Lembar Ke-2

37.3K 6K 1.1K
                                    

Lembar Ke-2
💍💍💍

Bunyi alarm yang melengking tajam membuat Raki mengerang. Manusia sialan mana yang membunyikan alarm senyaring ini? Bukan sekadar nyaring, karena bunyi menyakitkan itu bahkan terdengar seperti berada di dekat telinga.

Dekat telinga?

Oh, sial!

Raki sontak membuka membuka mata dan mendapati dirinya tidur menghadap sisi ranjang yang sudah kosong dengan seprai kusut. Bukti nyata bahwa seseorang sempat menempatinya. Tentu saja, Cinta. Wanita yang kurang lebih empat tahun ini selalu berada di sisinya. Istrinya.

Merasa bunyi alarm masih enggan berhenti, Raki mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Si tersangka akhirnya didapat juga. Dengan tubuh kerdil gendut, berdiri tepat di meja nakas. Dua telinganya  bergetar setiap mendapat pukulan dari pentungan kecil di puncak kepala. Raki menatapnya lekat dan … dari mana datangnya hampa yang mendadak membuatnya merasa kehilangan. Entah apa.

Menatap sisi tempat tidur Cinta sekali lagi, ia mendesah sebelum meraih si jam bulat kecil nan gendut itu untuk mencabut kasar baterai sebelum membantingnya hingga membentur dinding kamar, yang kontan meninggalkan bekas kehitaman samar di sana, kemudian jatuh bergelinding di lantai. Berhenti tepat di bawah kaki Raki yang telanjang. Seakan hendak mengejeknya.

Demi Tuhan, jam meja itu sama sekali tak bersalah. Hanya saja, kenapa—

Ah, tentu saja. Cinta tak akan lagi sudi membangunkan Raki—si suami tak tahu diri—dengan gelitikan mesra dan kecupan-kecupan basah di seluruh wajah seperti yang selalu wanita itu lakukan setiap menjalang subuh.

“Sudah mau subuh, Mas. Ayo, Bangun.”

Biasanya. Dengan suara lembut penuh rayu. Siapa yang tidak akan tergoda? Raki yang malang sontak akan bangun. Menggulingkan tubuh istrinya untuk satu ciuman panjang sebelum melompat turun dari ranjang. Bergegas membershkan diri.

Sejak  menjadi suami Cinta, Raki rajin salat. Bahkan ke masjid. Hampir setiap waktu. Karen dapat dipastikan, adzan kurang dari tiga puluh menit, istrinya akan selalu mengingtkan.

“Dapatkan shaf pertama, ya!” pesannya walau jarang Raki turuti, karena ia sendiri lebih suka di shaf terakhir.

Dan kini? Apa yang dia harapkan? Tentu saja ranjang yang dingin dan ketiadaan sosoknya.

Menyugar rambut ke belakang dengan memberi tekanan pada seiap ujung jari demi meredakan denyutan keras di balik kulit kepala, Raki turun. Baru dua langkah dari kasur, suara penuh dosa dari balik telinga bertanya, kenapa ia masih harus menuruti kemauan Cinta saat keadaan rumah tangga mereka di ambang kehancuran.

Raki sudah mengutarakan segala yang menurutnya perlu. Segalanya. Termasuk Laura yang … ingin ia jadikan … apa?

Pengganti Cinta?

Istri kedua?

Oh, Laura tidak akan pernah mau menjadi nomor dua.

Tapi, menceraikan Cinta?

Batin Raki terluka atas tanggapan istrinya tadi malam.

Ia mencintai Laura, dengan segenap jiwa. Sejak dulu. Bahkan kebaikan dan kelembutan Cinta sama sekali tak bisa menghapus bayang-bayang romansa pertamanya. Hanya saja, melepas Cinta sama saja menunjukkan kekalahan pada dunia.

Bukan Kisah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang