Part III

2.2K 251 14
                                    

Draco mendarat di tanah lapangan setelah Potter dibawa ke Hospital Wings oleh orang-orang. Draco segera berlari menemui timnya untuk selebrasi kemenangan mereka. Akan tetapi, sebelum Draco berhasil mencapai iring-iringan tim Quidditch berserta rombongan teman seasramanya, tubuhnya mendadak kaku. Lidahnya kelu. Ia tidak bisa berteriak untuk memanggil teman-temannya yang sudah menghilang di kelokan lorong masuk kastil. Cowok itu jatuh tersungkur di rerumputan. Saraf-sarafnya lumpuh.

"Kenapa, Malfoy?"

Draco mengenali suara lembut itu. Suara lembut yang siap mencabik-cabiknya. Ada nada kesedihan di dalam suaranya yang kelam, sekelam permukaan air Danau Hitam.

Gadis itu duduk di depan wajah Draco. Mata cokelat jernihnya bertemu dengan mata abu-abu pucat lelaki tersebut. Ada jejak air mata di pipinya yang memerah. Matanya berkaca-kaca.

"Kenapa, Malfoy?" ulangnya lagi. Granger menyeka lagi bulir-bulir air mata yang sekarang keluar lagi dari bola matanya. Pertama kalinya dalam hidup Draco, ia melihat gadis Muggleborn itu menangis di hadapannya.

"Apa yang telah kau perbuat?" Ia mengontrol suaranya agar tidak tersendat. Diayunkannya tongkat sihirnya seraya menggumamkan mantra kontra kutukan sehingga Draco bisa menggerakkan sendi-sendinya lagi. Cowok itu bangkit dan mendudukan dirinya di atas tanah agar ia bisa bercakap-cakap dengan Hermione.

"Kau membuat lagu itu?" tanya Hermione Granger lagi. "Mengapa? Apa yang telah diperbuat Ron padamu?"

"Jika itu membuatmu menginterogasiku hanya karena kau peduli dengannya, lebih baik aku pergi." Draco angkat bicara. Tubuhnya tersengat oleh perasaan aneh yang tak bisa ia definisikan. Seperti campuran antara kemarahan, kecemburuan, dan kekecewaan. Jelas saja Granger tidak bercakap dengannya untuk berdamai atau membicarakan hal lain seperti apakah ya atau tidak ayahnya bergabung dengan Pelahap Maut. Granger hanya mengajaknya bicara apabila ini berkaitan dengan kedua sahabat tololnya.

"Tentu aku peduli dengannya," aku Granger. "Kau juga telah membuat Harry jatuh. Kau sengaja? Mengapa kau membenci kami bertiga yang tidak pernah mencari masalah denganmu?"

Draco ingin sekali bisa mengusap air mata gadis itu dan membenamkan wajah manisnya di lehernya agar ia merasa lebih baikan. Namun, ada selaput transparan yang terus memisahkan mereka secara fisik atau emosi. Selaput itu menghalangi mereka.

"Aku sangat membencimu, Draco. Demi Tuhan! Aku sangat membencimu."

Oh, bagus. Pengakuan lain yang terdengar jujur.

Tunggu. Apakah ia baru saja memanggilnya "Draco"?

Draco mencondongkan tubuhnya ke arah gadis itu. Hidungnya menangkap aroma musim panas dari tubuh Granger. Draco berjuang sekuat tenaga agar tidak menghirup dalam-dalam aroma Granger yang menggoda. "Ya, aku yang membuatnya. Anggap saja itu lelucon. Kenapa, Granger? Keberatan?"

Granger terdiam. Air mata masih mengalir di pipinya.

"Soal Potter. Yeah, aku tak sengaja menyenggolnya hingga ia terjatuh dari sapunya. Aku yakin Madam Hooch pun melihat hal tersebut. Buktinya ia tidak memberiku peluit pelanggaran, kan? Aku yakin seluruh penonton juga melihatnya dan mereka beranggapan sama bahwa aku tidak sengaja menyenggolnya. Apa kau percaya padaku?"

Granger mengusap air matanya dan menutup mulutnya untuk mengisak.

Draco mendecak dan mengangkat bahunya. "Tentu saja kau tidak percaya. Semua hal yang kau percayai tentangku adalah hal-hal buruk seperti menyebarkan rumor bahwa aku adalah Pelahap Maut. Kau tak pernah melihat orang lain dari sisi mereka yang lain, Granger."

Granger menangis lebih keras. Isakkannya meremukan tulang-tulang Draco dan mematahkan hatinya. Ia menenggelamkan wajahnya di antara lututnya dan mengisak.

Flying Snitch ➳ dramione (3/3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang