BAB 11 MENDEKATKAN DIRI BERSAMA KELUARGA

621 49 0
                                    


"Kakak kenapa melamun. Ada masalah."

Lola menatap adiknya dengan tatapan lembutnya, tatapan yang seolah berkata, "Aku takut. Aku belum siap mati. Aku ingin hidup."

Kemudian, air mata Lola menetes membuat Lina bingung kenapa kakaknya tiba-tiba menangis dan memeluknya.

"Kakak kenapa menangis?"

"Kakak menangis karna kakak sangat sayang kau."

Lina merenungkan perkataan Lola, Lola seolah mengisyaratkan akan kepergian seseorang di antara mereka berdua.

"Kakak menangis bukan karna sayang aku. Tapi, karna kakak sedih bahwa aku tidak punya kesempatan hidup lagi kan.. tidak ada pendonor untukku."

Lola melepas pelukannya, menatap Lina lembut. "Kau salah. Air mata ini adalah air mata kebahagiaan kakak sebab kau akan sembuh. Ada pendonor untukmu."

Lina terkejut mendengar itu, "Kakak serius. Mama belum bilang apa-apa sama aku."

"Mama belum tahu. Kakak baru tahu dari Alex."

Lina senang mendengar itu, akhirnya penantiannya untuk sembuh akan terwujud.

"Aku senang banget mendengarnya, kak."

Peluk Lina pada Lola dan saat itu, Lola kembali meneteskan air matanya. Keputusannya sudah tepat, Lola sudah mendaftarkan dirinya sebagai pendonor jantung Lina. Jika sebelumnya, Lola meminta bantuan Alex untuk mendonorkan jantungnya pada Lina. Namun, Alex selalu mengulur-ulurkan waktu karna ingin menyelamatkan keduanya tanpa ada harus berkorban.

Tapi, Lola tidak bisa menunggu lagi. dirinya merasakan waktunya semakin dekat akan di panggil Tuhan. Hingga Lola nekat pergi ke rumah sakit mendaftarkan dirinya sebagai calon pendonor dengan masih menyembunyikan identitasnya sampai operasi berhasil. Selama dua hari ini juga, Lola banyak merenung di sebabkan dirinya sedang memikirkan, hal-hal yang ingin dia lakukan sebelum waktunya tiba.

"Tapi, kalo boleh tahu. Kakak kenapa melamun sendiri di sini?" tanya Lina melepas pelukannya.

"Pengen aja, kakak udah lama gak nikmatin waktu sendirian."

"Kakak gak latihan basket."

Lola geleng kepala dan menjelaskan alasan dirinya keluar dari tim basket. Lina tidak mempersalahkan itu sebab dirinya juga senang jika kakaknya keluar. Lina jadi punya waktu bersama Lola. Dari jauh Mama mereka berdua memperhatikan mereka berdua. Mamanya yang bernama Riama, sangat senang melihat kebersamaan kedua putrinya. Riama pun ikut bergabung bersama kedua putrinya. Sudahlah, dirinya tidak menghabiskan waktu bersama karna sibuk bekerja dan juga mencari pendonor jantung Lina.

"Anak Mama di sini rupanya.."

"Mama" jawab mereka berdua.

"Mama pengen di peluk juga.." kata Riama melebarkan kedua tangannya. Lantas, Lola dan Lina memeluk Mamanya. Riama senang dapat menikmati moment ini. Dalam hati Lola, dirinya sangat berat harus cepat pergi meninggalkan orang yang di sayangin. Di saat dirinya semakin dekat dengan keluarganya. Sementara Lina, dalam hatinya, dirinya bahagia mendapatkan kesempatan untuk hidup lebih lama lagi.

Di saat mereka bertiga menikmati moment kebersamaan. Pelatih dan teman-teman satu tim basket Lola datang ke rumah Lola. Menganggu moment kebersamaan keluarga Lola. Riama terkejut akan kedatangan pelatih dan juga teman-teman sekolah Lola untuk pertama kalinya ke rumah. Hal yang sangat tidak biasa dan menimbulkan kecurigaan. Sementara Lola menatap mereka dengan malas. Kedatangan mereka tidak lebih meminta Lola kembali masuk ke tim basket lagi.

"Selamat sore, Bu."

"Sore. Ada apanya Bapak datang bersama dengan lainnya."

"Kami datang ke sini ingin meminta Lola bergabung kembali ke tim basket."

Jelas Pak Hendra memberi kebingungan pada Mamanya Lola. Sementara Lola, kesal dengan cara Pak Hendra.

"Pak.. keputusan saya udah bulat."

"Bapak mohon Lola."

"Iya, Lola. Ayo masuk ke tim lagi."

"Sebaiknya kita semua bicara di dalam. Tidak nyaman bicara di luar" kata Riama mengajak mereka semua.

Di dalam rumah, di ruang tamu, Pak Hendra menceritakan semuanya. Namun, dengan cepat juga Lola menyangkal apa yang terjadi, karna Lola tidak ingin membuat Mamanya curiga dengan dirinya sering pingsan saat latihan.

"Kau yakin dengan keputusanmu. Bukannya basket sangat melekat pada diri kau?"

"Aku yakin, Ma. Pak, saya keluar dari tim basket. Bukan berarti saya tidak akan pernah bermain basket lagi. Saya masih bermain. Namun, saya tidak akan main seperti dulu. Kalian juga, tidak perlu takut dengan kemampuan kalian."

"Baiklah, jika itu keputusanmu. Bapak bisa apa? Bapak akan melatih anggota lainnya sama seperti kau."

"Saya bisa hebat bermain basket karna Bapak yang latih. Saya yakin, tim basket kita akan menang tanpa ada saya bermain. Tim kita menang karna kerja keras Bapak dan juga teman-teman."

Kata-kata Lola barusan menyadarkan Hendra akan dirinya. Seharusnya, dirinya tidak bersikap seperti ini.

***

Pak Hendra beserta anak didiknya pulang dari rumah Lola setelah masalah mereka selesai. Pak Hendra akan bertanggung jawab penuh jika kepala sekolah masih memaksa dirinya meminta Lola masuk ke tim basket.

"Mama harap kau keluar bukan karna Mama yang tidak pernah menonton kau bertanding."

"Bukan, Ma. Lola keluar pengen nikmatin waktu Lola. Lola pengen menghabiskan waktu bersama Mama, Lina, Leo, Kakek dan Nenek. Apa itu salah?"

"Maafin, Mama. Mama pikir karna itu, sebab kau itu sangat menyukai basket sama seperti Papa kau. Mama justru senang mendengar alasan kau yang sebenarnya."

Riama memeluk Lola.

"Akhirnya.. kita punya waktu bersama.." kata Lina senang.

"Kalau begitu, kita semua akan liburan di akhir pekan."

"Hore.." teriak Lola dan Lina senang.

***

#bersambung


JANTUNG UNTUK LINA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang