Aku turun dari taksi terkutuk itu. Guyuran hujan menyambar begitu cepat. Aku buru-buru membawa barang bawaanku, tak tahu kenapa rasanya semakin bertambah berat. Pasti keangkuhan si sopir taksi itu menempel sampai ke barang-barangku.
Aku berlari menuju pohon terdekat untuk berteduh. Dengan memperhitungkan jarak pohon yang cukup jauh dengan pintu masuk, mustahil aku bisa selamat dari guyuran hujan tanpa berubah wujud menjadi seekor larva.
Setelah dipikir-pikir, hari ini aku sial sekali. Mulai dari Tante Sofie, supir taksi gila, sampai cuaca, semuanya tidak ada yang berpihak kepadaku.
"Aaaa! Menyebalkan sekali!" Aku melampiaskan amarahku dengan menendang pohon dan-
"Aww!" Sial, sekarang kakiku sakit. Ugh! Bahkan pohon yang tidak bisa bicara pun ikut-ikutan membuatku emosi. Benar-benar.
Tak tahu sudah berapa lama aku mendengus, tiba-tiba seseorang memanggilku dari arah belakang, "Hei!"
Aku menoleh ke arah orang itu. Samar-samar dari kejauhan aku melihat seorang pria muda bertubuh tinggi berlari ke arahku dengan basah kuyup. Ia menjadikan kresek hitam yang ia bawa sebagai alat untuk melindungi kepalanya dari deras hujan.
Aku menatapnya dengan aneh. Maklum, aku trauma dengan pria muda yang baru saja memarahiku.
"Nih," ia menyodorkan kresek hitam lain yang ia bawa kepadaku.
"Eh?"
Aku sedikit kaget dengan sikapnya. Memangnya aku terlihat se-menyedihkan itu ya?
"Ngga perlu," ujarku menolak, "Saya mau tunggu sampai hujannya reda."
Aku memalingkan wajah, berusaha memasang ekspresi tak butuh.
Tak tahu kenapa tapi aku bisa merasakan, raut muka pria itu berubah, seolah menganggap perkataanku tadi adalah hal yang bodoh.
"Mbak maaf ya, asal mbak tahu dari kemarin hujan disini tuh gaakan berhenti sampai dini hari. Saya ini berbaik hati lho udah mau bantuin. Terserah mbak mau pakai atau engga, pokoknya ambil aja kreseknya, siapa tahu mbak berubah pikiran," ia kembali menyodorkan kresek hitamnya kepadaku. Kemudian ia berlari menembus hujan, meninggalkanku yang masih menganga tidak percaya.
Apa-apaan, batinku. Kata-katanya sih sopan, tapi mengapa aku merasa seperti direndahkan ya.
Setelah berpikir beberapa saat, aku memutuskan untuk mengikuti perkataan pria aneh tadi. Aku memasangkan kresek hitam di atas kepalaku lalu dengan tekad yang kuat aku mengangkat barang bawaanku yang kini beratnya makin menjadi-jadi. Terimakasih kepada hujan.
Aku kini tidak bisa berlari. Kakiku sakit sehabis menendang pohon jelek itu. Aku hanya pasrah berjalan di tengah lebatnya hujan dihiasi kresek yang tersangkut dikepalaku. Benar-benar menggelikan.
Tiba-tiba langkahku terhenti. Aku menyaksikan pria aneh tadi kembali menghampiriku dengan ciri langkahnya yang khas. Ia kemudian mengambil koper dan tas jinjingku dengan cepat.
"Hei!" teriakku.
Apa-apaan dia, main asal ambil barang orang.
Ia hanya diam, lalu sudut bibirnya naik. Kali ini aku yakin, ia sedang meremehkanku!
"Dasar bodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemeran Utama
General FictionBefore I realized that i'm different, I always feel like I'm the only person alive and other people are just there.