kupetakan jejak kala kita mengukir rasa, dalam peristiwa jatuh cinta. namun, hingga kini aku tak dapat menerka kemana perginya kata 'kita'.
nyatanya benar ya? perkara perjalanan yang melibatkan rasa memang tak ada usainya menggurat luka.
andaikata puan pemilik surai bak gemerlapnya bumantara itu menyadari, jikalau jatuh cinta tak lebih dari sebuah wahana patah hati.
ada yang singgah, ada pula yang pergi.
begini semesta, kalau disuruh merelakan. bahkan suara relungnya terdengar jelas menolak telak. kendati ia tau, selalu ada kata 'perpisahan.' dalam kisah kasmaran.
tapi, apa salahnya menanti walau memang keadaannya tak dapat dipungkiri. perihal pergi yang katanya tak mungkin kembali.
"udah sore, ta." lamunannya bagai diruntuhkan oleh suara parau kepemilikan taruna sendu bernama biru itu.
"... ayo pulang," ucapnya melirih.
namun, gadis pelita itu menolak untuk mendengar. ia memilih bangkit, dan menguntai langkah pada lorong pustaka, melenggang jarak.
sedangkan biru hanya terdiam.
ia jelas tahu, dirinya siapa.
dengan tatapan kosong, netra gadis itu mengedar tanpa arah. pada deret pustaka berdebu, sedang pikirannya terasa tak karu.
sampai dimasa dirinya menangkap serangkaian alfabet dari sebuah pustaka yang sedari dulu ingin ia baca.
ia sedikit melompat untuk meraihnya, kendati debu bertaburan dimana-mana.
sampai juga dimasa netranya mengedar ke rongga rak pustaka. ia melihat, sepasang keping coklat tua yang menatapnya juga dari seberang rak pustaka.
"jingga...?" senandikanya. lantas sepasang keping itu hilang entah kemana.
kemudian pelita berlari, untuk ke lorong yang tadinya ia pikir ada jingga disana. dan kala ia hampir sampai, hanya ada bayangan semu yang tertinggal.
lantas pandangnya beralih kebawah, melihat secarik kertas usang berukirkan tinta merangkai kata 'jingga.'
tanpa berpikir kalau petak yang ia pijak ialah tempat yang seharusnya senyap. dirinya menentang hebat, untuk mengucapkan satu nama.
"jingga!" dengan gusar ia menyeru.
"jingga, kamu disini kan?!"
"jingga, ini aku pelita!"
embun sabit hitamnya mengepul dalam kelopak mata, seraya ia yang masih melangkah ketir menelusuri lorong-lorong pustaka.
"jingga, jangan pergi dulu!"
kali ini rerintik miliknya tak dapat ditahan juga. dan kala itu, seseorang menarik raganya kedalam rengkuhan, berusaha menahan.
"jingga udah gak ada ta!" pekik biru, sedang rangkulannya masih menahan gadis itu.
"jingga udah pergi....," ucapnya kian melirih.
"enggak biru, jingga masih-"
"cukup, ta. sekarang, buka mata...," elaknya, meninggikan suara. membuat gadis itu terenyuh.
"buka mata kamu, disini ada aku..."
ia pun terisak, dalam rengkuhan sang pemuda tegap. ia benar-benar kacau, pula membiarkan dirinya melepas tangis pada rangkul yang ia dapat.
lantas sekelebat netranya melihat kearah kertas usang yang sedari tadi ia pegang.
namun tulisannya menghilang. tanpa sisa bayang.
selamat kembali bersua dengan cerita !
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu
Poesía↺ ☾ bahasa | lowercase ☽ ❝ sampai suatukala dimana kita terhanyut ombak, di sebuah pesisir perpisahan yang berujung pada daratan kehilangan. ❞ ft, na jaemin © GODDESSPARK