"Oh...." Ki Labur merintih lirih sambil menggerak-gerakkan kepalanya. Beberapa saat kemudian kelopak matanya terbuka, dan perlahan tubuhnya bergerak hendak bangkit. Tapi sebuah tangan sudah mencegah bahunya. Niatnya terpaksa diurungkan. Sebentar Ki Labur mengerjapkan matanya, lalu kembali membukanya lebar-lebar. Tampak seraut wajah wanita tua berada dekat dengannya. Wajah yang sangat dikenali, dan telah mendampingi hidupnya bertahun-tahun.
"Jangan bangun dulu, Ki. Kau masih lemah," lembut dan agak bergetar suara wanita tua yang tak lain Nyai Labur.
Sebentar Ki Labur masih memandangi istrinya, kemudian pandangannya beralih pada seorang pemuda tampan yang berdiri di depan pintu kamar ini. Sebuah kamar berukuran tidak begitu besar, namun kelihatan rapi dan bersih.
Sedangkan pintu kamar itu terbuka lebar, sehingga Ki Labur bisa melihat dua orang pemuda dengan golok terselip di pinggang tengah berjaga-jaga di depannya. Pemuda tampan yang ternyata Darkan segera melangkah mendekat saat tangan kanan Ki Labur bergerak memanggilnya.
"Ya, Ki...," ujar Darkan setelah dekat dengan pembaringan kayu itu.
"Dengar, Darkan. Dalam beberapa hari ini, aku terpaksa berada di tempat tidur. Maka kau harus bisa mengendalikan keadaan desa ini. Kau harus bisa meringkus perempuan iblis keparat itu," lemah sekali suara Ki Labur.
"Aku usahakan semampuku, Ki," sahut Darkan mantap.
"Darkan...."
"Iya, Ki."
"Walaupun kau hanyalah menantuku, tapi kuharapkan kau bisa menjadi pemimpin. Hanya kau satu-satunya harapanku untuk meneruskan cita-citaku ini. Aku tidak ingin kau terus-menerus larut dalam kesedihan setelah ditinggal pergi istrimu. Kau harus tabah, Darkan. Dan sekarang, pundakmu harus memikul beban berat. Beban yang seharusnya aku sandang, kini menjadi tanggung jawabmu. Kau mengerti maksudku, Darkan...?" masih terdengar lemah suara Ki Labur.
"Aku mengerti, Ki," sahut Darkan juga pelan.
Pemuda itu hanya tertunduk saja. Dia kini jadi teringat istrinya yang sudah tewas satu bulan sebelum peristiwa pembunuhan yang mengerikan ini. Kaminten tewas oleh empat orang perampok yang mendatangi rumah mereka. Saat itu, Darkan sedang berada di rumah mertuanya. Dan hanya Kaminten saja yang tinggal di rumah, ditemani seorang wanita pembantu yang sudah berusia cukup lanjut.
Perampok itu bukan hanya menggasak harta, tapi juga mencabut nyawa dua orang wanita di dalam rumah itu. Dan untungnya, Kaminten masih bisa bertahan sampai suaminya pulang. Dan dia hanya memberi tahu kalau yang melakukan semua itu ada empat orang. Tapi, sampai saat ini Darkan tidak bisa menemukan keempat perampok yang telah mengambil nyawa istrinya. Putri satu-satunya Kepala Desa Mungkit ini.
Dan baru saja sebulan peristiwa menyedihkan itu terjadi, muncul satu peristiwa pembunuhan yang sangat mengerikan dan keji. Kemudian disusul pembunuhan-pembunuhan lain yang sama coraknya. Dan semua korbannya mati dalam keadaan tubuh tidak memiliki darah lagi. Seakan-akan pembunuh itu menghisap darah korbannya hingga tak tersisa sedikit pun.
Semua peristiwa itu membuat Ki Labur, Nyai Labur, dan Darkan terpaksa harus melupakan kematian Kaminten. Dan perhatian mereka kini jadi terpusat pada peristiwa pembunuhan yang masih terselubung teka-teki itu.
"Apa yang kau lamunkan, Darkan...?" tegur Ki Labur.
"Oh..., eh! Tidak..., tidak, Ki," sahut Darkan jadi tergagap.
Dan lamunan pemuda itu pada peristiwa yang menimpa istrinya langsung buyar seketika. Perlahan kepalanya terangkat. Pandangannya langsung bertemu dengan tatapan mata Ki Labur yang masih terbaring di atas pembaringan, ditunggui istrinya dengan setia. Sedangkan Darkan masih tetap berdiri dengan kedua tangan menyatu di depan.
"Kau sudah kuburkan dua mayat orang kita, Darkan?" tanya Ki Labur.
"Sudah, Ki," sahut Darkan.
"Bagaimana Keadaannya?"
"Seperti yang lainnya. Mereka tewas tanpa ada darah di tubuhnya," sahut Darkan, tanpa membeberkan lebih jauh. Karena pemuda itu yakin kalau mertuanya ini sudah lebih tahu darinya. Darkan mendapati dua orang penjaga gerbang perbatasan tewas dengan keadaan sama dengan korban-korban yang lain. Leher terkoyak lebar, dan dada berlubang tanpa ada darah setetes pun.
Sedangkan Ki Labur ditemui sudah tergeletak tak sadarkan diri, tidak jauh dari kedua mayat itu. Pada saat itu, pagi sudah menjelang. Jadi memang cukup waktu untuk menguras darah dari kedua mayat itu.
Sementara itu, keadaan Ki Labur sendiri sangat mengkhawatirkan. Darah banyak tertumpah dari mulutnya. Sedangkan tulang-tulang dadanya remuk, akibat terkena pukulan serta tendangan keras bertenaga dalam lumayan dari perempuan tua yang mengaku bernama Nek Paring.
Darkan segera membawa mertuanya itu pulang, setelah memerintahkan orang-orangnya mengurus mayat dua orang penjaga gerbang desa sebelah Timur.
KAMU SEDANG MEMBACA
73. Pendekar Rajawali Sakti : Perempuan Siluman
AçãoSerial ke 73. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.