BAGIAN 5

423 20 0
                                    

"Sebenarnya, aku tidak ingin mengganggu para sahabat Kerajaan Ringgading. Tapi semua ini terpaksa kulakukan. Sudah beberapa kerajaan kudatangi, tapi tak ada satu pun yang sanggup. Dan sekarang, tinggal satu harapanku. Kalau ini juga tidak berhasil, entah apa lagi yang akan kulakukan," suara Patih Gandaraka terdengar pelahan sekali. Bahkan terasa agak tersendat, seperti menanggung sebuah beban yang teramat berat untuk disandangnya.
"Sebenarnya, apa yang terjadi di sana, Paman? Sampai-sampai harus meninggalkan kerajaan begini jauh..," tanya Rangga ingin tahu.
Di dalam benaknya, Pendekar Rajawali Sakti sudah menduga, pasti telah terjadi sesuatu di Kerajaan Ringgading. Mustahil Patih Gandaraka meninggalkan kerajaan itu bersama sejumlah besar prajurit, kalau tidak terjadi apa-apa. Terlebih lagi, setelah mendengar penuturan yang baru sedikit tadi. Rangga sudah bisa menebak, dan teramat yakin kalau telah terjadi sesuatu yang sangat besar di Kerajaan Ringgading.
"Kau memang harus tahu, Dimas Rangga. Karena, tinggal kaulah satu-satunya harapanku," kata Patih Gandaraka, seraya mengangkat kepalanya. Langsung ditatapnya bola mata Pendekar Rajawali Sakti yang duduk bersila di hadapannya.
"Hm...," Rangga hanya menggumam kecil saja.
"Malapetaka besar telah terjadi di Kerajaan Ringgading. Seseorang berwajah buruk, persis seekor kodok, telah menguasai singgasana. Dia sangat kejam. Bahkan setiap hari harus memakan daging manusia. Minumnya juga darah manusia yang masih segar...," Patih Gandaraka mulai menceritakan keadaan di Kerajaan Ringgading.
Sementara Rangga hanya diam saja, mendengarkan penuh perhatian. Terlihat jelas sekali kalau keningnya berkerut semakin dalam. Dugaannya memang tepat sejak tadi. Telah terjadi sesuatu yang sangat besar di Kerajaan Ringgading. Tapi, sungguh tidak disangka kalau bencana itu benar-benar besar. Tidak ada lagi bencana yang terbesar bagi sebuah kerajaan, selain runtuhnya singgasana. Terlebih lagi, kalau singgasana sampai diduduki orang lain yang tidak berhak.
"Semula, Gusti Prabu Gading Anom masih bisa bertahan, dengan memberi tawanan-tawanan untuk menjadi santapan Siluman Muka Kodok. Tapi setelah tidak ada lagi tawanan yang bisa dikorbankan, terpaksa rakyat harus jadi korban. Dan ini membuat Gusti Prabu Gading Anom tidak bisa bertahan lagi," sambung Patih Gandaraka.
Dan Rangga masih tetap diam mendengarkan kelanjutannya.
"Gusti Prabu Gading Anom benar-benar sudah tidak tahan lagi. Hingga akhirnya, beliau pergi dari istana dengan membawa satu pasukan prajurit dan dua puluh pengawal pribadi. Seluruh keluarganya ikut dalam pelarian itu. Beruntung, Siluman Muka Kodok tidak mengejar. Lalu, Gusti Prabu memerintahkan hamba untuk mencari bantuan. Maka hamba terpaksa membawa seluruh prajurit yang tersisa, karena Siluman Muka Kodok tidak lagi memilih-milih orang untuk santapannya. Sudah banyak prajurit yang menjadi korban kebiadabannya, sambung Patih Gandaraka lagi.
"Di mana Gusti Prabu Gading Anom sekarang berada?" tanya Rangga ingin tahu.
"Di Pertapaan Sangkalima," sahut Patih Gandaraka.
"Hm...," Rangga menggumam panjang. Pendekar Rajawali Sakti tahu, pertapaan itu masih termasuk wilayah Kerajaan Ringgading. Dan di sana memang aman bila untuk tempat persembunyian sementara. Tapi, bukannya tidak mustahil kalau Siluman Muka Kodok bisa juga mengetahui dan mendatanginya ke sana.
"Maaf, Paman. Bukankah Ringgading memiliki jago-jago persilatan yang tangguh dan berilmu tinggi. Apakah mereka tidak sanggup menandingi Siluman Muka Kodok. Sampai-sampai Gusti Prabu harus mengungsi. Dan kau sendiri pun harus pergi jauh, hanya untuk meminta bantuan," kata Rangga bernada hati-hati, agar tidak menyinggung perasaan patih ini.
"Sudah berulang kali jago silat Ringgading mencoba melawan. Tapi, tidak satu pun yang berhasil. Bahkan mereka menjadi korban kebuasannya. Siluman Muka Kodok sangat sakti dan sukar sekali ditandingi, Dimas Rangga. Tubuhnya juga tidak mempan senjata tajam apa pun bentuknya. Benar-benar kebal dia. Bahkan juga memiliki ilmu suara yang sangat dahsyat. Sebuah bukit batu bisa diruntuhkannya hanya dengan suaranya saja" sahut Patih Gandaraka menjelaskan, tanpa ada rasa tersinggung sedikit pun juga.
"Begitu tangguhkah...?" desis Rangga.
"Bukan hanya jago-jago silat Ringgading yang sudah mencoba, tapi juga dari rimba persilatan. Dan ternyata mereka hanya mengantarkan nyawa saja menantang Siluman Muka Kodok," lanjut Patih Gandaraka.
"Hm...," gumam Rangga lagi. Sementara, Patih Gandaraka tidak berbicara lagi. Dia terdiam dengan sorot mata tertuju lurus ke wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. Sepertinya, dia sedang menunggu kesanggupan pemuda itu untuk mengusir Siluman Muka Kodok dari Kerajaan Ringgading. Bahkan kalau perlu, melenyapkan untuk selama-lamanya.
"Berapa kekuatannya?" tanya Rangga, setelah cukup lama terdiam.
"Maksud, Dimas...?" Patih Gandaraka meminta penjelasan.
"Orang-orang yang berada di belakangnya."
"Dia hanya seorang diri saja, Dimas"
"Seorang diri...?"
"Benar. Hanya seorang diri."
"Dan sampai saat ini belum ada seorang pun yang bisa mengenyahkannya...?" Jelas sekali kalau nada suara Rangga seperti tidak percaya. Hanya seorang diri ternyata orang yang berjuluk Siluman Muka Kodok bisa menaklukkan sebuah kerajaan yang bisa dikatakan cukup besar. Kalau memang benar demikian, tentulah orang itu tidak bisa lagi diukur tingkat kepandaiannya. Meskipun sulit dipercaya, tapi Rangga yakin kalau Patih Gandaraka berkata yang sesungguhnya. Dia tahu betul, patih itu tidak pernah berkata dusta. Terlebih lagi dalam menghadapi persoalan yang begini besar.
"Hm, dia datang dari mana?" tanya Rangga lagi.
Patih Gandaraka menggelengkan kepala beberapa kali sambil menghembuskan napas panjang-panjang. Sedangkan Rangga juga menarik napas panjang, dan menghembuskannya kuat-kuat. Dari gelengan kepala Patih Gandaraka, bisa diketahui kalau tidak ada seorang pun yang mengetahui asal-usul Siluman Muka Kodok.
"Sudah berapa lama hal ini berlangsung?" tanya Rangga lagi, setelah cukup lama terdiam. "Entahlah, Dimas. Mungkin sudah lebih dari tiga purnama. Aku tidak bisa mengingatnya lagi dengan pasti," sahut Patih Gandaraka
"Berapa orang korbannya setiap hari?"
"Dua atau tiga orang. Bahkan bisa sampai lima orang lebih, kalau sedang marah."
"Hm...," kembali Rangga menggumam.
Dan keadaan pun kembali sunyi senyap. Tidak ada lagi yang membuka suara. Masing-masing tengah disibuki oleh pikirannya. Tapi dari sorot mata Patih Gandaraka, jelas sekali kalau kesediaan Pendekar Rajawali Sakti sangat diharapkan untuk mengusir Siluman Muka Kodok dari Kerajaan Ringgading selama-lamanya. Rangga sendiri masih tetap diam membisu dengan kening berkerut cukup dalam. Entah apa yang ada dalam benaknya.
"Baiklah, Paman. Aku akan secepatnya datang ke sana. Mudah-mudahan saja singgasana Gusti Prabu Gading Anom bisa kurebut kembali," kata Rangga menyanggupi, setelah terdiam membisu cukup lama.
"Oh, terima kasih.... Terima kasih, Dimas," ucap Patih Gandaraka, langsung berbinar bola matanya.
Rangga hanya tersenyum saja sedikit.

***

83. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Muka KodokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang