BAGIAN 4

487 21 0
                                    

Ki Sara Denta menghampiri Rangga yang menunggu di bawah pohon, di luar benteng bangunan Istana Kerajaan Mandalika ini. Dengan wajah muram langsung dijatuhkan dirinya, duduk di samping pemuda berbaju rompi putih ini.
"Ada apa, Ki? Apa yang dikatakan Prabu Yudanegara padamu?" tanya Rangga yang keheranan melihat mimik wajah laki-laki tua ini. Tidak seperti biasanya, wajah si Tua Gila ini selalu cerah, kini tampak murung. Itu terjadi setelah dia keluar dari istana. Bahkan beberapa kali dia mendengus, menarik napas panjang dan menghembuskan kuat-kuat.
"Huh! Mengapa semua orang membenciku? Bahkan Gusti Prabu sendiri jadi tidak menyukaiku lagi..! keluh Ki Sara Denta.
"Ada apa, Ki?" tanya Rangga sabar.
"Prabu Yudanegara menyuruhku agar ikut denganmu," sahut Ki Sara Denta seraya menatap Pendekar Rajawali Sakti.
"Ikut denganku...?" Rangga jadi tidak mengerti.
"Benar. Aku harus selalu menyertaimu."
"Memang apa yang harus kulakukan? Lagi pula aku tidak tahu, kenapa kau bawa aku sampai ke sini. Aku tidak melihat ada sesuatu yang harus kukerjakan di sini, selain urusanmu dengan orang-orang yang menamakan dirinya Partai Naga," tegas Rangga.
"Bukan urusanku, tapi mereka sengaja melibatkan diriku!" dengus Ki Sara Denta, agak sengit nada suaranya.
"Kau selalu bermain teka-teki denganku, Ki. Sebaiknya ceritakan saja persoalannya padaku. Dengan begitu kita bisa cepat menyelesaikannya," kata Rangga lembut.
"Inilah yang membuatku merasa aneh, Rangga. Gusti Prabu menyuruhku mencari dan membawamu ke sini, tapi sampai sekarang kau belum tahu apa tugasmu," kembali Ki Sara Denta mengeluh.
"Prabu Yudanegara memang tidak mengatakan apa maksudnya padaku, Ki. Kenapa tidak kau saja yang mengatakannya padaku?"
"Aku tidak berhak. Lagi pula, aku sudah dilarang untuk tidak banyak bicara padamu."
"Siapa yang melarangmu?" tanya Rangga jadi semakin penasaran.
"Gusti Prabu sendiri," sahut Ki Sara Denta.
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu."
"Aneh...," desis Rangga bergumam.
Ki Sara Denta tidak diizinkan untuk mengatakan apa-apa, sedangkan Prabu Yudanegara sendiri tidak mau mengatakan apa-apa sampai sekarang ini. Jadi untuk apa sebenarnya si Tua Gila ini mencari Pendekar Rajawali Sakti. Keanehan memang sangat terasa sekali sejak Rangga menginjakkan kakinya di lembah ini. Bahkan sejak pertemuannya dengan laki-laki ini.
Saat mereka sedang berdiam diri dalam kebingungan, Raden Sambung Wulung menghampiri bersama dua orang pengawal. Ki Sara Denta maupun Rangga diam saja, duduk memandangi pemuda itu.
"Aku datang hanya menyampaikan pesan dari Gusti Prabu Yudanegara untuk kalian berdua," kata Raden Sambung Wulung tanpa basa-basi lagi.
"Katakan saja," ujar Ki Sara Denta serasa enggan menanggapi.
Raden Sambung Wulung mendelik gusar pada laki-laki tua ini. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Sikap si Tua Gila ini memang tidak pernah berubah. Sedikit pun tidak ada rasa hormat meskipun di depan Prabu Yudanegara, sikap Ki Sara Denta pada pemuda ini tetap saja begitu.
Dan ini menjadi perhatian Rangga sejak semula. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak mau ambil peduli. Dia hanya menduga, tentu di antara mereka terjadi sesuatu, sehingga si Tua Gila tidak pernah punya rasa hormat pada Raden Sambung Wulung, walaupun pemuda itu adalah menantu Prabu Yudanegara.
"Gusti Prabu meminta kalian berdua berangkat sekarang juga," kata Raden Sambung Wulung. Setelah berkata demikian, Raden Sambung Wulung berbalik dan melangkah pergi. Ki Sara Denta hanya mendengus saja. Dia melirik tajam pada pemuda yang berjalan dikawal dua orang prajurit itu.
"Huh" Ki Sara Denta mendengus.
"Kita harus berangkat ke mana, Ki?" tanya Rangga.
"Ke neraka!" sahut Ki Sara Denta, sengit.
"Ha ha ha...!" Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban yang dianggapnya hanya lelucon itu. Tapi mendadak saja tawa Pendekar Rajawali Sakti itu terhenti begitu melihat si Tua Gila ini diam saja dengan wajah muram.
"Yuk, Ki...," ajak Rangga seraya menepuk pundak si Tua Gila. Rangga bangkit dan menggerak-gerakkan tubuhnya, menghilangkan rasa pegal. Ki Sara Denta ikut bangkit walau tampak lesu. "Ayo, kita pergi," ajak Rangga lagi.
"Ke mana?" tanya Ki Sara Denta.
"Katanya ke neraka...? Ayolah, sebelum malam datang." Rangga masih juga berolok-olok. Sedangkan Ki Sara Denta hanya mendengus saja. Kakinya diayunkan mengikuti langkah Pendekar Rajawali Sakti.

***

Kening Rangga berkerut ketika Ki Sara Denta membawanya ke bangunan besar yang tampak tidak terurus lagi. Dipandanginya bangunan itu dalam-dalam. Entah kenapa, Pendekar Rajawali Sakti merasakan adanya sesuatu yang menyelimuti bangunan itu. Sesuatu yang dirasakan seperti menyimpan misteri.
Sementara Ki Sara Denta hanya terdiam saja sampingnya. Wajah laki-laki tua itu kelihatan menegang, sepasang bola matanya tidak berkedip memandangi istana tua yang berdiri kokoh di depannya. sejenak mereka hanya saling pandang saja, tidak berbicara sedikit pun.
"Untuk apa kita ke sini, Ki?" tanya Rangga.
"Di sinilah nerakanya, Rangga," sahut Ki Sara Denta.
Rangga mengerutkan keningnya memandangi Tua Gila itu dalam-dalam. Benar-benar sulit dimengerti apa yang dimaksud Ki Sara Denta barusan. Pendekar Rajawali Sakti mengalihkan pandangannya pada bangunan di depannya.
"Sudah banyak yang mencoba, tapi mereka tidak pernah kelihatan keluar lagi. Entah bagaimana nasib mereka di dalam sana," kata Ki Sara Denta, agak mengeluh nada suaranya.
"Siapa yang kau maksudkan, Ki?" tanya Rangga.
"Para pendekar yang diundang oleh Prabu Yudanegara," sahut Ki Sara Denta.
Rangga terdiam. Perasaannya yang tajam, langsung menduga kalau di dalam istana ini terjadi sesuatu. Suatu misteri yang menantang Rangga untuk segera menyingkapnya. Misteri yang sudah terasakan olehnya ketika pertama kali melihat istana itu. Apakah ini yang dinamakan istana maut itu?
Rangga bertanya-tanya dalam hati. Hal itu memang sudah didengarnya dari orang-orang di lembah sana, kalau istana itu merupakan istana maut yang sudah banyak meminta korban nyawa. Tapi sampai saat ini Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, bagaimana caranya istana ini bisa meminta korban manusia. Keadaannya memang sungguh mengerikan, dan terkesan angker. Tapi tidak terlihat seorang pun yang tinggal di dalam istana ini. Suasananya begitu sunyi, tak ada tanda-tanda kehidupan, baik di luar maupun di dalam.
"Aku akan melihat ke dalam, Ki," kata Rangga ingin tahu.
"Kau akan mati begitu berada di dalam, Rangga," sergah Ki Sara Denta.
"Bagaimana kau bisa memastikannya, Ki? Sedangkan tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui datangnya kematian. Kau tidak ingin ikut masuk?" Rangga tersenyum.
"Tidak," sahut Ki Sara Denta tegas.
"Kenapa?"
"Kalau aku masuk ke sana, dan kemudian mati, maka tidak ada lagi yang bisa disuruh untuk mencari pendekar-pendekar oleh Prabu Yudanegara," sahut Sara Denta lagi.
"Hm.... Jadi selama ini kau selalu berkelana untuk mencari para pendekar, dan kemudian menyuruh mereka masuk ke dalam istana ini. Begitu?" tebak Rangga langsung bisa menangkap. Ki Sara Denta tidak menjawab.
"Sudah berapa pendekar yang kau undang dan masuk ke sana?" tanya Rangga, agak tajam nada suaranya.
"Entahlah. Aku tidak pernah menghitung," sahut Ki Sara Denta setengah mendesah.
"Semua, kau yang mengundangnya?" Tanya Rangga lagi. Kembali Ki Sara Denta terdiam, dan hanya menganggukkan kepala saja.
"Hhh...!"Rangga menghembuskan napas panjang. Pendekar Rajawali Sakti jadi berpikir keras. Sungguh tidak diduga kalau Ki Sara Denta sudah begitu banyak mengundang pendekar. Dan mereka disuruh masuk ke dalam istana ini tanpa diketahui maksudnya. Dan sekarang giliran Pendekar Rajawali Sakti mengalami hal yang serupa. Dia diminta masuk ke dalam istana itu, tanpa diketahui maknanya.
"Jelaskanlah padaku, Ki. Kenapa kau mengundang para pendekar dan menyuruhnya masuk ke istana itu?" desak Rangga meminta penjelasan.
"Bukan aku yang mengundang, Rangga. Tapi, Gusti Prabu. Beliau jugalah yang meminta mereka masuk ke istana itu. Aku hanya menjalankan tugas saja, diperintah untuk mencari para pendekar. Dan yaaah..., hanya itu yang kuketahui, Rangga," keluh Ki Sara Denta menjelaskan kedudukannya.
"Hm..., lalu apakah kau sudah pernah mencoba masuk ke sana?" tanya Rangga.
"Belum," sahut Ki Sara Denta terdengar ragu-ragu.
"Kenapa?" tanya Rangga ingin tahu.
"Aku belum ingin mati, Rangga," sahut Ki Sara Denta.
"Kau belum pernah masuk ke sana, bagaimana kau tahu akan mati?" desak Rangga jadi curiga.
"Mereka yang masuk ke sana tidak pernah keluar lagi. Dan setiap kali mereka masuk, aku selalu mendengar jerit kesakitan, lalu tidak terdengar suara apa-apa lagi. Aku selalu menunggu di sini sampai beberapa hari. Kemudian utusan Gusti Prabu Yudanegara datang, dan memerintahkan aku untuk mencari pendekar lagi," jelas Ki Sara Denta.
"Kemudian kau pergi, lalu datang lagi ke sini bersama pendekar-pendekar yang selanjutnya disuruh masuk ke istana itu. Begitu?" selak Rangga cepat.
Ki Sara Denta hanya menunduk tidak menjawab. Dari raut wajahnya jelas terlihat penyesalan atas apa yang telah dilakukannya selama ini. Dipandanginya Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam, seakan-akan meminta pengertiannya atas apa yang telah dikerjakannya selama ini. Sementara Rangga hanya menggelengkan kepala tanpa berkata apa-apa.
"Sebenarnya aku tidak suka melakukan pekerjaan ini, Rangga. Tapi itu tidak bisa kutolak, dan itu harus kulakukan. Karena..., ah...!" Ki Sara Denta tidak melanjutkan kata-katanya lagi.
"Teruskan, Ki," pinta Rangga. "Kenapa perintah itu tidak bisa kau tolak, padahal kau sendiri tidak ingin melakukannya?"
"Aku.... Aku tidak bisa menolak perintah Gusti Prabu, Rangga."
Rangga kembali menarik napas dalam-dalam memandangi laki-laki tua di depannya ini. Sungguh tidak diduga kalau ada orang yang begitu setia, sehingga tidak bisa menolak suatu perintah, meskipun hatinya menolak. Dan, Pendekar Rajawali Sakti memang belum bisa memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini. Semuanya masih terselimut misteri dan belum bisa diungkapkan secara dini. Sedangkan laki-laki tua ini tidak mau mengatakannya secara gamblang dan terus terang, karena dirinya sendiri juga tidak mengerti apa yang sedang dilakukannya saat ini.
Sementara senja sudah merayap turun ke pelukan bumi, tapi Pendekar Rajawali Sakti sampai saat ini belum bisa memecahkan misteri yang mengganjal hatinya. Sedangkan Ki Sara Denta sudah tidak bisa lagi didesak untuk mengatakan yang sebenarnya. Memang, laki-laki tua yang selalu dipanggil si Tua Gila itu sudah bersumpah kalau dirinya tidak tahu apa-apa. Dia hanya menjalankan perintah saja dari Prabu Yudanegara.
Matahari sudah condong di belahan Barat Dan sinarnya yang semula terik, kini tidak terasa lagi menyengat kulit. Suasana di sekitar pelataran istana tua itu jadi remang-remang, karena sinar matahari semakin meredup. Keindahan rona jingga matahari yang hampir tenggelam di balik peraduannya, tidak ternikmati oleh dua orang yang masih terpaku di depan bangunan istana itu.
"Aku akan masuk ke sana, Ki," kata Rangga setelah berpikir beberapa saat lamanya.
"Rangga...?!" Ki Sara Denta tampak terkejut mendengar keputusan Pendekar Rajawali Sakti itu.
Sedangkan Rangga hanya tersenyum saja, lalu menepuk lembut pundak si Tua Gila itu. Sebentar kemudian kakinya melangkah mendekati istana tua yang tidak terurus itu. Sementara Ki Sara Denta hanya bisa menyaksikan dengan wajah diliputi kecemasan yang amat sangat. Sungguh, laki-laki tua itu tidak menginginkan adanya korban lagi di dalam bangunan istana itu.
"Rangga...!" panggil Ki Sara Denta keras.
Rangga berpaling tanpa membalikkan tubuhnya. Pada saat itu berkelebat secercah cahaya kemerahan ke arah si Tua Gila. Pendekar Rajawali Sakti terkejut bukan main.
"Awas...!" teriak Rangga keras.
"Hup! Yeaaah...!"
Seketika itu juga Rangga melesat ke arah datangnya cahaya kemerahan yang mengancam tubuh Ki Sara Denta.
Secepat kilat laki-laki tua itu menjatuhkan dirinya bergulingan di tanah beberapa kali. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti yang mencoba menghentikan arus benda berwarna merah itu, terlambat sedikit. Akibatnya, benda itu terus meluncur ke arah si Tua Gila yang sedang bergulingan di tanah. Meskipun sudah berusaha sekuat daya, namun benda berwarna merah itu masih juga menyambar bagian paha kiri si Tua Gila.
"Akh...!" Ki Sara Denta menjerit keras agak tertahan.
"Ki...!" seru Rangga terkejut. Buru-buru Pendekar Rajawali Sakti meluruk memburu Ki Sara Denta yang sedang bergulingan di tanah. Tampak sebuah benda merah menancap pada bagian paha kirinya. Ki Sara Denta berusaha bangkit, namun kembali jatuh bergulingan sambil memekik keras agak tertahan.
"Ki...,"Rangga langsung menghampiri dan menyanggah tubuh laki-laki tua itu.
"Ugkh! Kakiku...," keluh Ki Sara Denta seraya memegangi paha kirinya yang tertancap sebuah senjata berwarna merah sepanjang satu jengkal.
Rangga merasakan tubuh si Tua Gila ini mendadak jadi panas, dan keringat menitik deras di keningnya. Betapa terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti begitu melihat wajah Ki Sara Denta mendadak membiru dan seluruh bola matanya memutih.
"Oh...!" desis Rangga terkejut. Pendekar Rajawali Sakti langsung mengetahui kalau Ki Sara Denta terkena senjata beracun yang kerjanya sangat cepat. Cepat-cepat tubuh laki-laki tua itu direbahkan, lalu dicabutnya senjata sepanjang jengkal berwarna merah yang menancap di paha kiri si Tua Gila. Darah berwarna merah kehijauan langsung menyembur keluar dari luka di pahanya.
"Akh!" Ki Sara Denta memekik tertahan.
Rangga membuang senjata beracun itu, kemudian menekan luka di paha Ki Sara Denta. Tekanan yang begitu kuat, membuat laki-laki tua itu menjerit keras sambil menggeliat-geliat kesakitan. Sedangkan Rangga terus menekan kuat-kuat luka di paha itu dengan telapak tangan kanannya. Tampak asap tipis mengepul dari sela-sela jari tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara si Tua Gila terus menjerit-jerit kesakitan sambil menggeliat-geliat, seperti ayam yang disembelih lehernya. Tampak dari mulutnya mengeluarkan darah kental kehitaman yang bercampur cairan hijau kekuning-kuningan. Dari luka yang ditekan Rangga juga mengucurkan darah bercampur cairan hijau kekuning-kuningan.
"Hih!" Rangga menekan keras luka di paha si Tua Gila itu, kemudian menepak-nepaknya, lalu melepaskan tangannya dari luka itu. Seketika darah merah segar muncrat keluar. Cepat-cepat diberikannya dua totokan pada sekitar luka, maka darah berhenti mengalir seketika itu juga.
Sementara Ki Sara Denta sudah terkulai tidak sadarkan diri. Terlalu berat penderitaan yang dideritanya saat ini. Pendekar Rajawali Sakti menghembus kan napas panjang sambil menjatuhkan diri, duduk di samping si Tua Gila itu. Sebentar dipandanginya laki-laki tua yang menggeletak tidak sadarkan diri. Kemudian pandangannya beralih pada istana di depan.
"Hhh...!"

***

Malam telah menyelimuti sekitar istana tua yang kelihatannya tidak berpenghuni itu. Sementara Rangga menunggu Ki Sara Denta yang belum sadarkan diri. Serangan gelap yang terjadi sore tadi, membuat Pendekar Rajawali Sakti berpikir seribu kali untuk meninggalkan si Tua Gila. Sudah beberapa kali laki-laki tua itu mendapat serangan dari orang-orang yang menamakan dirinya Partai Naga. Rangga sendiri tidak mengerti, mengapa justru Ki Sara Denta yang selalu menjadi sasaran, dan bukan dirinya atau orang lain.
Pendekar Rajawali Sakti seketika teringat kata-kata si Tua Gila, meskipun belum begitu jelas. Namun setelah dihubung-hubungkan dengan semua peristiwa yang terjadi, Rangga bisa mengambil kesimpulan kalau sebenarnya orang yang menamakan diri Partai Naga tidak menghendaki dirinya ada di tempat ini. Dan mereka seperti menyalahkan Ki Sara Denta, sehingga mencoba membunuhnya dengan berbagai cara.
"Hm.... Siapa sebenarnya mereka...?" tanya Rangga dalam hati. Pertanyaan seperti itu terus mengganggu pikiran Rangga selama ini. Tetapi Pendekar Rajawali Sakti sekarang tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selama si Tua Gila belum siuman. Rangga merasa dirinya seperti seorang buruan yang tidak bisa berbuat apa-apa, selain menunggu pemburu datang untuk mencincang tubuhnya. Posisi seperti ini yang tidak pernah disukainya.
Srek!
Rangga terkejut ketika tiba-tiba terdengar suara berkeresek dari balik semak yang. berasal dari arah belakangnya. Kepalanya cepat berpaling ke arah sumber suara. Dan secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti melompat masuk ke dalam semak yang berada di belakangnya.
"Jangan..!"
Betapa terkejut Rangga begitu melihat yang disergap ternyata seorang wanita muda berusia sekitar delapan belas tahun, dan nyaris melayangkan pukulan. Buru-buru Pendekar Rajawali Sakti melompat bangkit sambil menjambret tangan gadis itu hingga ikut berdiri juga.
"Siapa kau?" tanya Rangga seraya mengamati gadis yang cukup cantik ini.
"Aku.... Aku...," gadis itu meringis kesakitan.
Rangga melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan gadis itu, lalu mundur dua tindak. Sedangkan gadis itu masih meringis menahan sakit pada pergelangan tangannya yang tadi dicengkeram kuat oleh Pendekar Rajawali Sakti. Segera tangannya yang terasa sakit diurut-urut. Pendekar Rajawali Sakti teringat akan Ki Sara Denta yang ditinggalkannya. Bergegas dia keluar dari semak sambil membawa gadis yang hampir saja menjadi sasaran kejengkelannya tadi. Tapi begitu sampai di sana, alangkah terkejutnya Rangga karena orang tua yang biasa dipanggil si Tua Gila itu sudah tidak ada lagi di tempat
"He...?! Di mana dia...?!" Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangannya berkeliling. Tak ada tanda-tanda sama sekali kalau Ki Sara Denta pergi dari tempat ini. Dan seingatnya, si Tua Gila belum sadarkan diri. Rangga langsung menatap tajam gadis muda di sampingnya.
"Gara-gara kau...!" dengus Rangga melampiaskan kegusarannya pada gadis itu.
"He...! Kenapa kau marah padaku...?" gadis itu mendelik, tidak menerima dirinya dijadikan sasaran kemarahan.
"Siapakah kau ini?" tanya Rangga, agak dingin nada suaranya.
"Talia," sahut gadis itu menyebutkan namanya.
"Kenapa kau berada di sini?" tanya Rangga lagi.
"Aku..., aku mencari ayahku. Kau tahu di mana ayahku berada? Kulihat, dia ke sini bersamamu siang tadi." Rangga mengamati gadis itu lekat-lekat.
"Siapa ayahmu?" tanya Rangga lagi
"Ki Sara Denta."
Pendekar Rajawali Sakti terhenyak mendengar nama Ki Sara Denta disebut. Yang lebih mengejutkan lagi, gadis ini mengaku kalau Ki Sara Denta adalah ayahnya. Sedangkan selama ini Pendekar Rajawali Sakti tidak mengetahui secara pasti tentang diri si Tua Gila itu. Melihat tingkahnya yang selalu konyol dan tidak mengenal santun itu, Rangga menduga kalau si Tua Gila hidup sebatang kara. Siapa nyana, sekarang ada seorang gadis berparas cukup cantik mengaku sebagai anak Ki Sara Denta.

***

80. Pendekar Rajawali Sakti : Istana MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang