Selama tiga bulan itu, Azka melakukan banyak terapi dan pengobatan, ditemani Jane yang mau membantu. Begitu baik sekali Jane ini.
Saat Azka menghubungi nomor ponsel tunangannya. Sayangnya nomor Erna tidak aktif dan membuat Azka harus menunggu sembuh, supaya bisa kembali pulang dan tidak merepotkan Jane lagi. Apalagi dirinya pasti dikabarkan hilang, sudah pasti, karena Azka menghilang tanpa kabar lebih dari berminggu-minggu.
Hari ini Azka keluar dari rumah sakit. Ia membereskan brangkar yang ia tinggali, seraya menoleh ke sampingnya, dimana ada Jane yang tengah tersenyum lebar kepadanya.
"Sudah? Waktunya pulang." ucap Jane pelan dan ditanggapi Azka dengan anggukan kepala.
Setelah keluar dari rumah sakit, Jane mengendarai mobilnya guna mengantarkan Azka pulang ke rumahnya.
Degup jantung Azka meningkat, saking gugupnya, apalagi setelah lama ia tidak ada kabar keberadaannya. "Jangan gugup begitu. Rilex saja. Ibumu pasti akan senang, kalau ternyata anaknya selamat dari kecelakaan itu." ucapnya menyemangati.
Azka pun menoleh ke arah Jane yang tersenyum seraya mengendarai mobilnya. Pemandangan Jane sedang menyetir itu membuat Azka tersenyum lebar, apalagi jarang sekali ia melihat penampilan wanita seperti Jane.
Wanita yang berpenampilan apa adanya. Celana jeans biru belel, dipadu padankan dengan kemeja kotak-kotak berwarna coklat. Sangat stylish sekali ditambah rambut panjangnya yang sedikit pirang dia biarkan terurai.
"Makasih ya, Jane." ucap Azka pelan, sehingga membuat Jane menoleh dan menatap Azka, laki-laki yang ia tolong. "Kamu sudah menolongku, bahkan mau membantuku sampai sejauh ini."
"Haha... sudahlah jangan dibahas lagi. Lagian aku ikhlas, kok." Azka pun tertawa pelan dengan menatap Jane yang masih fokus mengemudikan mobilnya. Setelah itu, Azka dan Jane pun mengobrol banyak hal, termasuk menceritakan tentang tunangannya dan sahabatnya.
"Disini?" tanya Jane yang melihat rumah yang sangat besar itu. Setelah sampai di depan gerbang, ķening Azka mengerut dalam saat melihat tulisan yang ada di depan gerbang rumahnya, disitu bertuliskan rumah ini dijual. "Lho, rumahnya mau dijual, Mas Azka."
Tidak ditanggapi ucapan Jane, Azka pun membuka seat belt, kemudian keluar dari dalam mobil dan mendekati gerbang rumahnya yang bertuliskan rumah dijual tersebut.
Jane pun ikut keluar menyusul Azka dan berdiri di sampingnya. "Ini ada yang tidak beres, nih." gumamnya lirih, kemudian Azka menoleh ke arah Jane. "Jane, boleh aku pinjam ponsel kamu? Aku mau menghubungi nomor ini."
Tanpa banyak bicara, Jane pun mengeluarkan ponselnya yang ada di saku celananya dan menyerahkannya ke Azka.
Tidak butuh waktu lama, Azka mengetik nomor yang tertera ditulisan tersebut, kemudian menghubunginya. "Halo? Siapa ini?"
Sambutan dari balik ponsel tersebut, membuat Azka langsung mengetahui siapa yang ia hubungi saat ini. "Bibi? Ini aku Azka." tidak ada respon setelah Azka mengatakan demikian. Namun, dibalik ponsel tersebut ada suara tangisan. "Bibi, ada apa? Kenapa bibi menangis, aku mau tanya kenapa rumah dijual? Lalu, mama tinggal dimana sekarang?"
"Azka, kamu ada dimana sekarang, nak?"
"Aku ada di depan rumah, Bibi."
"Kamu jangan kemana-mana. Bibi sama Paman akan segera kesitu. Azkaaa ternyata kamu belum meninggal, nak. Terimakasih ya Tuhan. Tunggu disana, sayang."
Setelah mengatakan begitu, Bibinya Azka langsung mematikan ponselnya dan segera menuju ke rumah yang akan dijual, dimana Azka sedang menunggu disana.
"Ini, terimakasih, Jane. Paman dan Bibiku mau kesini, kita tunggu sebentar ya."
"Iya."
Saat Azka dan Jane tengah duduk di depan pagar rumahnya, tiba-tiba mobil berhenti tepat di belakang mobil Jane yang terparkir. Azka pun berdiri melihat siapa yang tiba-tiba keluar dari dalam mobil tersebut, seraya berlari pelan dan memeluk Azka begitu eratnya.
"Azka... kamu kemana saja, nak? Paman dan Bibi kira kamu sudah meninggal." ucapnya lirih dengan air mata yang mengalir. "Kamu gak kenapa-napa kan?" ucapnya setelah melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.
Azka tersenyum lebar dan memeluk Bibinya, kakak dari ibunya. "Aku gak kenapa-napa, kok, Bibi. Aku juga masih hidup."
"Azka, syukurlah kamu telah kembali." ucap Paman Azka seraya memeluk keponakannya yang baru saja pulang, apalagi Azka sudah dikabarkan meninggal dunia karena hilang.
Azka menoleh ke belakang Paman dan Bibinya, ia mencari ibunya yang sangat ia rindukan. "Paman, Bibi, Mama kemana?"
"Kita ngobrol didalam saja ya, nak." ucap Bibinya yang diangguki Azka.
Mereka bertiga berbalik badan, langkah kaki mereka langsung terhenti, saat Jane tengah berdiri dan tersenyum kikuk. Paman dan Bibinya itu saling pandang satu sama lain seraya mengerutkan keningnya.
"Oh, ini. Paman, Bibi. Dia Jane, orang yang menyelamatkanku saat kecelakaan. Dan Jane, mereka berdua Paman dan Bibiku."
"Jane, Om, Tante."
Kedua pasangan suami istri itu pun menganggung dengan tersenyum, saat Jane, wanita ini adalah yang menyelamatkan nyawa keponakannya.
"Terimakasih ya, Jane. Kamu sudah menyelamatkan keponakan Om dan Tante. Ayo kita masuk dulu." ajak Bibinya Azka itu seraya menggandeng Jane.
Setelah masuk ke dalam rumah, Azka langsung disuguhkan dengan tampilan rumahnya yang berdebu, tidak seperti dulu, yang nyaris tanpa debu, karena ibunya sering membersihkannya.
Paman dan Bibinya itu langsung menceritakan semuanya, dari kecelakaan itu, bahkan sampai berita meninggalnya Sarah, ibu kandungnya Azka.
Saat mendengar fakta seperti itu, Azka langsung menangis, karena kecelakaan itu ternyata merenggut nyawa ibunya.
Semua orang terdiam mendengar ucapan Bibinya Azka tersebut. Rumah ini pun terpaksa mau dijual, karena tidak ada yang menempati rumah ini, apalagi Azka menghilang tanpa kabar, membuat Paman dan Bibinya mau tidak mau memilih menjual rumah ini.
"Bibi sangat terkejut sekali, nak. Bibi kira kamu sudah gak ada. Hiks, hiks." ucapnya tersedu-sedu dan Azka pun memeluk Bibinya tersebut.
"Lalu, bagaimana kabar tentang tunanganku, Bi?" Azka bertanya, karena kehidupannya berubah setelah dirinya mengalami kecelakaan waktu itu.
"Erna, tunanganmu...," ucapnya lirih, seraya melepaskan pelukan dari keponakannya itu, kemudian Bibi berbalik badan dan memeluk suaminya dengan menangis.
Kening Azka mengerut saat Bibinya merespon seperti itu. Jane yang sejak tadi mendengarkan obrolan yang menguras air mata itu, membuat Jane hanya bisa diam dan mendengarkan semuanya. Termasuk bagaimana nasib Azka kedepannya.
"Tunanganmu sudah menikah." Paman Azka lah yang melanjutkan ucapan Bibi yang terpotong.
Mata Azka sontak langsung terbelalak mendengar ucapan Pamannya barusan. "Maksud, Paman?"
"Tunanganmu sudah menikah dengan Gani, sahabatmu."
Deg!!!
Bukan hanya Gani yang sangat terkejut, Jane pun ikut terkejut, karena selama tiga bulan terakhir, Azka sering menceritakan keduanya selama masih dirumah sakit.
Keakraban mereka membuat Jane ikut senang, saat Azka menceritakan persahabatan mereka berdua selama perawatan. Meskipun Jane mendengar cerita dari Azka langsung, akan tetapi ia ikut merasakan persahabatan mereka. Tapi, ucapan dari Paman Azka barusan membuatnya ikut terkejut.
Kemudian Jane melihat Azka yang terdiam. Pasti kabar itu sangat mengejutkannya. Tunangannya menikah dengan sahabatnya sendiri. Pasti sangat menyakitkan.
"Kalau saja dirinya tidak mengalami kecelakaan, pasti alur ceritanya bukan seperti ini. Kenapa takdir hidupnya berubah dalam sekejap?" gumamnya dalam hati.
□■□■□
Salam Hangat
(Wanda Niel)
IG : wanda_niel25
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiance ✅
Aktuelle LiteraturWARNING!! 🚫 ⛔Sebagian Part Diihapus!!!⛔ Tersedia di Playstore & Play Books!! [Bijaklah dalam membaca] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT ⛔ ------------------------------- MY FIANCE © 2020 Written || W a n d a n i e l 2 5