GAURI NISDHARYA MAHVEEN
Gauri. Seseorang yang mengenalnya dengan baik pasti mengganggap sosoknya sangat "Helper". Bukan berarti "pembantu" seperti terjemahan Google Translate melainkan seseorang yang sering dan selalu ikhlas membantu kesulitan orang lain.
Suatu hari Mama pernah mengatakan tentang arti namanya. Gauri artinya jalan penghidupan yang tentram, merdeka, bahagia dan sempurna. Sedangkan nama Nisdharya diambil karena Papa adalah anak tunggal dari keluarga di Jawa yang memiliki arti anak rupawan, Papa bilang beliau ingin terus melestarikan sesuatu yang berbau Jawa. Menjelang masa kelahiran, Mama sering memimpikan cahaya matahari, untuk yang terakhir ini Gauri bahkan tidak mengerti seperti apa Mamanya bermimpi hingga akhirnya nama Mahveen yang digunakan untuk nama terakhirnya.
Namun dibalik namanya ini, Mama dan Papa selalu mengharapkan anaknya menjadi perempuan yang cantik, yang selalu menyinari kehidupan dengan kebahagiaan. Membawa kebaikan disetiap perjalanan hidupnya. Tetapi kadang sikap baiknya yang terlalu berlebihan membuat orang- orang didekatnya merasa jengkel seperti saat ini ...
"Uri, Mama bukannya larang kamu bawa anak kucing kerumah. Tapi liat tuh, hidung kamu udah merah. Pasti dari tadi udah bersin-bersin kan," Mama berdiri dengan tangan menenteng di pinggang, menatap anak perempuannya dengan galak. Suaranya yang kencang membuat anak kucing ketakutan dan mulai kembali mengeong. Gauri mendekap erat makhluk berbulu tersebut.
"Mama gak kasian? Aku temuin dia di got kedinginan dan mengg-"
"Ya ampun got, turunin!"
Gauri menggeleng keras, jelas sekali ia menolak karena merasa kasian jika anak kucing tersebut ia geletakkan begitu saja di atas lantai yang dingin. Namun, Mama melotot dan sepertinya sudah siap untuk kembali mengomel, akhirnya dengan hati-hati ia menurunkan si kucing.
Sebenarnya bukan tanpa sebab Mama mengomel seperti ini apalagi anaknya selama ini tidak pernah berbuat neko-neko yang berujung membuatnya kesal. Ini lantaran Gauri memiliki alergi terhadap bulu-bulu hewan, ia pasti dibuat flu setelahnya.
Di pojok sofa ruang tamu, Papa tengah duduk dan menatap keduanya sembari menyeruput kopi panas, tanpa berniat membantu menengahi perdebatan kedua perempuan yang disayanginya itu. Padahal sedari tadi Gauri sudah beberapa kali melirik melempar kode agar Papa memihak padanya.
Dari sebelum menikah dengan Mama, Papa adalah salah satu penggemar burung, terhitung dari seberapa beliau aktif dalam komunitas. Setelah menikah dengan Mama, semua burung mahal koleksi Papa ikut diboyong serta kerumah baru, sampai dibuatkan lahan khusus burung berukuran 9x4 meter. Semula situsasi aman, bahkan Gauri sangat dekat dengan beberapa burung kesayangan Papa, tapi begitu ia menginjak usia 7 tahun alergi itu datang, sehingga Papa mau tidak mau harus menjual semua burungnya dan menjadikan tempat itu sebagai kolam renang saat ini.
Gauri masih berdiri dekat si kucing, tetap ngotot akan memelihara hewan menggemaskan itu, walau Mama sekali lagi menegaskan jika alerginya bisa sewaktu-waktu tambah parah. Tapi dengan bujuk rayu yang mengatakan Gauri akan menerima segala resiko dari baik maupun buruknya, akhirnya Mama luluh dan mengijinkan kucing itu tinggal di rumah, setidaknya sampai dewasa nanti saat kucing itu mampu bertahan hidup sendiri.
Berhubung kucing berwarna putih itu kotor dan seperti kata Gauri tadi jika ia menemukannya di dalam got yang pasti banyak bakteri, Mama membawa kucing itu ke kamar mandi belakang. Membiarkan Gauri berjalan ke kamarnya untuk membersihkan diri dan mengistirahatkan tubuh sejenak.
Papa sudah menghilang kearah bagasi, memanaskan mobil karena Mama mengajak ke Pet Shop untuk membeli berbagai keperluan kucing baru Gauri, berhubung hari ini adalah weekend sekalian saja makan di luar katanya.
•••
Saat Gauri berumur 9 tahun, Papa dan Mama untuk pertama kali mengijinkannya ikut bertamasya dengan teman sekelas tanpa perlu didampingi keduanya lagi. Kali itu Gauri benar-benar merasa senang, tak ada lagi Mama yang mengomel ketika Gauri mencoba banyak wahana yang sekiranya membuatnya bahaya ataupun Papa yang selalu mengikuti kemanapun ia dan temannya menikmati waktu bermain bersama.
Tapi hari ini begitu melihat anak-anak Sekolah Dasar tengah melakukan playground di dekat Cafe tempatnya makan, Gauri benar-benar merindukan saat-saat dimana dirinya selalu membutuhkan Mama dan Papa. Kini tak lagi, Mama mulai kembali bekerja saat ia masuk Sekolah Menengah Pertama dan Papa makin sibuk dengan pekerjaanya. Jika dulu, setiap harinya dihabiskan dengan family time, sekarang saat weekend pun terasa mustahil bisa sekedar duduk diruang tamu sambil menonton film bersama.
Papa dan Mama menganggapnya benar-benar bisa mengurus dirinya sendiri. Saat kelas 6 bahkan Gauri sudah bisa membuat sarapannya sendiri walau hanya sekedar nasi goreng dengan topping telur mata sapi di atasnya.
"Sayang, mau pesen apa?" Pertanyaan Mama membuatnya kembali ke realita. Gauri menatap buku menu di depannya, kemudian menunjuk Burger dengan isian sefood dan tambahan keju mozzarella, kemudian menambah pesanan sekaleng minuman Sprite. Ia rasa sudah lama sekali sejak terakhir kali makan makanan yang tidak menyehatkan sejenis itu.
"Gauri mau ke belakang dulu ya," ia pamit meninggalkan keduanya dan berjalan menuju toilet. Jaraknya sedikit jauh, karena berada di sebelah pojok kiri dekat dengan dapur.
Begitu masuk toilet, tempat itu terasa lenggang. Tempatnya luas namun hanya ada satu gadis yang terlihat tengah menatap cermin sembari mengoleskan pelembab bibir. Gauri tersenyum saat tatapan mereka tak sengaja beradu, kemudian melenggang masuk kesalah satu bilik toilet.
Gauri telah selesai dengan urusannya di toilet. Saat keluar untuk mencuci tangan, gadis yang ditemuinya tadi masih berdiri di sana. Menatap pantulan dirinya sendiri di cermin dengan pandangan yang, em .. aneh menurut Gauri. "Kamu nggak keluar?" tanyanya hati-hati.
Gadis itu menoleh, menatapnya sembari tersenyum. "Nunggu kamu keluar lebih dulu."
Gauri mengernyit heran, membuka kran dan membasuh tangannya hingga bersih. "Nunggu aku?" tanyanya memastikan.
"Iya."
"Maksud aku, nunggu aku buat apa?"
Gadis itu mengedikkan bahunya, masih tersenyum dengan lebar.
Sejenak ia merasa merinding, namun ditangkasnya dengan pikiran positif. "Ah, biar aku nggak sendirian disini ya? Ada hantu ya emang?" Karena tak kunjung mendapat jawaban, Gauri cepat-cepat menyelesaikan urusannya dan berniat segera pergi. "Oke, aku udah selesai. Duluan ya." Ia tersenyum kemudian segera beranjak dari tempat itu. Namun saat sampai di ambang pintu, gadis itu kembali bersuara lirih walau begitu tetap tertangkap indra pendengarannya.
Kalau tidak salah dengar, gadis itu mengatakan. "Sampai bertemu lagi, Gauri." Yang berhasil membuat bulu kudu Gauri merinding.
•••
Masih di bagian pertama.
Aku sengaja ga kasih cast nya siapa, biar kalian sendiri aja yang mengembangkan imajinasi kalian tentang si tokoh ini. Aku juga ga larang kok kalau kalian mau ngehaluin diri sendiri jadi si tokoh ini wkwk.
Aku tegaskan sekali aja. Maaf nih kalau masih banyak kesalahan EYD, aku memang manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah. Eh, yang bacanya sambil nyanyi sini komen, nanti aku kasih cium jauh.
Oke di next part bakal ada ... siapa hayoooo?
Follow ig @theonly.vv
-28 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
My Page
Fanfiction[On Going] Gadis itu lagi. "Apa ... maumu?" Gauri merasa panas dingin, tubuhnya menggigil tiba-tiba. "APA MAUMU?" Teriaknya takut. "Datanglah ke perpustakaan pusat kota, di sana kau akan menemukan gadis berkacamata yang duduk di pojok dekat jendela...