SATU

85 23 51
                                    

Hiruk pikuk jalanan kota, sudah terdengar; pertanda, aktifitas kehidupan akan segera dimulai. Namun di penjuru kota, terdapat sebuah rumah kecil, tepatnya sebuah kost-an yang berada dilantai dua. Sang pemilik masih menempel malas di kasurnya, sesekali ia mengerutkan dahinya untuk mencoba menyesuaikan cahaya dengan kornea matanya.

Ia meraba-raba, mencari kacamata untuk dipakainya. Setelah ia menemukan objek yang dicarinya, lantas memakainya dengan cepat. Menyingkirkan selimut yang menempel pada tubuhnya.

Ia mendongak, menatap jam dinding besar yang menempel di dinding atas. Ia berdecak, pertanda ia akan terlambat lagi untuk bertugas.

Handphone-nya terus berdering, namun dengan cepat ia mengambil handuk yang menggantung dan berlari kecil menuju kamar mandi.

Setelah bersiap-siap, ia mencoba memastikan sekali lagi penampilannya hari ini. Ia berdiri di sebuah cermin dengan menggunakan seragam polisi kebanggannya.

"Ayolah Indah, pokoknya buat kali ini kamu harus dapet promosi. Tangkap penjahat, lalu cussss dapatkan promosi. Ayo kamu bisa!" Dengan semangat tinggi, gadis bernama Indah itu mengepalkan kedua tangannya. Berharap, hari ini akan ada kasus yang lebih ekstrim dari hari biasanya.

Indah Awaliyah, di umur nya 24 tahun, ia sudah bisa menjadi seorang polisi pemula. Harapannya adalah bergabung dengan unit investigasi di kepolisian Metro kota Lebak, menangkap penjahat kelas atas, memecahkan teka-teki pembuhuhan, memborgol sindikat bandar narkoba, atau memenjerakan pembunuh berantai yang terkenal. Namun kenyataannya, jauh dari ekspetasi, seperti hari ini.

Seorang Kakek menelepon petugas yang berjaga di kantor, dengan suara ketakutan, ia mencoba memohon bantuan untuk menemukan anak kesayangannya. Namun, sang petugas hanya menghela nafas. Seperti malas mendengar laporan dari Kakek tadi.

"Kek, mohon tenang. Kakek harus tenang. Sekarang, Kakek coba cari di belakang rumah Kakek. Mungkin, Momo lagi nyari makanan di sana. Tenang Ya Kek. Jalannya pelan pelan."

Petugas Renaldi. Pengalamnnya 4 tahun menjadi seorang polisi, tidak membuat dia menjadi orang yang disegani. Dia tak bisa berbicara bernada tinggi, karena dia orang sangat lembut hati. Namun, dirinya kini sadar, menghadapi kenyataan bahwa seorang polisi haruslah tegas dan tegar.

"Ada apa nal? Kakek itu lagi ya?" Tanya Indah dengan nada melongos.

"Syutt, diem aja deh. Gue lagi nyoba tenang."Ucapnya sambil menjauhkan telepon dari telinganya.

"Momo, Momo!" teriak sang Kakek dari suara telepon.

"Halo Kek, halo! Kakek!" Renaldi terus mencoba mendapatkan jawaban dari Kakek itu.

"Syutt, Nal, bentar, coba kamu diem dulu." suruh Indah.

"Siapa kamu? Kamu yang ngebunuh Momo kan? Mau apa kamu? Ah, jangan, jangan!"

Terdengar suara teriakan yang tak jelas dari telepon. Renal dan Indah masih mencoba mendengarkan dengan seksama. Namun tiba-tiba,

Bugh! Suara benda tumpul saling menghantam terdengar jelas dari telepon. Renaldi melepaskan teleponnya dari dekat telinga. Ia menghela nafas kuat-kuat. Ia hanya bisa terkicep tak percaya tentang apa yang ia dengar barusan.

"Dah, jangan-jangan!"

Dengan cepat, Indah berlari mengambil motor patrolinya.

"Indah, tunggu aku!" teriak Renal.

"Cepet, jangan lambat!"

Renal mengendarai motornya dengan cepat, menuju rumah sang Kakek itu. Namun, Ren menarik rem dengan kuat. Ia memutuskan untuk berhenti karena anak itik menghalangi jalan, berbaris mengikuti induknya.

TITIK (Thriller in Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang