DAY 1 OF SENIOR YEAR

33 1 0
                                    

"Ayo ini kelas tiga barisannya segera diluruskan!" seruan Pak Sudar, guru paling disiplin seantero SMA Harapan Bangsa, semakin terdengar keras lewat speaker di lapangan, "Malu sama adik-adik kalian!" serunya lagi semakin keras.

"Buset dah tuh guru ngomel mulu" Nara berbisik ke sahabatnya, Karin, yang berbaris di depannya, "sttt," Karin hanya menempelkan jari telunjuk di depan bibirnyaa sebagai peringatan ke Nara agar berhenti berbicara.

45 menit upacara berjalan normal sampai guru BK operasi ke barisannya, "Nara, angkat sedikit rok kamu" Bu Wendah tiba-tiba berdiri di sebelelahnya. Sial, batin Nara dalam hati.

Bu Wendah menggelengkan kepalanya melihat kaus kaki di bawah mata kaki milik Nara, "Baru hari pertama jadi anak kelas tiga sudah membuat ulah ya". Nara beranjak maju ke depan untuk bergabung dengan murid lainnya yang terkena hukuman.

Pak Sudar yang menjadi kedisiplinan siswa hanya geleng-geleng kepala melihat 18 muridnya melanggar peraturan di hari pertama sekolah.

"Kalian ini baru hari pertama sudah berbuat ulah," seru Pak Sudar dengan microphone yang masih menyala "mau jadi apa kalian nanti?" bentaknya yang membuat seantero murid yang berada di lapangan menundukkan kepalanya semakin dalam. Setidaknya begitulah menurut Nara sampai ekor matanya menemukan salah satu teman seangkatannya yang ikut dihukum tetapi dengan sombongnya masih bisa mendongakkan kepalanya.

Buset songong banget tuh bocah, batin Nara.

Seperti biasa, murid-murid yang maju tadi mendapat hukuman. Sebenarnya hukuman yang diberikan sekolah tidak pernah merugikan secara fisik, 'tugas negara' yang diberikan sekolah dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan leadership muridnya. Tetapi untuk beberapa orang ini adalah hukuman yang membunuh waktu bermain mereka.

Pak Sudar kembali mengeluarkan tahtanya, "Untuk anak kelas sebelas seperti biasa, kalian harus membuat mading selama 1 semester bisa segera dibagi kelompoknya" yang langsung dibalas anggukkan kepala oleh murid kelas 2 yang dihukum.

Nara sudah pasrah saja dengan hukuman ini, karena jelas ini adalah hukuman yang akan diembannya sampai dia lulus nanti. "Kelas 12, seperti biasa, kalian ada 'tugas negara' khusus yang harus kalian lakukan..." Nara hanya bisa mengernyit menanti perintah dari Pak Sudar. "Kalian akan menjadi panitia utama untuk acara prom night angkatan kalian nanti".

Nara menghembus nafas pasrah, harusnya dia sudah antisipasi kejadian ini setiap awal tahunnya. Terdengar desas desus dari barisan para murid kelas 12 dan sebagian besarnya tidak setuju dengan pemilihan panitia yang seperti ini apalagi dengan geng yang berisikan cewek-cewek centil di belakang sana.

Murid di lapangan sudah kembali ke kelas mereka masing-masing, Pak Sudar menghampiri Nara yang sedang mencoba menghalau sinar matahari yang terlalu, "Nara, saya pikir kamu disini yang paling mendingan diantara teman-teman kamu yang dihukum..." setidaknya begitulah yang terlihat dengan mata telanjang Nara.

Rio, anak tongkrongan warung tante yang langganan ke ruang BK karena selalu ketauan merokok di toilet sekolah.

Baby, anak party yang kerjaannya kalau tidak telat, ya hangover di kelas.

Arga, Rama, Acong, dan Aby haduh mereka lagi, kerjaannya main cewek, mau jadi apa kalau salah satu dari mereka yang jadi penanggung jawab prom.

Nah, itu bocah yang songong, Gavin, jarang keliatan di sekolah. Lah mana Nara tahu Gavin seperti apa?

"Kamu jadi penanggung jawab untuk teman-teman kamu yang lain," lanjut Pak Sudar di hadapan Nara yang sudah menghembuskan nafas paling beratnya.

"Pak, kenapa nggak Gavin aja sih? Kayaknya anaknya mendingan" Nara mencoba menawar permintaan Pak Sudar, karena dia harus melaksanankan kewajiban lainnya di luar sekolah.

"Dia anak khusus, jangan terlalu memberatkan Gavin," penjelasan Pak Sudar membuat Nara semakin jengkel. Mau membantah tetapi hari sudah semakin panas dan Nara ingin cepat-cepat duduk di bawah AC kelasnya.

Nara menghentakkan kakinya kesal menuju teman-temannya yang ikut dihukum, "gue ditunjuk Pak Sudar buat jadi penanggung jawab acara" ujarnya to the point.

"Kok Pak Sudar nggak nunjuk gue sih? Kalau gue kan promnya bisa jadi a night to remember banget buat kalian" Baby mencebik kesal, bisa-bisanya Pak Sudar.

Nara memperhatikan satu persatu wajah manusia-manusia yang ada di hadapannya, "Loh Gavin kemana?" tanya Nara menyadari Gavin tidak ada di sana.

"Langsung cabut, Ra" Acong memberitahu Nara, "buset dah tuh bocah" menyebalkan sekali hari pertamanya ini.

"Gue cuma mau kasih tau itu aja ke kalian, nanti buat pembentukan panitia kita omongin aja nanti. Panas lama-lama disini" dengan cepat Nara melenggang menjauh sambil melambaikan tangannya.

Sebelum kembali ke kelas, Nara mampir ke kantin untuk membeli minuman favoritnya –es energen vanilla-. Saat menunggu pesanannya dibuat, pandangan Nara jatuh ke anak laki-laki yang sedang sibuk memainkan botol minumnya di pojok kantin.

"Neng, nih esnya," Mang Wisnu menyerahkan kantung plastik yang berisi es energen vanilla milik Nara. Dia menghampiri laki-laki yang ada di pojok kantin itu.

Denga impulsif Nara duduk di hadapan Gavin, "Gav, kok tadi lo cabut duluan?" Gavin hanya melirik Nara dengan sekilas, tidak menghiraukan pertanyaan Nara.

"Sombong banget nyet" karena Nara tidak mendapatkan respon apa-apa, dia berdiri dari bangkunya dan pergi ke kelasnya. Baru empat langkah Nara melangkah ucapan Gavin membuat emosinya mencuat tiba-tiba, "Gue gak mau dan itu acara gak penting".

Nara bergeming di tempatnya sampai Gavin melewati tempat dia berdiri.

Hah? Apa-apaan tuh bocah songong?!

Kepalang kesal dan malas mengejar Gavin, Nara menuju kelasnya dengan kemurkaan yang mungkin terpampang nyata di wajahnya sekarang.

Karin yang sedang sibuk dengan komiknya merasakan bangku di sebelahnya bergeser dan melihat Nara menyeruput es energennya kuat-kuat, "Diapain aja lo Nar?" tanya Karin yang makin jelas melihat kekesalan Nara di wajahnya.

"Diem dulu," Nara membuat kode agar Karin tidak bertanya lebih banyak. Nara masih mengatur nafasnya yang masih memburu. Karin

Saat nafas Nara sudah mulai teratur, Nara kembali membuka suara, "Rin, Gavin tuh emang ngeselin ya?" tanya Nara yang langsung disambut dengan tatapan kaget milik Karin.

"Gavin Narendra?" tanya Karin memastikan bahwa yang dimaksud Nara adalah Gavin yang itu. "Iya lah, emang ada Gavin-Gavin yang lain di sekolah ini?"

Karin yang tertarikdengan percakapan ini menutup komik miko yang sedang di abaca, "Emang lo diapain sama si Gavin?"

"Bacot-"

***
Haii! Panggil aja gue Juni. Ini works pertama yang mau gue seriusin. Enjoy yaa!

Warning!
Banyak cursed words hehe💛

High School SweetheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang