MF || 02 - Perasaan Ini

11.2K 313 24
                                    

Deburan ombak pantai terdengar sangat menenangkan pikiran, setelah sekian banyak dokumen dan berkas-berkas yang menemani Erna. Memejamkan mata, menghirup angin laut yang menerpa wajahnya seraya memeluk tubuhnya sendiri, sangatlah menenangkan jiwa.

Erna dikejutkan saat bahunya disentuh dari belakang, sontak wanita yang beberapa hati yang lalu sudah bertunangan dengan Azka pun langsung menoleh dan mendapati Gani tengah cengengesan. "Lo lagi mikirin gue ya, hehe."

Erna tersenyum mendengar banyolan yang sering Gani katakan padanya. "Pede banget." ucap Erna dengan kekehan. Lalu, Erna pun kembali menatap hamparan laut biru yang membentang di depan matanya. "Pak Gani sudah sering kesini ya?"

Gani bersidekap, kemudian tubuhnya ia hadapkan kearah laut, sama seperti yang dilakukan Erna. "Kebiasaan. Kalau diluar jam kerja, jangan panggil gue Pak Gani, panggil nama aja, Dinda."

"Tuh, kan. Pak Gani juga kebiasaan, deh. Panggil nama Dinda lagi." sunggut Erna kesal. Tapi, itu hanyalah candaan semata.

"Haha... habisnya, lo sih. Lagian lo itu tunangan sobat gue. Jadi, bersikap biasa aja, ya. Jangan terlalu formal kalau diluar pekerjaan, Dinda."

Erna menghela napasnya lirih, karena Gani, atasannya itu selalu memanggilnya dengan sebutan Dinda, setiap kali hanya berdua seperti ini. Tapi, dengan sikap Gani yang suka mengakrabkan diri, hal itu membuat Erna terbiasa dengan kelakuan Gani.

"HEI, KALIAN BERDUA. KEMARI CEPAT." teriak Azka yang sedang membuat api unggun dengan melambaikan tangannya kepada tunangannya dan sahabatnya.

"IYA." teriak Gani membalas seraya ikut melambaikan tangannya kearah Azka. Gani menoleh kesampingnya dan kembali berujar. "Ayo, nanti tunanganmu ngambek lagi, haha."

Setelah mengatakan demikian, Gani turun dari bebatuan dan menjulurkan tangannya kepada Erna yang berada diatas batu.

Apa yang dilakukan Gani barusan membuat Erna dalam sekejap menatap uluran tangan Gani yang berniat membantunya untuk turun. Tanpa banyak bicara, Erna pun tersenyum tipis dan menerima uluran tangan atasannya itu.

"Terimakasih." ucap Erna setelah turun dari atas batu besar itu, kemudian melepaskan genggaman yang Gani lakukan kepada telapak tangannya.

Erna pun berlari pelan menuju kearah Azka, tunangannya. Sementara Gani hanya tersenyum kecut saat melihat Erna sudah memeluk Azka begitu mesranya didepan keluarganya Azka.

Bekas sentuhan tangan Erna di telapak tangannya itu ia genggam pelan seraya mengepalkannya perlahan. Serasa ada yang hilang saat Erna melepaskan genggamannya. Tapi, Gani sadar diri kalau perasaannya semakin hari semakin menyiksanya.

Apa mau dikata, wanita yang dicintainya ternyata sudah bertunangan dengan sahabatnya sendiri. Sakit tidak berdarah. Siapa sih yang mau jatuh cinta semenyakitkan ini? Tidak ada. Tapi, perasaan cinta ini tidak bisa Gani cegah, karena datang dengan sendirinya.

"Eh, sob, ini." ucap Azka sembari memberikan air minum untuk Gani.

"Makasih ya, hehe." ucap Gani menerima air pemberian dari Azka.

"Gani, ngomong-ngomong sudah punya pasangan belum?" tanya ibu Azka seraya ikut duduk disamping Gani.

Gani yang mendapat omongan seperti itu dari ibu sahabatnya, sontak langsung tertawa pelan dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lalu, Gani menggeleng. "Belum, tante, hehe."

Senyum di bibir ibu Azka saat mendengar ucapan Gani, sahabat putranya yang sudah dianggap anaknya sendiri, lantaran Gani sering sekali berkunjung ke rumahnya dari sejak kecil sampai sekarang.

"Gani... Gani. Kamu itu ganteng, masa belum punya pacar, sih?" ucapnya seraya terkekeh dengan mencubit pipi Gani dengan gemas.

"Beneran, tante. Dulu sih pernah punya, cuma gitu deh, hehe."

My Fiance ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang