Sahabat itu ada dua, pertama yang selalu kau bagi cerita tanpa ia minta. Dan kedua ia yang menanyakan prihal tentangmu tanpa kau cerita'kan kisahmu. Pada akhirnya kau tau mana yang benar benar peduli akan cerita itu
●Author***
Selesai kelas, Afaya langsung keluar dan menuju perpustakaan, Moodnya masih kacau. Ia bingung harus apa.
Saat sampai ia langsung masuk kedalam dan duduk di tempat yang sudah disediakan untuk mahasiswa belajar.
"Faya,"
Afaya menoleh dan mendapatkan gadis berkaca mata bulat sudah duduk disebelahnya.
"Kamu ngikutin aku?" Tanya Afaya tidak suka.
Naura menggeleng, "enggak." Ucapnya. "Aku dari tadi emang mau disini. Kebetulan ada kamu, temen sekelas." lanjutnya.
Afaya hanya membulatkan mulutnya menanggapi Naura, kemudian meletakkan tasnya di atas meja dan mencari ponselnya.
"Kamu ada masalah ya? Aku liat dari masuk tadi kamu kayak banyak pikiran," Tanya Naura hati-hati, takut kalau Afaya marah.
Afaya menggeleng, " enggak ada, lagi malas aja."
"Aku gak bermaksud ikut campur, Fay. Mungkin masalah keluarga kamu atau lainnya. Tapi..."
Naura berhenti bicara saat Afaya menoleh dengan raut kesal.
"Tapi apa, kalau kamu tau masalah keluarga berarti kamu gak harus tau!" Ucapnya sedikit keras, ia kesal karena Naura selalu ingin tau kehidupannya, padahal mereka hanya sebatas teman sekelas dan bukan sahabat, baginya Naura tidak ada hak.
Naura tadi sedikit tersentak, ia membenarkan letak kaca matanya.
"Aku pengen jadi sahabat kamu,""Kamu gak ada temen?" Tanya Afaya tanpa bertele-tele.
"Temen aku banyak, tapi aku pengen punya sahabat. Tapi kalau kamu gak mau gak apa." Balas Naura.
Afaya melunak, "Naura, aku lagi badmood. Kalau kamu mau jadi sahabat pasti kamu ngerti" picing Afaya.
Naura mengangguk pelan, "Iya, gak apa kalau kamu gak mau cerita sama aku," ucapnya kecewa.
Tapi ia tidak mau memaksa Afaya. Karena ia tau ada yang tidak boleh ia ketahui atau Afaya belum mau cerita tentang keluarganya, Naura tidak memaksa. Mungkin ada saatnya Afaya mau berbagi cerita dengannya.
"Aku keluar dulu," ucap Naura kemudian ia berdiri.
"Semoga kamu bisa merasa lebih baik disini," lanjutnya sambil tersenyum.
Afaya membalas tatapan Naura dan tersenyum tipis.
Naura memutar tubuhnya dan berjalan ke arah pintu keluar, saat masih dekat ia menoleh karena Afaya memanggil namanya.
"Makasih," ucap Afaya melambaikan jari- jarinya.
Naura sempat tersenyum kecil, meski merasa kecewa. Kemudian ia keluar dari perpustakaan, meninggalkan orang yang ingin dijadikannya sahabat itu sendirian.
Afaya sebenarnya tidak telalu suka membaca buku. Jadi ia lebih memilih untuk menulis beberapa caption atau puitis di buku khusus kecil miliknya.
"Nang inang, nang inung. Cewek ini lagi bingung,"
Afaya mengangkat kepalanya, ia menemukan Gibran yang sudah duduk di depannya.
"Kamu kenapa?" Tanya Gibran menyadari raut wajah Afaya yang tidak seperti biasanya.
"Biasa. Kak Nessa," ucap Afaya mengecutkan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIILLDOVE'S
أدب المراهقينAFAYA SHAILANA & DEVANDRA GILLDOVE "Genggam tanpa memegang" Apa maksudnya? Setelah 20 tahun fakta kehidupan yang terbongkar, Afaya memutuskan memulai hidup barunya di Jakarta sendiri, catat sendiri. Tapi baru saja dirinya menginjak tanah kota metrop...