3. Teman Tidak Bercinta

12.3K 1.4K 416
                                    

"Jenh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jenh."

Hentakan keras, erangan nikmat, badan yang meremang hebat.

Renjun mendesah, mencengkeram kulit liat yang terasa basah ditangan. Wajah terdongak dengan kepala pening, badan terhentak; bergesekan dengan kain sprei lembut dibawahnya.

Mereka melakukannya.

Bercinta, tanpa sebuah status.

Renjun tanpa sadar terkekeh disela desahan, kepala Jeno menyusup pada perpotongan lehernya, lidah lelaki itu bergerak membelai kulit, mengigit dan menyesap membuat badannya dihantam rasa nikmat.

Namun mereka hanya teman dan teman tidak seperti ini.

Dia mencoba mengingat apa yang membuatnya berakhir seperti ini, menyerahkan tubuhnya dengan sukarela pada sosok yang sedang bergerak cepat diatasnya. Namun yang ada hanyalah ingatan rasa sakit di dada.

"Jeno." Suara Renjun tersendat, lirih. Pandangannya mengabur, sebelah tangannya meremat helaian rambut lelaki itu, tangan yang lain mencengkeram punggung liat. Badannya masih bergerak mengikuti hentakan lelaki diatasnya.

"Jeno."

Lelaki itu menggeram, mencengkeram pantatnya kasar, "sial Renjun, kau sangat sempit."

Lirihannya diabaikannya, Jeno hanya terfokus pada rasa nikmat yang sedang dia kejar.

Setetes air mata mengalir, "Jeno."

Sekali lagi.

"Jeno."

Dan Jeno berhenti, menatapnya dengan bingung. Mengusap kedua pipinya yang basah tanpa dia sadari. Napas keduanya bersahutan. Renjun menatap Jeno dengan luka dan rasa sakit di dadanya. "Kita ini apa?"

Jangan lagi, jangan jawaban yang sama lagi.

Jeno menciumnya dengan lembut, menyesap bibirnya. "Teman, Renjun." Dengan sebuah jawaban yang tak ia harapkan untuk didengar.

Dan Renjun mendesah keras, menangis saat lelaki itu bergerak kasar dan cepat diatasnya, menyentuh badannya dengan leluasa meninggalkan remang yang hebat dan luka; luka di dadanya.

Ini tak benar.

Namun Renjun hanya bisa terdiam.

Mereka datang tak lama kemudian, mencapai ejakulasi dengan desahan. Badan Renjun mengejang, rasa nikmat menyelimuti tubuhnya, tanpa sadar dia membenamkan kukunya pada kulit punggung Jeno hingga menghasilkan goresan. Lelaki itu tak jauh berbeda, menggeram saat pelepasannya datang dan menguburkan wajahnya pada ceruk leher Renjun, menghirup aroma menenangkan disana.

"Ini tak benar."

Suara serak Renjun mengalun setelah beberapa saat mereka terdiam menikmati orgasme. Renjun menatap datar langit-langit kamar dengan pandangan memburam, kedua tangan mencengkeram sprei dibawahnya. Tubuh besar Jeno masih berada diatasnya.

"Jeno," Renjun bergumam lirih, serak. "Ini tak benar."

"Apa hal yang tak benar dari ini?" Suara Jeno sama seraknya, lelaki itu bangkit, bertumpu pada tangan menatap Renjun dibawahnya dengan bingung.

Mereka tak seharusnya seperti ini.

"Kita apa Jeno?"

Pertanyaan yang sama, lagi.

Renjun mengharapkan jawaban yang berbeda.

"Teman."

Namun jawaban serupalah yang selalu ia dapatkan.

Terkekeh miris, dia menatap pria diatasnya dengan mata berkaca, "maka itu adalah sebuah jawaban yang kau pertanyakan."

Ini tak benar, karena mereka hanya teman.

BRUK!

"Oh oke, maaf mengganggu acara bercinta kalian tapi aku sangat membutuhkan laptopku yang tertinggal dikamar adik sialanku sekarang."

Suara bantingan pintu mengejutkan mereka. Disana berdiri Taeyong, kakak dari Lee Jeno. Lelaki itu terlihat santai memasuki kamar seolah tak terpengaruh bahwa adiknya baru saja selesai bercinta.

"Fuck, Hyung!" Umpatan Jeno dibarengi gerakan terburunya mengambil selimut menutupi tubuh mereka.

Renjun disisi lain semakin ingin menangis.

Malu luar biasa.

Setelah mengambil benda yang diinginkannya, Taeyong berjalan pergi begitu saja dan berhenti didepan pintu menatap mereka.

"Mengapa kalian tak bilang jika kalian sudah berpacaran, huh?"

Renjun menatap Jeno yang masih berada diatasnya, dia menunggu jawaban yang akan keluar dari lelaki itu.

"Siapa bilang kita berpacaran? Kita hanya teman."

Ah, sama.

Taeyong mengernyit, "tapi teman tidak bercinta."

Ya Jeno, teman tidak bercinta.

Terdengar kekehan, Jeno bangkit duduk, dia mengusap rambutnya yang terasa basah. Pandangannya bergantian pada Taeyong dan Renjun yang masih berbaring tertutupi selimut hingga sebatas hidung.

"Kita hanya teman."

Selalu sama.

Jeno menjawab dengan gamblang dan Renjun tersenyum dengan gusar.

Mereka hanya teman.

Mereka hanya teman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


B

ogor, 10 Februari 2020

FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang