RUMAH
Di antara banyaknya yang mencoba singgah
Kau adalah satu-satunya yang paling betah
Memilih bertahan menetap
Meski kadang rasa bosan menyergap
Mungkin, ketika yang lain mulai memudar
Kau justru berusaha mengusir hambar
Mungkin, kau tak selalu ada
Tapi ketulusanmu nyata
Mungkin, kau sering datang pergi
Tapi sejauh apapun pergi, kau tau kemana harus kembali
Keberadaanmu mungkin tertutupi
Oleh mereka yang datang dengan banyak janji
Tapi, ketika aku sendiri
Kau berusaha ada untuk mengusir sepi
Aku muak, pada mereka yang menuai harap
Lalu hilang tanpa pernah berucap
Aku letih, dengan banyaknya kata manis namun berbisa
Dengan ujaran cinta namun menikam luka
Dengan buaian yang hanya membuat terlena
Namun semua palsu,
Aku hanya tempat singgah, untuk sejenah melepas lelah
Tapi kamu tak pernah berubah
Selalu kau anggap aku rumah
Sebagai tempat pulang...
Sebagai tempat paling indah untuk berbagi kisah
(Malang, 11 Januari 2018)
Aku dan kamu adalah sepasang yang menemui jarak sebagai penghalang. Aku tahu, rasa yang tumbuh di antara kita terlalu kuat. Hingga berkali-kali kau yakinkan aku yang sempat berkhianat. Aku yang terlalu bodoh menyiakan keberadaanmu. Beberapa kali mencari pelampiasan untuk mengisi kekosongan hati. Aku hanya butuh sosok yang selalu ada. Meski pada akhirnya mereka hanya singgah untuk sementara. Ketika aku sibuk dengan beberapa hati yang tak pasti, engkau dengan sabar masih setia menjaga hati. Aku sadar, apa yang aku lakukan mungkin saja akan menyakitimu. Apalagi aku tahu kamu di sana tak mungkin menduakanku. Aku tahu semua perihal dirimu yang mencintaiku dengan segenap-genapnya cinta, kamu yang selalu menganggap aku memiliki ketulusan yang sama sebesar yang kamu berikan. Setiap kali di sini aku menemui hati lain untuk pelarian, setiap kali itu juga aku membayangkan kamu di sana berjuang dengan penuh harapan. Aku jahat. Aku adalah orang paling jahat, dan aku benci itu. Aku enggan melepaskanmu, tapi di satu sisi akupun tak ingin merenda sepi.
Pada awalnya, aku sempat ragu pada perasaanku sendiri. Jika ini cinta, mengapa aku dengan tega mencari cinta lain untuk dicoba. Jika bukan cinta, aku sadar aku takut kehilangan kamu, aku takut kita akan usai. Meski pada akhirnya dengan caraku mencurangimu maka semakin dekat kita menemui ajal untuk rasa ini. Tidak, aku tak pernah ingin menghadirkan dia di antara kita. Aku hanya ingin mengusir sepi, dengan berbagi sedikit gundah hati. Aku ingin didengarkan karena kamu terlalu sibuk dengan banyak urusan. Aku hanya butuh teman, iyaa. Mereka yang datang dan pergi seenak hati adalah temanku dalam penantian pertemuan kita. Pada titik jenuhku, aku bahkan sempat menerka, mungkinkah rasa takut kehilanganmu hanya bentuk rasa kasihan karena engkau malaikat yang terlalu baik. Engkau bahkan hampir tak pernah marah. Kau yang selalu mengalah atas semua perdebatan kita. Kau selalu mengerti dengan keegoisan dan sifatku yang manja. Dengan semua hal yang kamu telah berikan, mana mungkin aku tega meninggalkan kisah kita, membuat kau putus asa. Mungkin, cinta ku hanya sebatas kasihan?
Hingga pada satu waktu, aku mulai mengerti. Mungkin, kamu tak pernah menjanjikan apapun padaku. Kamu mungkin jauh di sana, ketika aku sakit, kamu hanya bisa menyemangati dan mengingatkan aku ini itu, ketika aku sepi, mungkin yang bisa kamu lakukan hanya menghibur melalui panggilan video. Jarak kita membuat ruang gerakmu terlalu sempit untuk memberi apa yang aku butuhkan. Tapi meski demikian, kau tak pernah pergi, tak pernah bosan memberi arti. Kamu yang jauh, selalu tau tempat kembali. Bagimu, aku adalah tujuan akhir, bahagiaku adalah hal terakhir yang tak bisa ditawar, mencintaiku adalah tentang berusaha selalu ada setiap aku merana. Menjadi satu-satunya yang mendengarkan, saat yang lain pura-pura tuli. Menjadi pencipta tawa ketika yang lain hanya bisa menggores luka. Kamu selalu menjadi tujuan akhirku, kala sudah lelah dengan janji-janji palsu. Kamu selalu aku cari, setiap hati ini terlalu muak dengan mereka yang hanya datang lalu pergi. Di titik ini, aku sungguh merasa sakit sesakit-sakitnya. Aku sadar, cintamu tulus, tak tergantikan. Tapi lihat apa yang aku beri sebagai balasan. Dan itu membuat sesak. Aku jahat.
Kini aku tahu, bukan karena kasihan aku tetap mempertahankan kamu. Mungkin kau tidak seperti yang aku inginkan, tapi kamu lebih dari apa yang aku butuhkan. Kini aku akan mulai belajar menjaga apa yang seharusnya aku jaga. Lentera kecil yang tak terlalu menerangi, namun cukup untuk kita saling berbagi dan mengasihi. Cahaya yang dulu kamu jaga sendirian agar tetap menyala, sementara aku berjalan meninggalkan mu mencari titik mentari semu dalam kegelapan. Pada akhirnya, aku sekarang kembali padamu, bersama kita akan menjaga ini sampai di ujung jalan. Saat kita menemui cahaya nyata yang lebih terang dalam keabadian. Maafkan aku yang sempat meragukan kita. Membiarkanmu menuai harap mati-matian tanpa aku ikut serta. Kini aku tahu, ada yang singgah berkali-kali. Namun secepat ia jatuh hati, ia juga akan cepat mematahkan hati. Kau datang dengan satu janji, untuk selalu ingat tempat kembali. Sejauh apapun kau dari sisi, rumahmu ada di sini.
YOU ARE READING
24 Purnama
PoetryAjari aku mengeja aksara demi aksara yang kau tulis tentang kita Bagaimana memulai langkah di antara napak tilas yang ku tinggalkan Aku buta dari segala cara yang memulihkan ingatanku Aku lupa tentang tawa dan sendu bersamamu Ajari aku tentang menem...