Malam tiba, setelah agak lama berbincang dengan Zaidan. Dia lalu pulang dan mendapati baik Arini mau pun Iva terlihat tak tenang. Barulah mereka tenang saat Trevor datang. "Sayang," Iva adalah wanita yang pertama kali menghampirinya sedang Arini mengembuskan napas lega kala melihat kedatangan pria itu.
"Apa kau tak apa-apa?" Trevor mengangguk.
"Aku baik-baik saja. Buatkan aku kopi." Iva pun pergi membuatkan kopi untuk Trevor yang mendekat pada Arini lalu duduk di sampingnya.
"Apa yang Ibu katakan padamu? Apa mereka tak menghakimimu?"
"Tidak, malahan Ayah sangat senang begitu tahu aku kencan dengan seorang gadis dan mendukung sepenuhnya. Dia juga sangat ingin bertemu denganmu." Arini mengerjapkan mata.
Agak tak percaya sih dengan apa yang dikatakan Trevor tapi Trevor bukan tipe pembohong. Tidak mungkin dia berbohong. "Ini kopinya sayang,"
"Terima kasih." sahut Trevor lalu menyesap kopinya. Iva tersenyum puas pasalnya ini adalah pertama kalinya suaminya mengatakan terima kasih pada Iva.
"Di mana mereka?"
"Siapa?" Trevor mendengus pelan.
"Kedua anakmu. Kevin dan Prima."
"Oh mereka sedang pergi keluar." Ya, Kevin dan Prima keluar demi mengurus masalah di antara keluarga mereka.
Mereka berdua berada di sebuah restoran dan saling menatap diam. Tak ada yang mau membuka bicara termasuk Kevin. Enggan rasanya mengatakan masalah yang mereka hadapi sekarang.
"Ck, kak ayolah katakan saja. Aku tak mau diam begini terus, malas tahu." Tapi Kevin masih diam saja. Makin jengah saja Prima dan lantas saja berdiri.
"Eh tunggu sebentar dulu, baiklah kita bicara." Prima kembali duduk dengan wajah masam.
"Kau sudah tahu, kan masalahnya." Prima mengangguk.
"Jadi Kakak ingin kau tak dekat dengan Trevor lagi. Buang perasaanmu pada dia." Prima menyorot Kevin dengan tajam.
"Tidak mau! Aku mencintainya!"
"Prima tak boleh! Kau boleh menyukai pria mana saja asal jangan dia. Dia itu Ayah kita, suami Ibu kita. Kau tahu, kan Ibu sangat mencintai Trevor!"
"Pokoknya kalau aku tak mau! Ya tak mau! Jangan paksa aku!" Prima menghardik Kevin. Beruntung mereka sedang berada di kafe yang agak sepi kendati suara Prima sangatlah keras.
"Aku tahu itu Prima, aku juga kau orang yang paling keras kepala yang pernah aku temui. Namun perasaanmu itu bukan sesuatu yang harus dipertahankan," Prima menunjukan senyum sinis ke arah sang Kakak kendati Kevin tak begitu memperhatikan karena masih menuturkan penjelasannya.
"Kakak, kau tahu kenapa aku menyukainya? Karena aku membenci Ibu," Kevin yang menatap ke bawah lalu melihat lurus pada Prima yang masih memperlihatkan senyum sinis.
"Sudahlah kak, jangan melongo seperti itu. Kau tahu maksudku bukan? Anak mana yang tak sakit hati ketika dibiarkan terlantar untuk seorang pria? Itu kita Kakak! Dia membuang kita layaknya kertas tisu yang tak terpakai di tong sampah hanya karena ingin enak sendiri!"
"Ibu kita bukanlah Ibu kebanyakan. Dia bahkan tak pantas mengatakan kalau dia seorang Ibu!"
"Jaga mulutmu Prima! Dia Ibu kita!"
"Aku heran Kakak, mengapa meski kau disakiti oleh Ibu kau mau membelanya. Baik di keluarga Trevor mau pun Trevor sendiri. Tidakkah kau berpikir bahwa apa yang dia lakukan itu salah?!"
"Prima diam!"
"Beruntung Trevor mau menganggap kita sebagai anak Iva dan menyekolahkan kita. Aku melihat kalau Trevor bukanlah seorang seperti Ibu dan dia dimiliki oleh Ibu kita. Terus terang aku iri dan menginginkan dia. Kebetulan sekali aku bisa melihat kalau Trevor tak menyukai Ibu, itu berarti aku punya peluang bukan? Sial sekali karena kehadiran Arini aku jadi tak bisa leluasa."
"Prima, tolong jangan seperti ini. Aku mengerti dengan perasaanmu yang terluka karena Ibu tapi kau harus tahu bahwa kau tak boleh memiliki perasaan lebih padanya, kau boleh menyukai Trevor namun sebagai seorang anak pada Ayah bukan sebagai seorang wanita pada seorang pria!"
"Oh aku bisa melakukan hal itu tapi dengan satu syarat ... kau harus menjauhi Ibu dulu."
"Apa maksudmu? Aku harus menjauhi Ibu?"
"Maka kau payah dan jangan harap aku meninggalkan Trevor!" Kali ini Prima pergi tanpa ada seorang pun yang menghalanginya sedang Kevin sibuk dengan permintaan sang adik.
Saking bingungnya dia menggeram kesal tak tahu harus berbuat apa.
👄👄👄👄
Beberapa hari berlalu, sama seperti biasa pagi hari itu mereka sarapan bersama-sama meski ada sesuatu yang mengganggu Arini tapi dia tak tahu apa itu. Arini terkejut saat sepotong roti berada di piringnya lagi.
"Aku tak mau Mas, sudah kenyang."
"Makan saja sedikit." Arini membuang napas kasar kemudian memakan roti yang diberikan Trevor secara perlahan.
"Selamat pagi." sapa Hana. Semua anggota keluarga terkejut akan kedatangan Ibu Trevor tiba-tiba.
"Ibu, kau sedang apa di sini? Sepagi ini juga, tak biasanya."
"Maaf Trevor, Ibu tak mengabarimu. Perkenalkan ini Rosa, anak teman Ibu. Ibu ingin kau mengantarnya karena kalian satu tempat kerja dan--"
"Ibu, bisakah kau to the point saja? Aku tahu ada maksud lain kedatanganmu di sini." Hana tersenyum penuh arti.
"Wah, Trevor memang anak Ibu yang pandai. Rosa adalah wanita yang Ibu jodohkan denganmu, tak apa-apa, kan kalau dia bersamamu untuk kalin bisa mengenal lebih jauh." Arini dan Iva saling memandang.
Firasat mereka benar pada Hana. Dia ingin menciptakan jarak antara mereka dengan suami mereka sendiri yaitu menghadirkan wanita lain.
👄👄👄👄
See you in the next part!! Bye!!
![](https://img.wattpad.com/cover/203303216-288-k611639.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (PINDAH DI INNOVEL)
Roman d'amourArini Mahanipuna, seorang gadis belia yang cerdas bertemu dengan Trevor Pradipta, Presdir pemilik pabrik cengkeh terbesar se Asia. Tidak menunggu lama, sang presdir menyukai Arini dan memperistrinya. Sungguh tak bisa diduga begitu Arini di bawa ke...