Chapter 04

659 85 10
                                    

Tetap berikan dukungan untuk cerita ini meski sudah tamat ya 😁😍💜

































Suara tangisan yang terdengar sangat keras dan memilukan menggema di kamar luas bernuansa putih dan biru muda itu. Tangisan itu langsung pecah begitu saja ketika guci antik super mahal yang baru beberapa menit menjadi miliknya sudah pecah dan tidak lagi berbentuk, bahkan tidak bisa diperbaiki lagi. Begitu juga dengan alat bantu dengar yang baru saja ia berikan pada sang kekasih, sudah patah dan tidak bisa digunakan atau bahkan diperbaiki.

Pemuda Park menangis keras sampai wajahnya memerah sempurna. Ia sudah mulai batuk dan merasa kesulitan untuk bernapas, tapi ia tidak bisa menghentikan tangisannya itu.






Saat ini, ia sedang merasa sangat sedih dan hancur. Persentase kesedihannya mencapai 200 persen. Namun, dari 200 persen itu hanya 0,1 persen saja diberikan untuk pecahan guci miliknya dan hadiah pemberiannya untuk Jungkook. 199,9 persen sisa kesedihannya itu ia berikan untuk Jeon Jungkook, sang kekasih.

Ya. Ia menangis sampai seperti itu untuk pemuda tampan bernama Jeon Jungkook. Ini adalah tangisan pertamanya sejak mereka saling mengenal dan menjalin kasih hingga sekarang.
















"KAU TIDAK BOLEH MEMPERLAKUKAN AKU SEPERTI INI!" Di tengah tangisan kerasnya ia berteriak. Urat leher dan wajahnya sampai tercetak dengan jelas. Ia tidak peduli dengan napasnya yang sudah semakin sulit.

"Aku hanya tidak bisa menahannya lebih lama lagi, hyung. Aku tidak sanggup." Cairan bening mulai keluar dari mata pemuda Jeon. Ia meremas kuat dadanya yang terasa sesak.

Pemuda Park itu berlutut, bersujud, kemudian meraih kedua kaki pemuda Jeon dan menciumnya cukup lama. Jika ada orang yang melihat kondisinya saat ini, mereka pasti akan langsung merasa iba dan kasihan.

"Kau jahat …. Kau jahat, Jeon. KAU JAHAT!!!"

Jimin terbatuk keras setelah berteriak seperti itu. Ia memukul dadanya yang terasa sakit beberapa kali. Kemudian matanya yang sudah memerah menatap wajah Jungkook yang mulai sedih.

"Aku sudah tidak ingin lagi mendengarkan. Aku benci dengan suara itu. Aku benci ketika mendengar kau bukan menyebutkan namaku. Aku benci ketika mendengar suara itu saat sendirian di kamar. Rasanya seperti aku ingin mati saja."

Pemuda Park menggeleng cepat. Ia segera meraih kedua pipi sang kekasih yang sedang duduk di kursi rodanya. Kursi roda itu sudah menemani pemuda Jeon selama hampir dua tahun. Itu adalah kursi roda yang Jimin belikan di hari ulang tahunnya.

"Aku akan berhenti! Aku akan berhenti demi kau. Aku akan berhenti melakukan semua itu hanya untukmu, sayang. Kumohon!"

Tangan mungilnya ditepis dengan lembut oleh pemuda Jeon. Pria bermarga Jeon itu merasa seperti sedang digenggam dengan api, maka dari itu ia melepaskannya sebelum tangannya hangus terbakar.


"Dengarkan aku, hyung. Semua ini salahku. Aku memang tidak pernah pantas menjadi pendampingmu. Jadi, berhentilah menangis, aku tidak suka kau seperti ini, hyung."

Tangisan keras itu semakin keras. Ia kembali berlutut dan bersujud di kedua kaki pemuda Jeon.

"Tidak. Ini salahku, Jeon. Kumohon biarkan aku—"

"Aku tidak ingin, hyung."

Tegas. Tajam. Dingin. Dan menusuk. Baru kali ini Jungkook berujar dengan sangat tidak bersahabat pada sang kekasih. Mantan kekasih.

Sebuah suara dari benda tipis berbentuk persegi panjang mengalihkan perhatian pemuda Jeon. Seseorang yang ia beri nama kontak Ayah menghubungi.


"Ya, ayah. Tidak apa-apa. Masuklah." Panggilan langsung terputus. Beberapa detik kemudian seorang pria paruh baya yang masih terlihat tampan masuk ke rumah mewah milik pemuda Jeon.



"N-nak?" Pria paruh baya itu memanggil sang anak yang bermarga sama dengannya, yaitu Jeon. Namun Jimin juga ikut menoleh.

"Ayah J-Jeon …."

"Ayah, tolong bantu aku ke mobil." Pria paruh baya itu menghampiri sang anak. Jimin menatap dua pria Jeon itu dengan kebingungan.

"Kau mau pergi ke mana? Kita belum sel—"

"Aku akan pergi. Aku tidak akan pernah kembali sampai kapan pun karena aku tidak lagi berani untuk menatapmu setelah semua kesalahan yang sudah aku perbuat padamu, hyung." Air mata kembali menetes dari sosok gagah yang mulai melemah bernama Jeon Jungkook itu. Rasa bersalah sangat menyelimuti hatinya.

"Tidak. Tidak, Jeon. Aku yang salah. Kau tidak pernah melakukan kesalahan apa pun padaku. Jangan pergi. Ayo, kita mulai semuanya lagi."

Hatinya seperti sudah berubah menjadi batu. Pemuda Jeon tidak ingin peduli dengan kalimat Jimin. Ia mengabaikan perkataan sosok manis itu untuk yang pertama kalinya.



"Ayah, ayo."

"TIDAK! Ayah Jeon! Kumohon jangan bawa Jungkook pergi dariku! Kami akan menikah tidak lama lagi!!!" Teriakan keras terus keluar dari mulut yang biasanya selalu berujar lembut itu. Ia menahan kaki ayah Jungkook dengan erat. Sosok Jimin yang biasanya terlihat cantik dan anggun, kini terlihat sangat berantakan.


"M-maaf, Jimin. Ayah," jeda pria paruh baya itu. "Maksudku, paman tidak bisa membiarkan kau menikah dengan anak paman."

Tangisan si cantik kembali pecah saat Jungkook sudah dibawa keluar dari rumah itu. Jungkook meninggalkan rumah mewahnya beserta semua isinya yang sudah ia dapatkan dengan susah payah ketika ia masih bekerja sampai dua tahun yang lalu. Ia juga meninggalkan sebuah surat kepemilikan mobil, tanah dan rumah mewah yang kini sudah tertulis dengan nama Park Jimin, bukan lagi Jeon Jungkook di sana.

"Maaf. Maafkan aku, Jungkook. Kembali. KUMOHON KEMBALI!!!"


























































"Seharusnya kau bisa sedikit mengerti, Jeon."















TBC …














©daιnιғeι yυzι
—April 11, 2020—

✔ Orecchio / Ear [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang