Sahabat Abadi #Masa Kecil Tisha

35 7 0
                                    


🕊🐾🕊
Jangan mudah untuk menghakimi,
Cobalah terlebih dulu untuk memahami.
(Umma N'G)
🕊🐾🕊


Seperti biasa, Tisha kecil sudah enggak kaget mendengar kabar bahwa kedua orang tuanya akan pindah ke negeri Jiran karena urusan pekerjaan.

Orang tuanya memang gila kerja, hal itu sudah mereka lakukan dari masa lajang, entah apa yang mereka kejar, intinya seputar materi atau duniawi.

Sayang sekali mereka tak sadar bahwa harta yang paling berharga itu adalah anak yang dititipkan oleh sang Maha Kuasa, mereka mengabaikan putrinya.

Tisha seorang anak yang cantik, sehat dan pintar. Harusnya hal itu lebih berharga dari materi apa pun di muka bumi ini, tapi masih saja keduanya lebih mementingkan pekerjaannya dibanding peduli pada putri semata wayangnya.

Ironisnya, meski sebagai anak sultan, tapi Tisha sangat miskin belaian kasih sayang.

Tisha termasuk anak yang beruntung karena semenjak usia 3 bulan Tisha sudah diasuh oleh Bi Mina yang menjaganya dengan penuh kasih sayang dan mendidiknya dengan penuh cinta. Tisha sudah dianggap seperti anaknya sendiri.

Bi Mina tak pernah jenuh menjawab segala pertanyaan yang selalu dilayangkan bertubi-tubi, setiap hari, setiap waktu dan setiap maunya.

Tisha gadis kecil yang bawel, tetapi Bi Mina selalu sabar menjelaskan berbagai macam pertanyaan dan bukan beban masalah lagi bagi Bi Mina, bolehlah Bi Mina di juluki sebagai orang tersabar sedunia.

Pokoknya, Bi Mina sesuatu banget di hati Tisha, ia selalu ada waktu buatnya, tak mudah tersulut amarahnya melihat ia yang aktif, kenyamanannya melebihi saat ia bersama kedua orang tuanya.

Yang lebih menyenangkan lagi, Bi Mina selalu siaga menjadi sandaran hidup dan siap menampung luapan perasaan di saat dirinya di rundung sedih, kesal dan bete karena kedua orang tuanya.

Semalam Tisha memperebutkan Bi Mina dengan Thaya, Mamanya.

Akhirnya, Mamanya mengalah dengan Tisha yang bersikeras tidak ingin dipisahkan dengan Bi Mina dan akhirnya keputusan Mamanya sudah fix, bi Mina ikut ke rumah Oma bersama Tisha, kesepakatan ini sekaligus membatalkan rencana awal orang tuanya yang ingin sekali membawa Bi Mina ke kota Sabah, Malaysia.

“Jadi kamu gak ikut Mama Papa kan?” Tanya Mamanya enteng. Tangannya sibuk membereskan file-file kantornya, tanpa melihat wajah Tisha yang lesu.

Tisha  mengangguk perlahan.

“Mama sibuk gak sempat fasilitasi kamu di rumah Oma, kendaraan pribadi kamu belum ada disana, kamu cari aja ya sama bi Mina nanti?” Sambungnya seraya mondar mandir memasukkan berkas-berkas ke koper.

Temmy, Papanya Tasya pun terlihat sibuk dengan benda berukuran persegi panjang yang disebut laptop. Papanya nampak serius dan fokus menatap layar monitornya.

“Gak usah repot-repot Ma, Tisha dah gede, gak usah khawatirin Tisha. Khawatirin aja kerjaan Papa Mama. Toh itu lebih berharga di bandingkan Tisha kan?!!”

‘Deg’

“Tishaaa!! Kamu ngomong apa barusan ha?!” Mata Mamanya melotot.

Papanya pun ikut terkejut dengan perkataan Tisha barusan.

“Mama dan Papa gak ada waktu kan buat Tisha? Semua fasilitas ini gak bisa gantikan kehadiran Mama Papa dalam hidup Tisha! Tisha cuma mau waktu luang Mama dan Papa  buat Tisha, itu aja!” Tisha mulai sesenggukkan.

Bi Mina langsung menghampiri dan merangkulnya seraya berbisik.

“Sudah neng... Sudah, neng jangan begitu nanti Mama dan Papa sedih.” Bujuk bi Mina menenangkan Tisha yang masih menahan emosi.

Entah kenapa malam itu Tisha mengeluarkan unek-uneknya di hadapan kedua orang tuanya.

Sepertinya Tisha mulai tak bisa menahan harapannya selama ini apalagi harapannya ini akan semakin tak kunjung terkabul sebab malah perpisahanlah yang kan terjadi di antara mereka.

"Kamu itu gak ngerti! Mama dan Papa begini semuanya buat kamu! Demi masa depan kamu!” Sentak Mamanya.

Tisha makin menangis, terlihat ia berusaha ingin berucap tapi segera bi Mina bujuk untuk tidak membantah.”

Papanya ikut menambahkan, “Tisha! Kami itu ingin yang terbaik buat kamu! Kami kerja keras begini hanya buat kamu!”

“Sekarang kamu gak kan mengerti dan suatu hari nanti kamu pasti akan mengerti semua ini...” Sambung Mamanya yang mulai terisak. Ia langsung pergi ke kamarnya di susul sang Papa setelah berucap.

“Sudahlah Mama dan Papa sibuk!” Lalu ia meninggalkan Tisha yang semakin deras tangisannya.

Bi Mina setia mengusap-usap bahu dan kepalanya Tisha seraya terus menenangkan Tisha.

“Yuk neng kita ke kamar.” Bisik bi Mina.

Mereka akhirnya beranjak menuju kamar Tisha.

Sesampainya di kamar, Tisha masih saja menangis, bi Mina berusaha untuk meredakan tangisannya.

“Neng, jangan sedih  terus, kan ada Bi Mina di sini.” rayunya.

“Dah fix kan bi, Mama Papa tuh gak peduli ma anaknya!” Sungut Tisha, nafasnya tersengal, ada gemuruh di dadanya. Sesak dan berat.

🍔🍔🍔

Jangan lupa ya Zheyenk dukung Vote, follow dan Share ceritanya 😘
Semoga kalian syuka dan setia nungguin kelanjutan cerita dari kehidupan Tisha 😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dalam Pelukan HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang