Aku mendapat bisikan hati untuk menoleh ke kiri. Awalnya aku menolak, tapi karena terus dipaksa dan rasa penasaran membuncah, akhirnya aku menoleh ke kiri tanpa menghentikan langkah kakiku.
Di dekat pohon palem sana, berdiri seorang laki-laki berpakaian serba hitam yang sedang menatapku. Seketika aku pun menghentikan langkah dan menatapnya balik. Aku mengusap wajahku yang di jatuhi rintik hujan untuk memperjelas pandangan.
Degdegdegdeg. Jantungku berdetak lebih kencang. Kemana orang itu? Cepat sekali perginya. Padahal, tak lebih dari dua detik aku mengusap wajah dan dia sudah tidak ada di sana. Aku jadi tak yakin jika tadi yang ku lihat adalah manusia.
Dengan langkah cepat dan sesekali berlari, aku menuju tempat parkir sepedaku. Tak banyak orang di sini. Hampir semuanya pergi ketika hujan turun tadi.
Badanku tak gemetar, tapi ketakutan sudah menyebar di tubuh. Aku menaiki sepeda biru lautku, mengayuhnya kuat-kuat, meninggalkan alun-alun kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHARA
Teen FictionSAHARA. Itulah nama yang tertera di akte kelahiran gadis berambut pedek ini. Sahara adalah salah satu dari sekian banyak penyuka hujan. Bagi Sahara, hujan adalah sahabatnya. Dialah yang mampu menyejukkan hatinya yang panas bagaikan Gurun Sahara. D...