sabrina menyaksikan cowok itu dalam diam. Dari membuka helmnya, menata rambut dengan jari, mengelap punggung juga telapak tangan yang basah sebab air hujan.
Cowok itu merasa ditatap oleh Sabrina, gadis dengan rambut panjang yang sudah lepek karena kebasahan air hujan. Ia lalu menoleh kearah Sabrina dan juga bertanya.
"Kamu sudah lama disini?" Tanya cowok itu.
Sabrina terbelalak, lalu hanya membalas pertanyaan cowok tadi dengan gelengan kepala, pertanda ia belum lama disini.
Cowok itu mengulurkan tangannya kearah Sabrina, "Gue Erzaldi Gerald, kamu boleh panggil Erza. Namamu?"
Sabrina tersenyum, lalu menjabat tangan Erza. "Aku Sabrina Athila, panggil saja Sabrina."
Usai perkenalan beberapa detik yang lalu, keduanya kini diselimuti keheningan ditengah derasnya hujan sore ini. Saling membisu dalam derai hujan, entah apa yang sedang mereka pikirkan.
Sabrina menoleh kearah Erza yang masih fokus pada genangan air didepannya. Sepertinya, Sabrina tak pernah melihat sosok Erza di daerah tempat tinggal dan sekolahnya.
Merasa ditatap oleh seorang disebelahnya, Erza menoleh lalu tersenyum sabit pada Sabrina. Sabrina membalas senyum itu, lalu berkata, "Aku gak pernah lihat kamu, Kamu SMA mana?"
Ia melirik lawan bicaranya, "Pake lo-gue aja ya? Agak gimana gitu?" Tanyanya yang di angguki oleh Sabrina, lalu menjawab pertanyaan Sabrina tadi. " Gue pindahan, ayah dipindahkan ke sini dan yah.. Lo liat sendiri gue murid baru di SMA Cahya Bhakti," jelasnya.
Sabrina mengangkat kedua alisnya, "Oya? Kita satu sekolahan dong, gue kelas XI-3 yang deket sama tangga."
"Wah, tetanggaan dong! Gue XI-2, kapan-kapan kantin bareng yuk, gue cuma tau letak parkiran sama kelas doang." Jawabnya dengan tersenyum manis.
Obrolan mereka berlanjut sampai tak sadar bahwa hujan sore ini sudah mulai reda. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, tapi sebelum itu mereka sempat bertukar nomor telepon.
Siapa yang bisa menyangka mereka berada dalam satu kompleks perumahan yang sama, namun hanya berbeda blok! Se-ajaib ini?
Diperjalanan, motor milik Erza memimpin lalu dibelakang terdapat Sabrina yang fokus pada jalan didepannya. Hingga sampai pada kompleks perumahan mereka, Erza meng-klakson Sabrina seolah berkata Gue duluan! Sabrina membalas klakson dari Erza dan memacu motornya kearah blok dimana rumahnya berada.
Sampailah Sabrina dirumahnya. Rumah bertingkat dengan warna biru dan putih menjadi muka dari rumah Sabrina. Sabrina lalu meletakkan motornya di garasi, dan berjalan menuju pintu yang terhubung langsung dengan ruang tengah.
"MAMA, SABRINA PULANG!" Seru Sabrina yang baru menapakkan kakinya pada ruang tengah.
"IYA, NANTI KALO LAPER KE DAPUR AJA!" balas Athiyyah–Mama Sabrina. Mendengar balasan sang mama, Ia lalu berjalan naik menuju tangga yang akan menghantarkan dirinya bertemu kamar tercinta.
Didepan pintu kamarnya, ia putar knop pintu dan melangkah masuk dengan tak lupa menutup kembali pintu kamarnya. Ia meletakkan tas dan sepatu pada tempatnya. Kemudian berjalan kearah walk in closet untuk mengambil satu setel baju dan memulai ritual mandinya. Hendak melangkah menuju kamar mandi, gawai-nya berbunyi. Sebuah pesan singkat dari WhatsApp.
0856xxxxxxxx
Gue Erza, saveback ya!****
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabrina
Teen FictionAwal kisah Sabrina dan Erza berawal dari hujan deras yang mengantarkan mereka disebuah halte di daerah mereka tinggal. Awal yang canggung, berlanjut sampai bertukar nomor telepon. Lambat-laun nyaman pun datang diantara mereka. Tak ada yang tau kapan...