BAGIAN 8

537 25 0
                                    

"Eyang Wiratma...," desis Rangga ketika melihat seorang laki-laki tua berjubah putih keluar dari balik sebatang pohon di depannya.
Laki-laki tua yang dikenal bernama Eyang Wiratma itu berjalan menghampiri Rangga, dan berhenti setelah jaraknya sekitar dua langkah lagi di depan Pendekar Rajawali Sakti.
"Jadi kau dalang dari semua ini...?" gumam Rangga seperti bertanya pada dirinya sendiri.
"Kau salah jika menyangka demikian, Pendekar Rajawali Sakti," bantah Eyang Wiratma, terdengar kalem nada suaranya. "Bukan aku yang merencanakan semua ini, karena ada yang lebih tinggi lagi dariku. Sedangkan aku hanya sekadar membantu saja, menyediakan pasukan khusus yang tangguh dan dapat diandalkan serta dipercaya penuh."
"Apa pun alasanmu, untuk apa kau lakukan semua itu?" tanya Rangga ingin tahu.
"Kekuasaan!" sahut Eyang Wiratma tegas. "Kau tahu apa itu kekuasaan? He he he...! Semua orang di dunia ini pasti menghendaki kekuasaan. Dan kau juga tidak mungkin menghindari keinginan itu, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Kekuasaan apa yang kau inginkan?" tanya Rangga mulai tidak senang.
"Seluruh wilayah kerajaan ini. Bahkan seluruh dunia!" sahut Eyang Wiratma pongah.
"Hm.... Karena itu kau membantai para pendekar?" tebak Rangga langsung.
"Ha ha ha...! Kau memang terlalu cerdik, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi kau tidak bisa mengalahkan aku!"
Rangga menggumam kecil. Sedangkan Eyang Wiratma menggeser kakinya ke belakang beberapa tindak. Mereka saling menatap tajam, seakan-akan sedang mengukur kekuatan satu sama lain.
Laki-laki tua berjubah putih itu menggeser kakinya ke samping beberapa tindak, dan berhenti setelah jaraknya sekitar dua batang tombak dari Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tahu, saat ini kau adalah pendekar digdaya yang tidak tertandingi. Tapi itu bukanlah penghalang besar bagiku, Pendekar Rajawali Sakti. Kau boleh saja berbangga karena dapat lolos dari istana maut, tapi tidak akan luput dari kematian!" terdengar dingin nada suara Eyang Wiratma.
Rangga hanya diam saja memperhatikan laki-laki tua itu yang sudah mencabut senjatanya berupa tongkat pendek berwarna merah menyala. Ujung-ujung tongkat itu dipegang dengan kedua tangannya, lalu perlahan ditarik hingga sepanjang rentangan tangannya.
Wuk! Wuk...!
Tangkas sekali tongkatnya dikebutkan, kemudian diputar-putar cepat bagai baling-baling. Kini bentuk tongkat itu jadi hilang, dan yang terlihat hanya bulatan lingkaran merah membentuk perisai. Memang sepertinya permainan tongkat itu tidak berarti. Tapi mendadak saja, Rangga merasakan adanya aliran hawa panas yang semakin lama semakin menyengat kulit.
"Hawa racun..." desis Rangga perlahan.
Memang dari tongkat merah itu memancar hawa racun yang mengandung udara panas menyengat kulit, yang semakin lama semakin terasa. Meskipun disadari kalau dirinya memiliki kekebalan terhadap segala jenis racun, tapi Pendekar Rajawali Sakti mencoba menandinginya dengan mengerahkan hawa murni yang dipusatkan pada aliran jalan darah. Rangga tetap berdiri tenang, dan tak sedikit pun terpengaruh oleh serangan hawa racun yang dibuat oleh Eyang Wiratma melalui senjata tongkat merahnya.
Sikap Pendekar Rajawali Sakti itu membuat kening Eyang Wiratma jadi berkerut juga. Serangannya semakin diperhebat, disertai pengerahan seluruh kekuatan untuk melumpuhkan pemuda berbaju rompi putih itu. Wajah laki-laki tua itu sampai memerah, karena seluruh kekuatannya dikerahkan dalam menyalurkan hawa racun dari tongkat merah kebanggaannya.
"Hm...!" Rangga tersenyum melihat laki-laki tua itu semakin memperhebat serangannya.
"Bocah setan...!" geram Eyang Wiratma merasa kewalahan juga. Tiba-tiba saja laki-laki tua berjubah putih itu berteriak nyaring melengking tinggi. Maka seketika tubuhnya melesat cepat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Sungguh luar biasa serangannya kali ini. Tongkat merah yang dikebutkan tiga kali itu menimbulkan suara angin menderu bagai topan.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaah...!"
Tepat ketika ujung tongkat Eyang Wiratma meluruk ke arah dada, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti merapatkan kedua tangannya di depan dada. Dan,...
"Hih!"
Tap!
Ujung tongkat yang runcing berwarna merah menyala itu terjepit erat di kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti. Hal ini membuat Eyang Wiratma terkejut setengah mati. Dicobanya untuk menarik pulang tongkatnya, namun jepitan tangan Rangga begitu kuat. Akibatnya, sukar baginya untuk melepaskan tongkat itu. Eyang Wiratma mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam, tapi tetap saja jepitan itu tidak bergeming sedikit pun.
"Hih! Hiyaaa...!" Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam, Eyang Wiratma menghentakkan tongkatnya kuat-kuat. Pada saat yang bersamaan, kakinya menendang ke arah perut Pendekar Rajawali Sakti.
Tapi manis sekali Rangga mengegoskan tubuhnya, sehingga tendangan itu hanya lewat di samping pinggang. Pada saat yang sama, Rangga menghentakkan tangannya ke atas tanpa melepaskan jepitan pada ujung tongkat merah itu.
"Hiyaaa...!"
Wut!
"Whaaa...!" Eyang Wiratma terpekik kaget ketika tiba-tiba tubuhnya melayang terangkat ke udara. Dan tanpa dapat dicegah lagi, laki-laki tua itu terpental jauh melambung tinggi ke angkasa.
Namun begitu tubuhnya berada di udara, tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti mengejar sambil mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
"Hiyaaat...!" Rangga berteriak keras melengking. Dua kali tangan Rangga mengibas ke tubuh laki-laki tua berjubah putih itu.
Sementara Eyang Wiratma sendiri tidak bisa lagi menguasai keseimbangan tubuhnya. Dengan demikian tidak mungkin lagi serangan Pendekar Rajawali Sakti dihindarinya. Maka, tepat sekali kedua tangan Rangga yang mengembang lebar berkelebat membabat tubuh Eyang Wiratma.
"Aaa...!" Eyang Wiratma menjerit melengking tinggi. Tubuh laki-laki tua itu meluncur turun ke bawah.
Dan sebelum sempat menyentuh tanah, Rangga sudah cepat mengejar. Pendekar Rajawali Sakti meluruk deras disertai pengerahan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Sepasang kakinya bergerak cepat, langsung menghantam kepala Eyang Wiratma.
Tak ada lagi jeritan yang terdengar. Laki-laki tua itu sudah tewas sebelum tubuhnya menghantam tanah. Ringan sekali Rangga menjejakkan kakinya di tanah. Ditariknya napas panjang, seraya memandangi mayat laki-laki tua berjubah putih itu.
Rangga memutar tubuhnya, langsung memandang pohon tempat Eyang Wiratma muncul tadi. Dengan sekali lesat saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah mencapai pohon itu. Perlahan pohon itu diputari. Seketika matanya terbeliak melihat Talia tergeletak di tanah dengan tubuh hampir tertutup dedaunan kering.
"Talia...!" Bergegas Rangga mengangkat tubuh gadis itu, dan membawanya ke tempat yang lebih baik. Dibaringkannya kembali gadis itu. Sebentar Rangga memeriksa tubuh Talia, kemudian menggerakkan jari-jari tangannya ke beberapa bagian tubuh gadis itu.
"Ohhh...!" Talia merintih seraya menggeleng-gelengkan kepala. Gadis itu langsung menggerinjang bangkit duduk begitu tersadar dari pengaruh totokan. Dipandanginya Rangga dalam-dalam, kemudian beralih pada seorang laki-laki tua berjubah putih yang tergeletak berlumuran darah tidak jauh dari tempat ini. Kembali Talia mengalihkan pandangannya ke arah Rangga yang juga tengah memandang padanya. Kelihatan sekali kalau gadis itu hendak meminta penjelasan.
"Apa yang terjadi padaku, Kakang?" tanya Talia. Talia mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan langsung terpaku pada bangunan istana yang hancur berantakan. Bangunan itu tidak berbentuk lagi, dan telah hancur berkeping-keping menjadi puing-puing yang tak bisa ditempati lagi.
"Kau terkena totokan pada jalan darahmu," jelas Rangga.
"Oh! Kita harus membebaskan ayah secepatnya, Kakang. Ayah ada di lembah," kata Talia.
"Dari mana kau tahu?" tanya Rangga.
"Eyang Wiratma yang mengatakannya padaku. Dia sempat membebaskan totokan pada bagian kepalaku. Katanya, sebentar lagi ayah akan mati. Mereka kemudian akan menguasai seluruh wilayah Kerajaan Mandalika, setelah menggulingkan Prabu Yudanegara. Tapi yang jelas, mereka ingin membunuhmu lebih dulu agar tidak menjadi penghalang," tutur Talia.
"Kau sudah tahu, lalu kenapa pakai tanya segala?" dengus Rangga.
"Maksudku hanya ingin meyakinkan saja, Kakang. Soalnya tadi aku antara sadar dan tidak," sahut Talia beralasan.
Rangga bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada gadis itu. Talia langsung menerimanya dengan bibir mengulas senyuman manis. Gadis itu bangkit berdiri dibantu Pendekar Rajawali Sakti.
"Talia. Kau tahu, siapa biang keladi semua ini?" tanya Rangga seraya mengayunkan kakinya meninggalkan tempat itu.
"Sambung Wulung," sahut Talia yang berjalan di samping Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau yakin?"
"Sejak semula aku sudah yakin kalau dialah biang keladinya. Hanya saja aku belum punya bukti kuat. Dan ayah sendiri juga sudah tahu kalau Sambung Wulung selalu membuat keonaran di Kerajaan Mandalika ini."
"Kenapa ayahmu pura-pura tidak tahu?" tanya Rangga ingin tahu.
"Sengaja, karena tidak ingin menyakitkan hati Gusti Prabu. Ayah terlalu menghormati dan mencintainya. Apalagi Sambung Wulung menantu satu-satunya Gusti Prabu yang sangat disayang. Ayah sudah berkorban banyak. Tapi, rupanya Sambung Wulung selalu saja mengusik kehidupan ayah. Padahal ayah sendiri juga, sudah berjanji tidak akan mencampuri urusannya dalam menggulingkan tahta Gusti Prabu Yudanegara."
"Aku bisa menghargai kesetiaan ayahmu, Talia," ujar Rangga agak bergumam.
"Ya.... Ayah memang terlalu setia pada Gusti Prabu, tapi kadang-kadang membuatku jengkel. Kalau saja ayah mau, sudah dari dulu si keparat itu mampus!' agak jengkel terdengar nada suara Talia.
Rangga terdiam. Memang sukar dicari nilai kesetiaan seseorang. Ki Sara Denta rela mengorbankan segalanya demi kesetiaannya pada Prabu Yudanegara. Bahkan rela dihina dengan berpura-pura menjadi gila. Semua itu dilakukan agar Prabu Yudanegara tetap menduduki tahta.
Raden Sambung Wulung memang tidak akan mungkin menduduki tahta selama Prabu Yudanegara belum mangkat. Apalagi untuk merebut tahta secara kekerasan. Karena, itu akan membangkitkan kemarahan seluruh rakyat Kerajaan Mandalika. Tidak ada gunanya menjadi raja jika rakyat tidak menyukai, bahkan malah membencinya. Bisa-bisa setiap hari yang diurusi hanya pemberontakan saja.
Tapi rupanya pemuda itu tidak sabar lagi. Terlebih lagi setelah merasa gagal menyingkirkan Pendekar Rajawali Sakti. Memang matang rencana Raden Sambung Wulung. Dia tahu kalau Ki Sara Denta memiliki banyak teman dari kalangan pendekar. Bahkan Prabu Yudanegara sendiri menganggap seluruh pendekar di dunia ini adalah sahabatnya. Raden Sambung Wulung sengaja melenyapkan para pendekar untuk mengurangi kekuatan yang akan dihadapi.
Ya! Caranya adalah mencemarkan seluruh lantai istana dengan racun. Hal itu bisa dilakukan berkat bantuan Eyang Wiratma yang memang terkenal pembuat racun ganas. Dan sekarang Pendekar Rajawali Sakti tinggal menangkap biang keladinya.

80. Pendekar Rajawali Sakti : Istana MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang