[ 1 ] Balai Kota

8.2K 110 2
                                    

Siang ini Aku kembali ke kampung halamanku. Sidang skripsi telah selesai dan Aku akan segera wisuda. Ibu pasti akan senang mendengar kabar ini. Sungguh, rasanya aku ingin cepat-cepat sampai di rumah.

Dari jauh, Aku melihat seseorang berlari ke arahku. Dengan tangan yang melambai-lambai, Ia berlari begitu cepatnya. Ku lihat lebih seksama, itu adalah Bu Sani. Tetangga sebelah rumahku.

"Kenapa lari-lari toh, Bu? Nanti kalau jatuh, gimana?" Ucapku mengingatkan.

"Anu! Iku! Ibukmu!"

"Pelan-pelan, Bu. Ibu Amri kenapa?"

Bu Sani mencoba mengatur nafas. Setelah berlari seperti itu dengan badan yang tidak kecil, pasti akan sangat capek.

Wajah Bu Sani mendadak berubah. Sayu, begitu sayu sampai Aku merasakan apa maksud dari ekspresi wajahnya itu. Ibu, kenapa dia?

"Sing sabar yo, le. Ibuk wes gan-"

Tak menunggu lanjutan Bu Sani. Aku segera berlari menuju rumahku. Rencana apalagi yang Engkau buat, Tuhan.

Sambil menangis, Aku berlari sekuat tenaga. Pandanganku menjadi buram dan membuatku beberapa kali hampir terjatuh. Ketika berada di dekat rumahku, kulihat banyak sekali orang berkumpul disana. Bendera putih dengan tanda hitam digantung di depan rumahku.

Aku berlari masuk, menerobos orang-orang yang menghalangi pintu masuk. Dari ambang pintu, kulihat seseorang tengah ditutup oleh selendang dan kain putih.

Kecil harapanku, jika itu bukan Ibu. Dengan langkah gontai Aku mendekatinya. Ku buka kain penutup muka dan wajah Ibuku yang kulihat.

§

Hari ini terasa sangat berat bagiku. Ibu baru saja selesai dimakamkan. Warga desa juga memberiku ucapan untuk sabar dan ikhlas. Tapi itu susah. Kenapa Aku tidak ada di saat-saat terakhir Ibu.

"Mas!" Panggil Dani.

Aku mengusap air mataku. Mencoba untuk tetap tegar di hadapan adik bungsuku ini.

"Ada apa, Dan?" Jawabku sambil memberikan gestur untuk duduk di sebelahku.

Dani berjalan ke arahku, lalu duduk di sebelahku. Dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berbicara.

"Dani kangen Ibu sama Ayah, Mas."

Benar, Aku tidak melihat Ayah dan adik pertamaku. Kemana mereka berdua. Saat pemakaman Ibu, mereka berdua juga tidak ada.

"Emang Ayah sama Sekar kemana, Dan? Kok dari Mas pulang sampai sekarang ndak keliatan?" Tanyaku.

"Ayah sama Mbak sekarang tidur dirumahnya Mbak Sri. Katanya mereka ndak bakal balik kesini lagi, Mas." Ucapnya polos.

Ayah menikah lagi. Aku yakin dengan pemikiranku. Pertanyaanku sekarang, sejak kapan Ayah menikah lagi? Aku tidak pernah mendengar kabar pernikahan Ayahku dengan Sri.

§

"Terima kasih atas informasinya, Pak. Jika ada yang ingin saya tanyakan lagi, boleh saya kesini lagi?"

"Boleh saja, nak Amri." Ucap Pak Rahman sambil menyalamiku.

Akhirnya Aku tahu yang sebenarnya. Enam bulan setelah aku menginjakkan kakiku di Bandung untuk kuliah, orang tuaku bercerai. Dan Aku, tidak mengetahuinya.

HARAS [ On-Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang