B(l)ack Umbrella

1.7K 110 10
                                    


Sudah hampir setengah jam aku berdiri disini. Memeluk diri sendiri diantara derasnya hujan yang membasahi bumi. Mencoba menghangatkan tubuh yang terus disapa dingin.

Aku menatap langit. Sebelumnya aku ingin segera pulang dan merebahkan diri. Namun tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Akhir-akhir ini Cuaca memang sedang tak stabil. Jadi tak terlalu mengherankan saat mendapati keadaan seperti ini.

Tadinya aku berniat untuk menerobos hujan ini. Namun sayangnya, ada berkas penting di tasku. Aku jengah dengan keadaan ini. Dimana aku harus menunggu tanpa ada yang menemani.

"Jisoo!"

Aku mendengus kesal saat mendengar suara itu. Ia berlari ke arahku. Melintasi genangan air yang membuat jeansnya basah.

Sebuah payung hitam melindungi tubuhnya. Senyumnya begitu cerah, seakan mengejek hujan yang begitu suram.

"Sorry, tadi nemenin Eunbi ngumpul makalah dulu. Udah lama ya?"

Aku menelan ludah dengan sulit. Pipiku memanas bahkan saat cuaca sedingin ini.

"Jennie jauhan dikit, ih."

Bukannya menjauh, ia malah mengusap-usapkan lengan bajunya yang basah ke bajuku. Aku berteriak menyerukan protes. Ia hanya tertawa.

"Capek, mau pulang. Ayo jalan sekarang." Ucapku tanpa menoleh ke arahnya. Ia menyahut dengan antusias. Kemudian membuka kembali payung yang sempat ditutupnya, lalu merangkulku agar dekat dengannya.

Jalanan kampus yang sudah basah, saat ini tampak sepi. Mataku terkadang mengedip dengan cepat. Kurasakan tangan Jennie yang melingkar di pundakku, sesekali mengerat kala petir terdengar. Setelah petir berhenti, mulutnya kembali mengoceh. Diam saat petir terdengar lagi, lalu mengoceh lagi. Terus-menerus seperti itu.

Aku yang pendiam ini, tak akan cocok dengan Jennie yang terlalu boros dalam berbicara. Pembicaraan lebih banyak dilakukan secara sepihak, membuatku sedikit kasihan.

"Jisoo, aku mau cerita,"

Jennie tidak pernah sedih. Ekspresi bahagia telah tercetak diwajahnya semenjak dia lahir. Kadang aku penasaran apa itu senyum tulus atau malah palsu. Jangan-jangan Jennie sebenarnya sosok yang rapuh. Ia memakai topeng hanya untuk diterima oleh masyarakat. Cih, drama sekali.

Aku tak membalas ucapannya. Hanya serius menatap rinai hujan yang semakin deras. Payung hitam ini terlalu kecil untuk melindungi dua orang. Seakan sadar hal itu, Jennie memiringkan payungnya, membiarkan sebagian tubuhnya basah oleh air.

Dasar sok romantis.

"Ini tentang Irene, anak kedokteran. Kau tau, 'kan?"

Tentu aku tau. Sudah tiga bulan ini Jennie selalu membahasnya. Aku hapal betul siapa Irene Bae, anak jurusan Kedokteran yang digilai Jennie. Irene, itu panggilannya. Memiliki kulit bersih, tinggi dan tubuh yang ramping. Kalau ia tertawa, suaranya sangat pelan. Orang lembut, pandai berteman.

Sempurna.

Aku mengangguk pelan. Memberi sedikit respon, takut kalau Jennie kesal karena diabaikan, kemudian meninggalkanku ditengah hujan.

"Lusa lalu dia ulang tahun, Ji. Aku Diundang ke pestanya" Ucapnya bersemangat. aku tidak pernah tau Jennie diundang si sempurna Irene ke pesta ulang tahunnya.

Sejak kapan mereka dekat? Apa cinta Jennie akan terbalas?

"Kenapa aku tak tau?" Tanyaku padanya.

"Hey, sejak kapan Kim Jisoo peduli masalah percintaanku?" Katanya meledek. Aku menyikut rusuknya cukup keras. Dia mengaduh kesakitan. "Pokoknya aku diundang. Terus aku bawa kado. Namanya juga ulang tahun gebetan. Hahahah" Ujar Jennie mengebu-gebu.

Evren (Jensoo Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang