"Jeno?"
Pelukan erat, lumatan basah, tangan panas yang menjelajah.
Renjun terengah, menahan dada Jeno yang menekan tubuhnya. Meraih udara dengan rakus yang tadi sempat direnggut, netranya menatap Jeno dihadapan yang terlihat berantakan.
"Kita ini apa?"
Lumatan pada bibir bawah didapatkan, Renjun mengerang, mendorong tubuh besar itu untuk menjauh. Jeno terlihat buas dan tak terkendali, lelaki itu mencengkeram pinggangnya dengan erat, bernapas memburu dengan mata berkabut tajam.
"Teman."
Dan jawaban yang sama.
Tengkuknya diraih dengan cepat begitu pula belah bibirnya yang terasa kebas dan basah karena sudah sedari tadi dilumat dengan rakus.
Renjun memejamkan mata, pasrah saat kedua tangannya ditarik dan dicengkeram disisi kepalanya. Belah bibir terbuka saat lidah kasar dan panas Jeno melesak masuk; membuatnya mengerang spontan. Lidah kasar itu dengan piawai membelit lidahnya, membelai rongga mulutnya, membuat saliva mereka bercampur mengalir pada sudut bibir.
Jeno menciumnya.
Dan mereka hanya teman.
"Hmh!" Bibir bawahnya digigit dengan gemas, kedua tangan mengepal erat saat badan besar itu semakin menekan badannya pada pintu loker.
Dada Renjun sesak, bukan hanya karena ciuman ini.
Kepala Jeno bergerak kesana-kemari mencari posisi dan Renjun hanya dengan lemah mengikuti, melumat apa yang bisa dilumat, menjilat dengan acak, mencoba turut andil dalam sesi ciuman entah yang ke berapa telah terjadi.
Ah, bahkan dia tak bisa menghitungnya.
Renjun tersentak, membuka mata tiba-tiba saat merasakan sebuah tangan kasar menyusup pada bajunya, mengelus permukaan kulit perutnya dengan gamang. Tangannya mencoba menahan Jeno yang masih berfokus menciumnya dengan mata terbuka, mereka bertatapan dan tangan lelaki itu masih bergerak disana, mengusap perutnya, membuat remang yang nyata menghantam badan.
"J-jen." Tautan bibir terlepas namun itu tak membuatnya lega, sebab bibir lelaki itu kini berpindah pada lehernya, menyesap permukaan kulit disana dengan penuh nafsu.
Ini harus dihentikan.
Tangan mencengkeram kedua bahu lebar itu, mendorongnya dengan lemah, wajah terdongak dengan pandangan memburam. "Jeno, kumohon."
Berhenti.
Mereka hanya teman.
Namun Jeno seolah tuli, bergerak kasar di perpotongan lehernya dengan kedua tangan yang mengelus permukaan kulitnya, menggeram buas.
Siapapun.
"Maaf jika harus mengganggu acara making out kalian, tapi kalian berdua berdiri tepat disamping lokerku yang aku butuhkan untuk dibuka sekarang."
Akhirnya.
Jeno melepaskan diri, terengah, menatap tajam sosok pemuda disamping mereka. "Sialan, Jaemin. Kau mengganggu."
Renjun menunduk saat mengetahui siapa yang menginterupsi kegiatan mereka, sahabat lelaki dihadapannya. Badannya terasa lemas, kaki tak dapat menopang hingga merosot namun sebelum itu terjadi sebuah tangan menahannya, memeluk pinggangnya erat.
"Sorry, Jeno. Tapi aku sangat membutuhkan ponselku sekarang."
Jaemin, lelaki itu terkekeh tanpa merasa bersalah, membuka pintu loker disamping mereka dengan santai. Renjun memperhatikan dalam diam, kepalanya terkulai lemah dibahu Jeno, dia menatap Jaemin dengan malu.
Setelah mendapatkan apa yang dicari, tak lantas membuat Jaemin berbalik pergi. Lelaki itu malah menyenderkan bahunya pada loker, menyilangkan tangan dan menatap mereka dengan sebelah alis terangkat.
"Aku ragu bahwa kalian hanya teman."
Jeno terkekeh, semakin memeluk pinggang Renjun erat. "Kita teman."
Selalu sama.
"Tapi teman tidak berciuman."
Ya Jeno, teman tidak berciuman.
Renjun mencengkeram baju Jeno dengan erat saat lelaki itu tertawa keras. Ada sesuatu yang sakit.
Sesuatu yang terasa sangat sakit
Hatinya.
"Kita hanya teman."
Lagi-lagi jawaban yang sama.
Jeno menjawab dengan kekehan dan Renjun tersenyum dengan lirihan.
Mereka hanya teman.
Bogor, 7 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend
Fanfiction➢ [ NOREN ] - COMPLETED "Jeno, kita ini apa?" Start : 6 Februari 2020 Finish : 24 Februari 2020 Copyright © 2020 REONBY