Pesantren

5 1 0
                                    

Sunyi bukan alasan untuk bermalas malasan

   Azura_an najah

"Sudah jam berapa?" Tanya Rinai sembari mengucek mata khas bangun tidur miliknya.
"Jam 3" jawabku singkat.
"Sudah tahajjud?" Tanya Rinai lagi.

Aku hanya mengangguk menjawabnya, karna jujur sejak tadi pandanganku masih setia pada selembar kertas di tangan.

"Apa yang kau tulis?" Untuk kali ini aku memandang wajah masamnya dengan tersenyum.
"Hanya sebuah harapan, yang entah tersemogakan atau hanya di ujung kata andai" ucapku kemudian.

Rinai membalas senyumku,
"Tak ada yang tak tersemogakan, selagi kita miliki tuhan yang maha menyemogakan".
"Aminnnn...." balasku.
"Wes aku tak aduse, bentar lagi wes subuh. Iki gara gara sampean ndak bangunin aku, telat kan ahire"
Pamit Rinai dengan logat khas jawa miliknya.

Mataku terasa berat untuk kali ini, entah mengapa tak seperti  biasanya yang selalu sigap menanti adzan subuh.

Jangan heran mengapa aku sudah berada di pesantren saat ini.
Sesuai perkataan ayah kemarin, aku sudah harus kembali ke pesantren.
Berat, tentu saja. Siapa yang rela pergi meninggalkan rumah dan keluarga, jika bukan karna tuntutan kita untuk mencari ilmu sebagai mana semestinya.

Mataku sudah benar benar terhasut semilir angin. Membukanya saja begitu sukar, apa lagi memaksa raga untuk sebatas mengaji atau membaca wirid seperti biasanya.

Hening......
Sunyi.........
Sepi...........

Itu yang kurasa, entah ini dimana. Lagi dan lagi aku seolah berdiri di tengah hamparan rumput hijau.
Sejuk memang, tapi sunyi tak berpenghuni.
Hingga satu suara menyapaku, "kau sudah sampai nak?"

Azura....
Azura....
Azura....

Namaku terus di panggil, namun entah siapa yang memanggil.

Semakin jauh aku mencari, semakin jauh pula sumber suara yang kudengar tadi.

"Bangunlah nak, hari sudah siang"



Bersambung😁

Maafkanlah author abal abal ini atas ke gj annya,  maklumi saja karna masih belajar.

HUJAN TADI MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang