bilangan titik mengambang

2.6K 250 86
                                    


Jimin mengoleksi banyak buku. Semuanya tertata tidak rapi di rak pajangan. Ada yang bukunya bersandar ke kanan, ada yang ke kiri, ada yang tiduran, ada yang sudah kehujanan dan keriting, ada yang sampulnya robek, ada yang ini, ada yang itu. Beberapa di antaranya pernah jadi favorit, beberapa adalah acuan untuknya menulis, beberapa hanya hiasan. Buku-buku itu dicampuradukkan dalam tiga tingkat rak, penuh, membludak, seperti piring yang terlalu banyak diisi nasi dan lauk-pauk. Kadang-kadang untuk berkaca, ia membuka koleksi buku lamanya dan mulai mengkritik, atau memuji, atau menjadi tegang sendiri dan tertawa sendiri dan sedih sendiri, dan jika ia menemukan bagian yang agak erotis maka pada akhirnya akan terlahir imaji persetubuhan dengan gaya baru—atau gaya lama yang terulang kembali tapi rasanya beda—dan ia pun mulai mengisi kekosongan kertasnya setelah itu.

Ia duduk di sebuah kursi kayu, agak menyerong menghadap rak buku. Saat itu, seperti orang yang baru saja bangun tidur, ia merasa asing melihat sampul-sampul dan cuat kertas yang bertumpuk dan berdempetan di sana. Beberapa judulnya tak ia kenali, dan anehnya mereka seolah-olah memiliki bibir yang siap terbuka dan berkata ketika ia bangkit dari kursinya. Maka dia memilih untuk bengong, memandang mereka, menyortir mana yang dia kenal betul atau kenal sedikit setidaknya. Ada buku tentang burung*, dan ia ingat kalau temannya, Hoseok, mengaku tidak bisa membaca buku itu di tempat umum.

"Kau terlihat belum seratus persen sadar."

Ujug-ujug, suara Yoongi masuk ke telinganya. Ketika ia menoleh, perempuan itu tengah duduk di atas meja, memeluk lutut, menyilang kaki, tanpa busana.

Jimin menjawab, "Aku memang sedang melamun, dan kau yang menyadarkanku."

Yoongi tertawa dan matanya hilang. Jimin kemudian membenarkan arah duduknya menghadap perempuan itu. Dia menopang dagu, memindai rupa Yoongi dari ujung kepala sampai ujung kaki, kemudian berhenti di perutnya yang berlipat. Perutnya berlipat. Yoongi sedang membungkuk.

"Kenapa kau harus telanjang, sih?"

"Salah, ya?"

"Nggak. Hanya bertanya."

"Kamu menyalahkanku, bukan bertanya."

Jimin menggeliat, ingin tertawa. Yoongi ada benarnya juga. Sudah beberapa lama ini ia tidak merasakan getar-getar yang biasanya ia dapat dari cerita-cerita erotis. Kondisi keuangan dan tekanan pekerjaan membuat imajinasinya melempem, hasrat-hasrat seperti itu pun terlupakan. Jimin belum lagi membaca apa-apa selama hampir sebulan. Sebulan dalam kehampaan tanpa hiburan.

Di hadapannya, Yoongi seperti ayam utuh yang segar, putih dan licin. Di suatu titik, secara mendadak jiwanya berteriak, memerintah badannya untuk menyentuh. Ketika menyentuh, ia terdorong untuk menyergap. Kemudian dalam sekali hentak ia berdiri, menarik Yoongi ke dalam pelukan. Debam kursi yang jatuh tak ia hiraukan, begitu pula pada decit gesek antara kulit dan permukaan meja.

"Pikiran dan nafsumu yang menggebu-gebu itu, apa nggak bisa ditahan dulu? Akan lebih bagus bila mereka dituturkan secara jelas dan terperinci sebelum—"

Jimin mendekap dada perempuan itu dan mengabaikan ucapannya yang terdengar seperti kopian buku teks. Ia tidak peduli pada diksi. Selama ia menulis, paling-paling ia hanya menggunakan beberapa sinonim yang jarang dipilih orang tapi maknanya masih dekat dengan yang umum. Pada Yoongi pun, ia hampir tidak pernah peduli akan konsekuensi. Masa bodoh Yoongi itu siapa dan apa. Ia memilih untuk tidak menaruh perhatian pada identitas dan emosi perempuan itu. Kemudian ia menadahi dada Yoongi yang bulat. Ia meremasnya. Bibir Jimin ada di kulit leher Yoongi dan ia hisap-hisap bagian itu sembari digigit.

"Jim," kata Yoongi. Nadanya agak datar, tapi sedikit bergetar.

Ketika tangan Jimin yang lain menyusup di antara celah selangkangannya, ia terperanjat, seperti tidak siap bertemu dengan kelima jari itu. Tangan Jimin adalah tangan bertalenta yang dapat melakukan apapun sementara pemiliknya tidak acuh. Tangan itu bisa membelai bibir kemaluan Yoongi tanpa perlu Jimin melihat. Jari-jari itu bersatu, menjadi lurus, kemudian menangkup, seperti siap menerima aliran deras dari kanal yang jebol. Satu di antara mereka bergerak sendiri, menekan tombol klitoris Yoongi yang tersembunyi. Lalu dengan cepat kemaluannya menjadi becek. Dia diam. Benar saja, banjir.

floating point [pjm x myg]Where stories live. Discover now