Argo Bromo

62 14 0
                                    

"apa maksudmu?"

"seharusnya kamu tahu, tapi kenapa masih berpura-pura tidak mengerti?"

"aku takut salah mengartikan, sebab selama tiga tahun kita berteman, baru kali ini kamu mengatakan hal seperti itu"

"maafkan aku, tapi aku harus mengatakan ini"

***

"aku telah menunggumu untuk mengatakan ini semenjak awal kita saling kenal, tapi tidak terasa masa penantian sudah berlangsung hampir tiga tahun lamanya" Sari menanggapi.

"kita bisa memulainya sekarang" Bujuk Hafiz.

Kemudian tangan hafiz berusaha meraih tangan Sari yang sedari tadi berada di atas meja lalu menggenggamnya.

"semakin lama aku menunggu, semakin kuat keyakinanku bahwa kamu tidak akan pernah mengatakan ini. Aku sudah mempersiapkan hari ini, aku sudah mempersiapkan hari perpisahan kita, aku sudah terlanjur berfikir bahwa setelah sekolah selesai, pertemanan kita juga selesai" Sari menjelaskan

"apa? Kenapa kamu berfikir begitu?" tanya hafiz penasaran. Dia tak menduga Sari akan mengatakan jawaban seperti ini.

"seseorang pernah berkata padaku, perubahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, karena sifat dari perubahan itu sendiri mutlak dan pasti terjadi. Maka kita tidak bisa menghindarinya, yang kita bisa lakukan hanyalah mempersiapkan untuk segala kemungkinan buruk dari sebuah perubahan" Jawab Sari

Sari melepas genggaman tangan Hafiz.

"tapi kenapa?, bukankah kamu menginginkannya? Kenapa kamu membohongi perasaanmu sendiri?" Hafiz bertanya dengan nada meninggi.

"aku telah salah mendefinisikan perasaan, maaf aku tidak bermaksud menyakitimu" balas Sari yang juga meninggikan suaranya

"tapi kenapa?" Hafiz coba meredam suaranya.

"ada sesuatu yang tidak kamu ketahui tentangku" Sari kembali meninggikan suaranya sambil matanya berkaca.

"sesuatu apa?" Hafiz bertanya sambil tangannya hendak mengusap pipi sari yang mulai berlinangan air mata.

Sari segera menepis tangan hafiz, kemudian berdiri sambil mengambil tasnya yang sedari tadi tergeletak di meja.

"maaf, aku tak bisa katakan ini" sari berkata dengan ekspresi penuh keterpaksaan.

Sari bergegas meninggalkan meja kantin dengan berlari

"hei, Sari tunggu!" Cegat Hafiz

Hafiz kemudian mengambil tasnya dan berdiri hendak langsung mengejar sari. Tapi sebelum sempat mengejar, hafiz menemukan secarik kertas di atas mejanya. Kertas yang sepertinya berisi sebuah catatan pendek. Diambilnya kertas itu, kemudian Hafiz berlanjut mengejar sari yang tengah berlari.

Sari terus berlari berharap tidak dikejar. Tapi Hafiz tidak menyerah untuk terus mengejarnya. Hafiz berlari di jalur trotoar yang sebenarnya sedang ramai, sehingga beberapa kali usahanya untuk mengejar terganggu. Dan juga pandangannya terhalangi oleh rombongan pejalan kaki lain. Wajar saja, sekolah baru saja bubar. Sebagian besar pejalan kaki berisi para pelajar pulang sekolah.

Sari masih berusaha berlari sekencang-kencangnya, meskipun berpakaian kebaya menghalangi langkah lebarnya. Juga sepatu high hills nya yang semakin menyulitkan kakinya menepak ke tanah. Seharusnya memang dia melepas sepatunya untuk bisa berlari lebih cepat, tetapi entah kenapa tidak sempat terfikirkan olehnya.

Jalur yang di lalui Sari berbeda dengan Hafiz, dia lebih memilih berlari melalui bahu jalan, karena trotoar sudah cukup sesak oleh banyaknya pejalan kaki.

NITYASA : The Special GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang