4.4

323 40 1
                                    

Seminggu sudah berlalu sejak kejadian Baekhyun menelpon seorang pangeran sekolah.

Tapi, pagi ini ia dibuat terkejut. Faktanya, berita mengenai dirinya menelpon pangeran sekolah baru saja booming. Padahal kalau mau booming kan seharusnya minggu lalu, bukan minggu ini.

Seorang gadis dengan mata kucing berdiri menghadang Baekhyun yang lagi jalan di koridor sekolah sendirian.

"Jadi lo yang namanya Byun Baekhyun itu," tatapan matanya menelisik penampilan Baekhyun dari atas hingga ke bawah sebelum akhirnya gadis itu berdecih tak suka.

"Lo itu gak ada apa - apanya di bandingkan gua!" Katanya, membanggakan diri.

"Memangnya lo punya apa?" Kepalanya ia miringkan, tatapan mata Baekhyun polos menjurus pada si gadis bermata kucing.

Kang Seulgi. Nama yg  tertera pada name tag gadis itu.

Dalam hati Baekhyun sedang bertepuk tangan, kegirangan. Mimpi apa dia semalam, bisa bertemu dengan gadis yang di agung agungkan soal kecantikannya, yakni si nona Kang.

Ish, Seulgi mendecih lagi. "Lo ya..." Geramnya, tak suka.

Tangan lentiknya seraya menyentak tangan yang lebih lentik lagi, menariknya hingga sang pemilik tubuh mengikuti si penarik.

Seulgi menarik Baekhyun hingga ke gudang belakang sekolah. Berhubung ini masih pagi, sekolah juga masih sepi. Jadi, aman untuk Seulgi mengurusi si tikus kecil yang menjadi kotoran pada singa incarannya.

Plak!

Tangan Seulgi terayun di udara, lalu mendarat dengan mulus pada pipi Chubby Baekhyun yang kini terhempas ke kiri saking kuatnya tamparan itu.

"wa..waeyo?" Baekhyun terkejut bukan main, tangan kanannya mengelus pipi sebelah kanan yang terasa panas, bekas tamparan Seulgi.

"Lo masih berani bertanya?" Sentak Seulgi

"wae...yo?" Cicit Baekhyun lagi. Sumpah, ia tak tau apa masalahnya,

"Lo! Harus nya nyadar Baek! Lo tuh laki-laki," hardik Seulgi.

"Dada rata, muka manis, gak cocok sama seorang pangeran kayak Chanyeol!" Seulgi maju selangkah, Baekhyun mundur selangkah.

Seulgi terus nyudutin Baekhyun, sampe punggung anak itu nabrak tembok gudang.

"Lo itu gay!"

"Lo itu gak pantes sekolah disini!"

"Lo itu menjijikan!"

"Lo juga gak pantes menyukai seorang pangeran sekolah kayak Changmin sama Chanyeol!" Jari telunjuk Seulgi nunjuk nunjuk dada kiri Baekhyun.

Baekhyun terdiam, hinaan Seulgi ternyata menyadarkan Baekhyun yang selama ini bermimpi terlalu jauh.

"Gua harap lo cepat sadar, byun" kata Seulgi dengan penekanan di akhir kalimat.

Seulgi mendorong Baekhyun hingga anak itu jatuh terduduk di lantai berdebu gudang sekolah.

"Sekarang nikmati kesendirian lo dulu byun!"

Brak!

Pintu gudang tertutup, menyisakan Baekhyun yang masih terdiam dalam sekelumit pikiran tentang dirinya.

Sepuluh menit telah berlalu namun Baekhyun masih  terdiam memikirkan kata-kata Seulgi.

Benarkah dirinya tak pantas menyukai Changmin?

Benarkah dirinya menjijikan menjadi seorang gay?

Benarkah dirinya seorang gay?

Apakah benar semua yang dikatakan Seulgi?

"hiks, eomma... " Isak Baekhyun ditengah kesunyian gudang sekolah.

"ani... apakah aku salah? Jika aku menyukai seorang laki-laki?,"

"Aniya,... " teriak Baekhyun

.
.
.
🍓
.
🍓
.
🍓
.
.
.

Pagi, di hari rabu memang hal yang menyebalkan bagi beberapa siswa, termasuk Chanyeol.

Pelajaran pertama kelas Chanyeol adalah olahraga.

Mau tak mau ia dan duo kopi susu, alias Sehun dan Kai harus mengambil bola basket dari gudang olahraga bersebelahan dengan gudang sekolah mereka.

Namun, langkah ketiga siswa berbeda tinggi badan itu terhenti ketika mendengar teriakan dan suara seperti orang menangis dari dalam gudang sekolah.

"Hyung, dengar suara orang menangis gak?" Tanya Sehun. Lelaki berkulit albino itu merapatkan tubuhnya pada lelaki berkulit tan.

"Gua gak denger, lo gak lihat gua lagi pake aerphone?" Jawabnya sedikit nyolot.

"Lo ngapain sih deket-deket gua? Sono jauh-jauh," Kai atau Jongin mendorong tubuh Sehun, namun raut wajah Sehun yang ketakutan membuatnya menarik buntelan aerphone yg menyumbat telinganya.

"hiks... eomma,"  suara tangis itu menggema, berasal dari gudang sebelah.

"Lo berdua tunggu disini, gua penasaran." Chanyeol meninggalkan kedua sahabatnya, ia dengan langkah lebar mendekat ke pintu gudang yang telah usang.

"Woi... Di dalam ada orang gak?" Teriak Chanyeol seraya mengintip dari lubang kunci, tapi nihil semuanya terlihat gelap.

"Hyung... Aniya... Sunbae... To-tolong buka-kan pintunya," sahut Baekhyun. Tubuhnya bergetar hebat, ia punya trauma di tempat gelap.

Mendengar sahutan dari dalam gudang, Chanyeol segera mengambil ancang-ancang...

Satu

Dua

Tiga

brak!

Ia menendang pintu gudang sekolah. Bersyukur pintu itu sudah tua, bagi Chanyeol mendobrak pintu itu bukanlah hal yg sulit.

Ketika masuk, mata Chanyeol membulat. Ia mendapati seorang siswa terduduk sembari menangis di lantai berdebu.

"Hei... tak apa." cicit Chanyeol.

Lelaki Park itu mendekat, berusaha menenangkan lelaki mungil itu.

"hiks, gomawo sunbae... " ucapnya sambil mendongak menatap sang penolong.

"Lo!!!" Bentak Chanyeol, terkejut melihat bocah ingusan yg baru kemarin ia tau sebagai si penelpon tempo lalu.

"Huaaaaaaaaaaaa," tangis Baekhyun makin menjadi ketika Chanyeol membentaknya. "Kenapa sih hidup gua sial amat... hiks! Tadi ketemu sama penggemarnya yang jahatnya minta ampun, sekarang ketemu sama idolnya, salah Baekkie apa eommaaa," rancau Baekhyun.

"Lo jangan curhat! Mau keluar atau gua kunciin lagi?" Tanya Chanyeol.

Kepala Baekhyun menggeleng kuat. "Jangan Hyung.. aduh sunbae hiks! Huaaaaa eommaa chanyeollie jahat, baekkie gak suka!" Namja mungil itu segera bangkit, lalu berlari keluar dari gudang. Meninggalkan Chanyeol dengan tatapan mata sulit dijelaskan.

Panggilan dari Baekhyun mengingatkannya pada seorang bocah imut dan menggemaskan beberapa tahun yang lalu, sebelum ia pergi meninggalkan tanah kelahirannya.

.
.
.
.
.

Author note:

gomawo, vote, comment ya,

apa aja boleh...

The Wrong NumberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang