Tell the problem

151 23 49
                                    

Ahrin pov

Gue berjalan ke arah utara rumah untuk mencari sesuap nasi kucing yang letaknya seberang jalan deket indomaret. mamah gak pernah masak, uang sih ada tapi udah terlalu bosen untuk beli yang mahal mahal.

sambil menghembuskan asap rokok ke udara, gerobak reot kucingan yang gue harepin tadi ternyata nggak ada, antara tutup atau pindah tempat gue juga nggak tau.

sialan

gue berbalik arah masuk ke indomaret, mulai mengambil beberapa ciki dan 1 minuman bersoda, ada banyak yang pengen gue beli, tapi melihat reaksi karyawan yang menatap risih tampilan serta rokok yang gue hisap. gue jadi gak betah lama lama di dalem sana.

"berapa mbak?"

"totalnya semua 100ribu kak"

mbak mbak kasir ngasih seplastik belajaan dengan tatapan anehnya, sambil menaruh rokok di sudut bibir,  kedua tangan gue ngerogoh kantong belakang jeans yang semoga aja ada uang merah di dalem sana.

dan untung ada.

"nih mbak, pas ya"

"saya terima ya kak uangnya, terimakasih"  jawabnya masih sopan walaupun gue tau banget tatapannya tadi nggak ada sopan sopannya ke gue.

"okay"

hari ini acara mau kumpul sama anak anak, tapi batal karna usok pulang kampung dan minju lagi ada pertemuan keluarga dirumahnya. cho juga kayaknya masih sibuk. bisa  sih gue nyamper ke rumah seungu, tapi kayaknya orangtua seungu lagi dirumah. nggak asik ah nggak bisa main alkohol alkoholan.

" anjir, mamah pulang?"

gue terkejut ketika sampai di depan gerbang rumah mendapati  mobil mamah udah terpakir rapi di dalem gerbang, segera gue membuang puntung rokok sambil nginjek biar mati apinya, buka kaleng soda lalu meminumnya sampe abis biar nafas nggak bau rokok.

"aduh, sial banget"

dengan meletakkan plastik putih bertuliskan indomaret di tanah, gue melepas pearcing secara brutal dari telinga, dan memasukkan ke kantong depan jeans sambil membenahi rambut biar kuping gue ketutup.

dengan segala kepanikan dan jantung yang udah mau loncat gue mencoba berjalan santai masuk rumah sambil bersenandung ria.

"dari mana rin?"

"ini mah"  kata gue menujukkan sekresek ciki dan mamah cuma membalas senyuman, as always.

"rin, uang--

"uang ahrin masih banyak kok mah"

saking terlalu biasanya, bahkan gue gak perlu nunggu pertanyaan yang bakal mamah lontarkan ketika dia pulang, pembahasan yang gak ada bosennya adalah cuman seputar uang.

"tetep mamah tf ya besok,  soalnya ada urusan lagi diluar kota sekitar 2 bulananan"

"lagi?"

saat itu mamah lagi nglepas jam tangan dan naruh tasnya di depan televisi, tapi dia langsung terhenti saat mulut gue berkata 'lagi?'

"ini juga buat kuliah kamu, mamah banting tulang kayak gini menurut kamu buat siapa?"

"mah, apa semua ini masih kurang?"

"kurang, uang itu bisa habis dengan sendirinya, mamah harus ekstra bekerja biar uang kita selalu ngalir "

"mamah juga harus mikirin aku! jangan mikirin kerja dan uang terus"

"lalu kamu minta apa?, mamah cuma diem dirumah?, biaya kuliah kamu dan makan kita dari mana !"

He's : Cho SeungyounTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang