"Adhisti, ini jatuh dari tas lo."
Aku yang tengah memainkan game di ponselku terpaksa harus menghentikan kegiatan tersebut untuk sementara karena seseorang tiba-tiba saja menyodorkan sebuah kertas tepat ke depan wajahku.
Jantungku seperti akan copot kapan saja ketika sadar kertas apa yang ada di tangan orang itu saat ini.
Mencoba menelan kepanikanku, aku langsung merebut kertas tersebut dari tangan Sonya—si orang yang menemukan kertas sialan itu, dan segera memasukkannya ke dalam saku jaketku.
Bisa-bisanya aku ceroboh dan menjatuhkannya di sembarang tempat hingga membuat Sonya memungutnya kemudian.
"Lo baca isinya?"
"Makasih." Sonya tersenyum dengan alis terangkat, seakan menagih sesuatu dariku, "Bilang makasih dulu dong, sama gue."
Aku menelan ludahku dengan susah payah, lalu menghembuskan nafas kasar. "Sorry, gue cuman kaget. Makasih."
"No problem." ujarnya sok ramah kemudian menaruh tasnya di samping kursiku.
Oh, tidak. Aku tidak mau duduk di samping cewek borjuis ini untuk 3 sks ke depan alias untuk dua jam setengah ke depan! Apa yang dia lakukan di sini? Biasanya dia akan mengambil tempat di depan sana dan duduk percis di samping Dirga. Aku tidak kuat mencium parfum mahalnya, demi Tuhan!
"Ngomong-ngomong, apa maksudnya sama isi dari kertas itu?"
Ah, sial. Tentu saja dia akan membacanya. Dilihat-lihat juga Sonya bukan tipe orang yang bisa menjaga privasi, sehingga dia pasti dengan seenaknya membaca isi kertas—atau surat milikku.
Aku menahan nafas selama beberapa detik, mencoba mengelak dengan kapasitas otakku yang lumayan lebih pintar dari si Sonya ini, kemudian menjawab sok tenang.
"Cuman resolusi tahun ini."
"List hal-hal yang pengin lo lakuin di tahun ini maksudnya?" tanya Sonya memastikan (atau justru kelewat kepo.)
"Iya." jawabku mencoba menyudahi percakapan sialan ini yang sialnya membuat aku mual. Oh ayolah, aku tidak mau membahas tentang surat ini dengan orang random—bahkan aku tidak berencana membahasnya dengan siapapun.
"Tapi itu kok kayak surat yang lo tujukan pada seseorang, ya?"
Ternyata si cantik sialan ini masih tidak mau menghentikan ocehannya.
Aku mencoba sabar menghadapi calon pacar Dirga ini, "Iya, itu surat buat diri gue sendiri."
"Kenapa kesannya kayak surat perpisahan? Emangnya lo lagi sakit parah, terus berusaha menulis surat wasiat gitu?"
"Nggak."
"Kok kesannya kayak gitu?"
"Itu kesan yang lo kasih. Gue nggak merasa begitu." tutupku final. Kembali mengangkat ponselku dan memainkan lagi game yang tadi sempat tertunda.
"Gue baru tahu loh, Adhisti ternyata sejutek ini. Pantes Ara doang yang mau nemenin." setelah mengatakan itu Sonya bangkit dari duduknya sambil menjinjing tas tangannya, lalu berjalan menuju bangku favoritnya. Di deretan paling depan.
Aku diam-diam menghembuskan nafas lega. Setidaknya aku tidak lagi harus mencium wangi parfum mahalnya yang membuatku sakit kepala.
Sebenarnya, Sonya tidak seburuk itu. Aku hanya tidak menyukainya karena dia terlalu sempurna dalam segala hal (kecuali dalam hal akademik yang menurutku standar-standar saja atau malah di bawahku). Seperti apa yang dikatakan Ara waktu itu, Sonya bisa mendapatkan apapun yang ia inginkan dalam sekali genggam. Hampir mustahil ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Ficción General(18+) (COMPLETED) Adhisti memiliki masalah kepercayaan, dan memercayai Dirga adalah keinginan terakhirnya. 2020 © neomuhane