BAGIAN 2

486 19 0
                                    

Si Tongkat Bintang Perak terus memaki-maki dan menyumpah serapah. Sementara, tidak seorang pun lagi anak buahnya yang masih tertinggal. Sedangkan Patih Gandaraka sudah melangkah menghampiri diikuti para prajuritnya yang kini tinggal separuhnya. Patih Kerajaan Ringgading itu baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar enam langkah lagi dari si Tongkat Bintang Perak. Sementara, para prajuritnya langsung mengepung rapat. Dengan senjata terhunus, mereka siap mencabik tubuh orang berbaju serba hitam yang kepalanya tertutup kain hitam itu.
"Phuih...!" si Tongkat Bintang Perak mendengus berat, sambil menyemburkan ludahnya dari lubang kain pada bagian mulutnya.
"Aku ingin tahu seperti apa wajahmu, Tongkat Bintang Perak," desis Patih Gandaraka, agak dingin nada suaranya. Bret! Cepat sekali Patih Gandaraka merenggut kain yang menyelubungi kepala si Tongkat Bintang Perak. Dan begitu kain hitam terlepas, terlihatlah seraut wajah berusia separuh baya, namun masih kelihatan gagah dan cukup tampan. Tapi di balik kegagahannya, tersembunyi sorot mata dan garis-garis kebengisan serta kekejaman.
"Setan! Phuih...!" si Tongkat Bintang Perak memaki sambil menyemburkan ludahnya dengan sengit.
"Hm.... Kau sekarang tidak punya daya lagi, Kisanak. Apa yang akan kau lakukan sekarang...?" masih terdengar dingin sekali nada suara Patih Gandaraka.
"Bunuh aku...!" bentak si Tongkat Bintang Perak, geram.
"Terlalu enak kalau langsung membunuhmu, Tongkat Bintang Perak. Aku ingin tahu lebih dulu, kenapa kau dan orang-orangmu ingin meminta upeti pada kami? Padahal, kami tidak membawa apa-apa selain senjata, perbekalan, dan pakaian yang melekat di badan. Siapa yang memerintahkanmu?" tanya Patih Gandaraka.
"Kau tidak bisa mendapat jawaban dariku, Patih Keparat!" geram si Tongkat Bintang Perak dengan bola mata mendelik lebar. "Tapi, kau akan mendapat balasan dari gerombolan Tongkat Putih!" Wajah si Tongkat Bintang Perak yang kaku, semakin terlihat bengis. Sorot matanya begitu tajam, memancarkan dendam dan kebencian yang amat sangat pada Patih Gandaraka.
Namun memang, dia tidak bisa lagi berbuat sesuatu. Bahkan untuk menggerakkan tangannya saja sudah terasa sangat sulit. Si Tongkat Bintang Perak hanya bisa mendengus dan memaki dalam hati. Seluruh tenaganya benar-benar tidak ada lagi, setelah beberapa kali terkena hantaman dan kebutan sayap burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan yang tiba-tiba saja muncul dan langsung ganas menyerangnya.
Sementara di angkasa burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan masih terlihat melayang-layang memutari hutan kecil di kaki Gunung Lanjaran ini. Sepertinya burung itu belum mau meninggalkan hutan ini, sebelum para prajurit Kerajaan Ringgading benar-benar merasa aman.
"Hih!" Sret!
Tiba-tiba saja si Tongkat Bintang Perak mengangkat tongkat yang ujungnya berbentuk bintang dengan sisa tenaganya. Dan sebelum ada yang bisa menyadari, mendadak saja ujung tongkatnya yang berbentuk bintang dihunjamkan ke dadanya sendiri.
Jleb!
"Akh...!"
"Heh...?!" Begitu cepat tindakan yang dilakukan si Tongkat Bintang Perak, sehingga Patih Gandaraka tidak sempat lagi mencegah. Seketika tongkat berujung bintang berwarna putih keperakan itu langsung menghunjam begitu dalam ke dada si Tongkat Bintang Perak.
Hanya sebentar saja laki-laki separuh baya itu menggeliat meregang nyawa sambil memegangi bagian tengah tongkatnya yang menghunjam dalam di dadanya, kemudian sudah menegang kaku disertai erangan lirih. Lalu, tubuhnya diam tak bergerak-gerak lagi.
Sementara, Patih Gandaraka hanya bisa memandangi tanpa mampu berbuat apa pun lagi untuk menyelamatkan nyawa si Tongkat Bintang Perak.
"Edan...!" dengus Patih Gandaraka mendesis. Memang sulit dipahami tindakan yang dilakukan si Tongkat Bintang Perak. Nyawanya sendiri rela dihabisi daripada harus menjadi tawanan musuhnya. Suatu tindakan yang dilandasi keberanian besar. Sangat sulit menemukan orang yang rela menghabisi nyawanya sendiri. Dan itu merupakan satu pilihan yang sangat sulit!
"Huuuh...!" Sambil menghembuskan napas panjang, Patih Gandaraka menghempaskan tubuhnya yang langsung jatuh terduduk lemas di samping mayat si Tongkat Bintang Perak.
Sementara, sisa prajuritnya hanya bisa diam saja memandangi tanpa mampu berbuat sesuatu pun. Untuk beberapa saat, tidak ada seorang pun yang membuka suara. Dan tanpa disadari, Patih Gandaraka mendongakkan kepalanya. Dan burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan yang telah membantunya mengalahkan orang-orang berbaju serba hitam juga masih terlihat.
"Kematiannya tidak perlu disesali, Patih. Sebaiknya bawalah sisa prajuritmu pergi dari tempat itu secepatnya. Kau akan mendapat kesulitan yang lebih besar lagi kalau tidak segera meninggalkan tempat itu," tiba-tiba saja terdengar suara menggema yang sangat keras.
Jelas sekali kalau suara itu dikeluarkan lewat pengerahan tenaga dalam sempurna, sehingga bagaikan datang dari segala penjuru mata angin. Sangat sulit diketahui, dari mana asal suara itu. Dan ini tentu saja membuat Patih Gandaraka jadi tersentak kaget setengah mati. Bahkan semua prajuritnya juga terkejut.
"Hup!" Bergegas Patih Gandaraka melompat bangkit berdiri. Dia berkacak pinggang sambil menengadahkan kepalanya. Saat itu, di angkasa terlihat burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan yang telah membantunya tadi sedikit terbang berputar. Dan Patih Gandaraka sempat melihat kalau di atas punggung burung raksasa itu ada seseorang. Walaupun hanya terlihat sekilas, tapi dia sempat terperanjat juga. Tidak disangka kalau rajawali raksasa itu ditunggangi seseorang yang sama sekali tidak jelas, baik bentuk tubuh maupun rupanya. Dan belum juga Patih Gandaraka bisa memastikan, burung raksasa itu sudah melesat cepat bagai kilat. Begitu cepatnya, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah lenyap dari pandangan.
"Hm.... Siapapun dia, pasti bermaksud baik padaku. Baiklah, kata-katanya akan kuturuti," gumam Patih Gandaraka di dalam hati.
Sebentar laki-laki itu masih menengadahkan kepalanya. Kini burung raksasa yang telah membuatnya begitu tercengang sudah tidak terlihat lagi bayangannya. Kemudian, para prajuritnya diperintahkan untuk segera melanjutkan perjalanan. Sebentar kemudian, para prajurit Kerajaan Ringgading itu sudah kembali bergerak meninggalkan kaki Gunung Lanjaran ini.

83. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Muka KodokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang