"Hei! Kau mau kemana?!" Dengan nafas terengah-engah dan kaki yang berlari sekuat tenaga mengejar sang anak.
"Anandira!!!" Teriaknya yang tak digubris empumya nama, dan akhirnya membuatnya menyerah mengejar anak gadisnya.
"Nanti kau akan mengerti Anan." Gumamnya pilu.
***
"Huhh.. huhh.." Anandira mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal sembari membalikkan badan untuk melihat apakah Ayah nya masih mengikutinya. Senyum tipis nya yang membuat beberapa orang terkesiap itupun timbul di wajah manisnya di kala ia tau. Ayahnya sudah tidak mengejarnya lagi.
"Aku kemana ya?" Bingungnya dan membuka topinya untuk ia kibaskan ke wajah. Merasakan matahari yang begitu terik, sambil terus melangkah menyusuri jalan.
"Ah iya, Bella!!" Serunyaa dan kembali memakai topi lalu menyetopkan taksi yang sedang melintas.
***
"Pak, maaf Anan, ka-kami P-pak..."
"Tidak usah dilanjutkan. Biarkan ia tenang, saya yakin ia sekarang dalam keadaan baik-baik saja." Ucap Pak Aqlan memperlihatkan senyumnya.
"Lanjutkan pekerjaan kalian. Jaga rumah ini dengan baik. Saya mau pergi beberapa hari keluar kota. Dan jaga anak saya. Salah satu dari kalian awasi ia dari jauh." Pesannya kepada tiga anak buah yang berjaga rumahnya.
"Baik pak."
***
"Terimakasih." Anandira berucap sembari mengeluarkan beberapa uang dari saku celananya. "Kembaliannya ambil saja." Ucapnya langsung membalikkan badan berjalan menuju sebuah rumah. Tanpa menunggu jawaban supir taksi tersebut.
"Pagi bi. Bellanya ada?"
"Ada non di kamarnya masih bobok. Langsung ke kamarnya aja non." Jawab bi tin ramah.
"Baik, terimakasih." Balas Anandira. Tak terhitung berapa kali hari ini ia mengucapkan kata terimakasih. Anandira tak begitu memikirkannya.
Yang ia tau, waktu kecil Bundanya pernah bepesan "jangan pernah lupa mengucapkan terimakasih kepada orang lain. Supaya kita tidak lupa kebaikkan orang sekecil apa pun itu. Mau orang tersebut menolong kita atau pun menyakiti kita tetap harus berterima kasih. Karena apapun yang dibuat oleh mereka udah mengajarkan kita tentang kehidupan yang baik. Anan anak baik kan? Jangan lupa mengucap terimakasih ya pada setiap orang yang masih ada di sekitar Anan." Ucap bundanya sambil mengelus rambutnya kala itu. Sebelum hal yang tidak ia mengerti terjadi di kehidupan keluarganya.
Sambil terus melangkahkan kaki menaikki anak tangga satu persatu dengan kecepatan yang lumayan penuh akhirnya ia sampai kepada kamar yang ia tuju. Ia pun langsung masuk saja ke dalam kamar Bella tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Cklek
"Ehh.." Ucapnya sambil tersenyum, mengingat si empunya kamar gapernah berubah. "Lo kenapa sih Bel kalo tidur ga pernah kunci pintu heran gue." Omelnya kepada Bella yang masih menutup matanya dan menggerakkan tangan menutup mulut kala ia menguap.
Bella adalah teman Anan sedari kecil. Tak heran jika mereka bertemu maka Anan akan banyak sekali bicara, mengingat betapa cerobohnya sahabat nya itu. Anan tau ia termasuk manusia ceroboh. Tapi kecerobohan Bella lebih parah daripada kecerobohan Anan.
Contohnya saja yang barusan terjadi. Tidak mengunci pintu saat tidur. Bagi Bella itu adalah hal biasa dan bukan masalah besar. Kenapa harus mengunci pintu? Pikir Bella.
Tapi bagi Anan itu adalah hal yang sangat penting karena Anan takut ada yang masuk ke kamarnya kala ia berada di alam bawah sadar. Ia sangat tidak menyukai ada yang masuk ke wilayah privasinya tanpa izin.
"Ngapain lo ke rumah gue sepagi ini Anan!!! Arghh." Teriak Bella. "Ganggu lo." Lanjutnya dan menolehkan wajahnya ke teman yang sudah mengganggu tidurnya.
Anan pun membaringkan setengah badannya ke kasur sambil menentangkan tangannya dan menatap langit-langit ruangan. Anan membuang nafas sedikit kasar.
"Minta minum dong Bell.. masa tamu tidak diberi minum. Gak sopan lo Bell!"
"Ambil sendirilah! Atau minta sama bi Tin"
"Haishh.." Anan pun melangkahkan kakinya kedapur untuk mengambil minum.
"Eh Anan ya? Bella nya udah bangun belum?" tante Vina, mama Bella bertanya ramah.
"Iya, udah tante." Anan hanya menjawab secukupnya. Bukan karena tak sopan, tapi begitulah Anan ketika bertemu dengan orang lain mau itu ayah, kakak, atau bundanya sekalipun. Ia akan berbicara secukupnya saja. Ia berbicara panjang hanya sama Bella. Itupun tergantung mood. Kemampuannya memang buruk dalam hal berkomunikasi.
"Anan.. mau tante buatin minum apa?" Tawar tante Vina kala meliat Anan hendak mengambil gelas.
"Tidak usah tante. Merepotkan, air putih saja cukup."
"Kamu ini kayak sama siapa aja, dari 12 tahun yang lalu loh Anan sering main ke sini sampai sekarang. Kamu udah tante anggap seperti anak sendiri padahal, agaknya bertepuk sebelah tangan ya." tante Vina berucap sambil terkekeh.
"Hehe.. maaf tante. Tidak bermaksud." Jawab Anan kikuk. "Kalo tidak merepotkan Anan minta tolong dibuatkan minuman yang Bella suka, biar sekalian Bella minum." Anan meminta karena ia tak enak menolak tawaran tante Vina yang entah sudah berapa kali ia tolak.
"Tidak merepotkan sayang. Anan ke atas aja, suruh Bella mandi. Tante buatin minum, nanti tante suruh bi Tin yang ngantar oke?"
"Siap tante."
Anan yang baru beberapa langkah menaiki tangga mau tidak mau berhenti melangkah dan membalikkan badan mendengar namanya dipanggil.
"Anandira, maaf tante lupa beri tahu. Bunda mu..." jeda beberapa detik "kemarin menelpon tante." Terdengar nada ragu dari suara tante Vina. Mengingat ia tau hubungan anak dan bundanya itu kurang baik. Walaupun ia tidak begitu tau apa masalah yang membuat hubungan mereka renggang.
Anan bergeming. Bingung harus berekspresi bagaimana. Ia merasakan bahagia dan sedih yang menyimpan banyak pertanyaan. Bagaimana bisa Bundanya tidak pernah memberi kabar kepada sang anak. Kenapa tante Vina yang di telpon terlebih dahulu. Sebegitu bencikah bunda kepadanya? Anan menepis pikiran negatif itu dan mencoba untuk tetap tersenyum.
Ia pun memilih diam sembari melangkahkan kaki ke meja makan untuk duduk di kursi dan menunggu mamanya Bella lanjut berbicara. Semoga mendengarkan ini bukanlah hal buruk pikirnya. Mengingat hubungannya dengan sang ayah yang belum membaik.
"Bunda kamu bilang, ia akan kembali ke Jakarta."
"Oh. Sama abang ya?" Tanya Anan tatapannya yang tadinya tajam berubah sedikit sendu. Ingin sekali ia menanyakan kapan? Tapi lidahnya kelu untuk berucap, pun hatinya tak kuasa untuk menahan gejolak aneh. Tak menafikan Ia rindu! Sungguh. Anan benci! Kenapa ia lemah sekali!
Pada nyatanya wajah datar yang Anan tampilkan. Itu hanyalah topeng yang ia gunakan, agar tidak terlihat lemah oleh siapa pun manusia. Ia benci sekali ketika ada yang mengasihaninya. Sungguh, ia benci!
"Iya. Nanti tante kabari lebih lanjut bunda tinggal dimana, biar kita sama-sama berkunjung ke sana. Kamu pasti kangen kan sama bunda dan abang." Tante Vina berucap dengan senyum ke ibu-ibuan. Membuat yang melihat merasakan sedikit ketenangan.
Beruntung sekali Bella. Pikirnya. Tidak, tidak! Aku juga beruntung punya bunda yang hebat. Hanya saja beberapa rahasia kehidupan yang memaksa kita menjadi seperti ini.
Anan bergeming. sampai Bella yang entah dari kapan keberadaannya menepuk pelan bahu Anan.
"Mama pergi deluan aja, nanti kits nyusul. Kabari aja alamatnya dimana ya ma." Jawab Bella yang maybe paham perasaan Anan saat ini. "Makasih mama sayang.. minumnya Bella bawa ke atas ya sama cemilannya." Dengan mengkode Anan ia mengajak kembali ke kamar.
31 Juli 2024.
****Pemula, harap dimaklumi dan dikritik secukupnya hehe
Jangan lupa tinggalkan jejak:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anandira
RandomPercayalah semua akan baik-baik saja.- Azlan Faruq Akhtar --------------------------------------------------- Hidup itu pilihan, apa yang kau lakukan hari ini akan membentukmu di hari esok. Begitu seterusnya. So, berterimakasihlah kepada setiap peng...